"Entahlah. Kupikir kamu terperangkap sastra kontestasi politik rendah kemarin, lalu dengan enaknya kamu kembali kekeindahan semula. Bahwa lupakan perkelahian, saatnya merangkai indahnya untaian persatuan. Â Itu luka, sayang. Risalah hati kita menjadi mencang mencong."
"Lalu, aku gimana sayang?"
"Kamu mesti nulis, sastra pengampunan"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!