Selanjutnya ternyata pintu kayu telah ternganga dan seorang perempuan yang masih cukup muda, menyambut langkah kedatangan kami.
"Silakan masuk" katanya halus. Â
"Ah! Terima kasih. Maaf perkenalkan saya guru baru, mungkin ibu belum mengenal saya. Roma" aku mengenalkan diri. Â "Rita" jawab ibu Hani menyambut genggam tanganku.
"Ah! Saya bersama sebagian teman satu kelas Hani. Mau menengoknya. Mmmm.. bagaimanakah kesehatannya?"
"Mari, dia ada terbaring.." ibu Hani membawa kami menuju kamar mungilnya.
"Hani..Hani kamu kenapa" anak-anak yang berkata melirih. Memandang anak perempuan sebayanya yang terbujur membuka sekejap mata, lalu menutup kembali. Bibirnya memaksakan senyum kecil. Parasnya pucat, tubuhnya lurus. Menciptakan kami semua mendadak sepi.
"Dokter bicara untuk tidak banyak bergerak. Dia mengeluhkan kepalanya berputar jika bangkit.." ibu Hani menerangkan dengan ucapan yang menyekat.
"Kasihan Hani.." anak berbisik semakin perlahan, beberapa mata bening mereka berkabut. Lalu saya memecah atmosfir kamar yang memekat untuk membawa pasukan kecil menyegarkan pindah ke ruang tamu. Sedang aku kembali ke kamarnya bersama ibu Hani. Lalu hanya aku, Rita ibu Hani dan Hani yang terbeku di ranjangnya.
"Saya pikir untuk segera ke rumah sakit ibu.." tak ada kata lain keluar dari mulut saya.
"Yah. Rencana besok harus biopsi. Karena memang satu minggu kebelakang ini tanpa perobahan. Katanya kepalanya selalu pening. Berputar.." Rita seperti tak hendak melanjut kata. Hanya matanya yang basah yang mengatakan lebih.
"Maaf. Mmmm..Bapak Hani..?