"Aku cabut ke CAI*), pratinjau software" Mulder menempelkan telunjuk dibibir Skuli, sebagai kode rahasia.
'Oke, sip, tengkiu, bai" Skuli bersicepat. Lalu mereka berpisah.
***
Menjelang sore ground zero mulai dibuka kembali karena recovery berlangsung efisien, lintas kendaraan normal sedia kala, bekas malapetaka MRT hampir tak lagi tertilas. Clean. Jalur brutal barusan MRT kembali lazim. Beberapa polisi berjaga di lokasi clash. Tampak juga dikegelapan di usai senja dynamic duo, Mulder dan Skuli, berdiri diam bak bayangan menunggu laju MRT melewati titik petaka. Dari kejauhan terdengar suara MRT menderu halus mendekati jalur katastrop, Mulder dan Skuli menahan napas didegup yang mengejar. Sekejap ular MRT dari perut subway meretaskan kepalanya  menanjak tetak di atas bumi. Wuzzz...MRT tegar melintas handicapnya tadi pagi, sudah lagi bangor*).
Skuli berpaling ngeri, merebahkan wajah eloknya kedada Mulder yang bernapas lega. Namun lelaki ini masih memandang tajam eretan cekung MRT yang memudar. Mulder masih meragu akan sesuatu dilubuk MRT. Ya sesuatu yang seharusnya dari yang tidak semestinya. Mulder muram.
Malam pun membenam. Kota mulai senyap, sementara lampu terang satu perpustakaan LIP, lembaga ilmu pengetahuan masih menyala. Disitu tertidur Mulder ditumpukan kitab fisika yang berserak dimejanya. Sementara Skuli sudah terlelap diapartemennya sendiri, tertidur mendengarkan alunan lagu almarhum Mus Mulyadi, setelah lelah melamunkan mitranya Mus Mulder.
***
Ping! Ping! Ping!....
Skuli terhentak meraih gawainya, mata kantuknya membelalak menatap capture MRT bergulingan kembali ditempat dan jam yang sama.
"Whats? Mulder! OMG!" Skuli melonjak dari ranjangnya, meraup mantel berkelasnya melanjut start coopernya yang kilat menderu, kali ini begitu bising. Roaarrr...
Disatu digit menit Skuli sudah masuk di alam crashing yang serupa di kemarin buta. Sirine mengaum, kaca pecah, mobil, truk, sepeda motor dan balok besar MRT berserak. Korban mengaduh, voluntir menyebar. Persis cermin disaster ulangan kemarin.