Tiada harimau, Bibi..! tuturku menenangkan wajah tegangnya. Â Matanya masih menatap dinding di hadapannya sembari bibir tuanya membisikkan kata harimau beberapa kali.
Bibi sebaiknya tidur, ya..! Aku membawanya perlahan masuk ke kamar tidur dan menungguinya hingga tubuhnya terlelap.
Tak lama setelah beliau masuk ke alam mimpi, aku meninggalkannya ke ruang tivi, sekedar mengamati segala pernik yang tergeletak untuk membereskannya.
Ku lihat sesuatu yang sudah lama tak pernah ku temui, yaitu seperangkat sulaman renda Bibi terlihat terkulai di atas sofa. Aku meraih dan memperhatikan gerangan apa yang direnda Bibi, namun masih baru dan belum terlihat apa motifnya.
Dalam hati aku  sorak-sorak bergembira bahwa Bibi telah memulai hobinya yang telah lama tidak dikerjakannya, yaitu merenda atau 'breien'.Â
Aku masih mengingatnyajelas, bahwa Bibi memiliki keahlian yang mumpuni dalam merenda wol dengan tangannya yang terampil dan cekatan. Dan aku bersyukur  bahwa Bibi telah kembali ke jalan yang benar, maksudku Bibi telah kembali memilih kesibukan yang positif ketimbang melamunkan Paman yang telah tiada, seperti yang kerap dilakukan selama ini.
Kemudian dengan hati-hati aku simpan lembar renda wol yang baru sedikit itu ke dalam laci dengan harapan pekerjaan merenda Bibi akan berlanjut esok .
***
Kariinn..!! Apakah kau simpan renda Bibi? Di pagi yang masih muda, ku dengar Bibi memanggil. Aku tergopoh menghampiri dan mengeluarkan 'breien' Bibi dari laci lemari serta memberikannya.  Kulihat mata tua itu berbinar-binar yang  serta merta kedua tangannya berkelibat gesit memainkan tangkai-tangkai renda.Â
Tak lama kulihat Bibi sudah asyik masyuk dengan benang-benang wolnya yang didominasi warna kuning dan hitam. Aku sendiri tak berkehendak mengintervensinya, karena berharap dengan kesibukan ini, Bibi akan melupakan bayangan harimau yang saban hari menakutinya. Dan memang biasanya Bibi hampir lupa waktu jika sudah menganyam wol yang bersulur-sulur mengitari tangan lincahnya.
Sampai hari menurunkan senja  kulihat Bibi masih berkibar di antara wolnya, sehingga muncul sebersit resahku karena Bibi telah memforsir kekuatannya. Â
Kudekati Bibi dan ternyata firastku benar, Bibi terlihat penat, jari-jarinya terlihat melambat seakan kesulitan menarik benang dengan kait rendanya. Â Aku mendinginkannya dan merayu untuk beristirahat. Namun beliau menggeleng, sembari bersikeras melanjutkan jemarinya yang bergerak kepayahan.Â
Kulihat cincin kawin Paman yang melingkar di jari manis Bibi, terlihat mengganggu gerakannya yang sebentar-sebentar tersangkut benang wol.