"Kau harus pulih, Rita" aku berbisik di telinganya. Rita tak jua merespon. Dan aku sudah tahu bahwa aku pernah mengalami atmosfer seperti ini  ketika Rita di jalankan ke ruang biopsi. Apalagi selanjutnya? Itu hanya cerita duka yang sama dan kehilangan kedua yang lebih berat.
Selanjutnya ku terlempar ke dalam dimensi panjang yang paling luruh.Â
***
Hari menaikkan pagi, ketika sehabis puluhan tahun kehilangan. Kaki renta ku menyusuri gang kenangan. Rumah Rita yang sepi masih meninggalkan rongga di hati. Aku hanya bisa berlalu dari situ untuk menyimpan cerita pilu.
Dan sekitaran gang itu kini hampir dipenuhi merpati. Sebagian mengepakkan sayap menebar bulu-bulu halusnya, sebagian mematuk-matuk papan rumahnya menebarkan remah. Ada yang saling memagut dan sebentar melepas kaki landasnya untuk terbang menyebarkan puing lembut kotorannya.
Dan aku memandang mahluk-mahluk unggas itu dengan tegun. Ada semacam dendam yang tak pernah kentara kepada mereka disaat aku mulai pasrah semenjak aku merasakan pusing dan kepala berputar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H