Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Badut yang Tidak Lucu

12 Mei 2021   09:11 Diperbarui: 13 Mei 2021   21:15 1455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Susann Mielke dari Pixabay

Kenapa kau menjadi badut? Sarpin menyeringai, matanya hampa. Mengikuti jejak bapak! Katanya sedari kecil. Dan sekematian bapaknya Sarpin memakai baju badut bekasnya. 

Sedikit kedombrongan apalagi dibagian perutnya yang kurang buncit. Sepatunya terlalu besar dan topinya terlalu kecil, tetapi hidup harus berjalan. Dan Sarpin menggelandang di jalan pinggiran kota. Anak-anak tertawa mengerumuni di lapangan kerontang.

Badut ceroboh datang! Ibu-ibu yang menggendong bayi berkomentar sambil larut di tertawaan. Kebanyakan anak-anak mulai meraba perut, menginjak sepatu panjang, dan bahkan memencet hidung bulat merah. Sarpin merelakan perangkatnya dilucukan.

Mereka tak tau bahwa badut telah berganti, sebuah pergantian yang menyedihkan, namun menjadi sama di kelucuan. Badut kemarin adalah sama dengan badut hari ini. Dia berwajah sama.

Sarpin mulai melawak, mengambil terompet mainan dari karung  dan memainkan lagu-lagu konyol dengan suara kencang. Penonton kecil dan emak menutup telinga.

Kenapa badut menjadi enggak lucu? Anak perempuan kecil yang kritis mengomplain karena tidak seperti biasanya. Mata badut Sarpin yang dipoles berkedip tidak percaya. Bukankah bapaknya sama melakukan kisah?

Oke! Adegan lain! Sarpin mengeluarkan balon. Pemirsa yang mulai duduk di rumput bertepuk seadanya. Sarpin meniup balon dan mengikatkannya di ekor baju badutnya. 

Dia mulai menari dan jumpalitan hingga balon meledak.  Door! Semua kaget dan sedikit marah. Apanya yang lucu? Tidak ada yang tertawa hanya wajah-wajah kecut.

Tunggu! Sekarang sulap!  Terlihat penonton sedikit tenang dari kegaduhan seperti menaruh adegan harapan. Sarpin mengeluarkan trik, menjentikan tongkat yang menjelma menjadi bunga, dilanjutkan dengan membuka topi kosongnya dan sekonyong-konyong mengeluarkan tikus dari lubang topi. Sarpin merasa pantas dan mengangguk hormat seperti di pentas.

Tapi hanya sepi, bahkan kupingnya yang lebar bisa mendengar desiran angin. Tak ada yang bertepuk tangan bahkan memberikan bibir senyum sekejap pun.
Sama sekali tidak lucu! Aku merasa mual! Seorang bapak, satu-satunya lelaki dewasa disitu, terlihat berwajah geram. Sarpin getir, namun masih berusaha.

Sarpin mengeluarkan candaan untuk menetralisir dan mengambil hati penikmatnya, namun mata kedipnya melihat orang-orang menghela nafas seolah-olah hati mereka hancur. Sarpin buru-buru melepas sepatu super besarnya.

Saksikanlah sirkus pamungkas! Katanya persis seperti ucapan di show bapaknya dulu. Penonton masih menahan bokong untuk tak berlalu. Sarpin membungkuk, melengkung, dan berdiri diatas kepalanya berdiri terbalik. Dia pun meregangkan kedua lengannya, berharap penghargaan.

Kembali saja ke tempat tidurmu! Begitu komentar pedas dari wajah bosan penonton yang terlihat lebih buruk dari posisi tubuhnya yang terbalik. Lalu anak-anak berlarian meninggalkan, emak-emak bangkit dari duduknya dengan mata mengantuk.

Hei! Tunggu! Lihat aku memakan dasiku! Teriak Sarpin. Namun suaranya hanya ditelan lapangan sepi. Sarpin menunduk, matanya menyentuh tanah. Tak ada uang terlempar. Sama sekali. 

Badut Sarpin mengusap keringatnya dan menengadah ke langit. Bahwa sudah selama ini dia tidak bisa menghasilkan uang hanya karena tidak selucu bapaknya. Ada genangan di kelopak bawah matanya yang bergincu hitam.

Hari mendung seakan membawa suasana untuk badut pulang kedalam kehidupan nyata. Tapi bagi Sarpin kenyataan dan mimpi adalah serupa. Sama-sama menyedihkan. 

Inilah satu-satunya warisan bapak yang hanya dimengerti, tak ada lain. Kehidupan itu badut saja. kata bapaknya sederhana. Dan Sarpin kecil memendamnya semenjak kecil, semenjak kepergian ibunya yang dirasakan lebih cepat dari waktunya. 

Sarpin menggapai rumah gubuknya dan meminum air putih, satu-satunya yang ada di meja reotnya. Dia melepas sepatu lucu dan baju badutnya. Membasuh riasan vulgar di wajahnya, lalu duduk melamun di dipan kusamnya. Rasa masygul dan kemarahan hati mengalir di tubuh kerempengnya, menangisi ketidak lucuannya.

Mulai besok aku akan memberi tahu kota ini! Bagaimana rasanya menjadi badut yang tidak lucu! Lalu dia menulis di kertas tentang kesedihan dan keburukan hingga berlembar. Kelelahan dan tertidur. Hingga pagi menyela tidur lelahnya, Sarpin harus bersiap menyusur jalan kota pinggiran. 

Semua perangkat utama telah dipakainya berikut perniknya dan karung lusuh properti. Sarpin melangkah keluar pintu dengan hati berat untuk mengungkap niat. Kertas tulisan semalam digenggam erat, lalu dia menjelang udara yang masih bersih.

Tiba di lapangan yang biasa tampak bertebar anak-anak bermain dan emak-emak menjaga. Mereka tampak segan untuk menolehnya. Sarpin mengeluarkan bunyi-bunyian baterai dan membesarkan volumenya, membuat para pelanggan segan namun mendekat.

Aku akan memberitahu kalian semua! Mengapa badut terlihat sedih? Mengapa badut terlihat buruk?  Sarpin melirik ke penonton yang mulai berkerumun ingin tahu. Lalu dia meneruskan sambil membaca tulisan hati semalam.

Aku ceritakan! Betapa menggigil tubuh kemarin ketika hujan. Aku merasa dingin dan sakit. Namun tidak lucu adalah lebih perih! Ketika aku melepas riasan, jiwaku bercerita tentang kegelapan dan aku masih belum bisa menyelesaikan kisah duka bapak ibuku. 

Betapa getirnya ketika kita berduka namun harus tertawa! Apakah kalian pernah rasakan?  Lalu suara Sarpin seperti mendengung membaca kisah sepi dan sedih yang seperti tak berharga. Hingga suara Sarpin mulai melirih dan tampang badutnya bergetar setelah menyelesaikan kisah duka.

Dari sudut bola mata yang sedikit buram Sarpin mencuri pandang ke penontonnya. Apakah semua orang menangis?  Oh tidak, tidak! Meraka malah tertawa terbahak-bahak. Lucu sekali Badut! Teriak mereka sambi memegangi perut. Para penonton terus tertawa sampai mengguncang-guncang pohon. Ha-ha-ha-ha. He-he-he-he!  Badut paling lucu!

Merka tertawa dengan lolongan, teriakan dan jeritan sedemikian panjang, bahkan ketika badut Sarpin meninggalkan lapangan dengan titik air mata, mereka terus tertawa. Mereka tertawa sepanjang hari, sampai berminggu-minggu, hingga mata mereka membanjirkan air mata karena tak bisa menahan terbahak-bahak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun