Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

The K Files: Petaka Gaya Lorentz MRT

13 April 2019   01:00 Diperbarui: 13 April 2019   01:09 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di pagi purna subuh yang masih menyisakan embun melayang, memang sebelum jam pikuk denyut rakyat berkehidupan. Suatu disaster telah melantakkan lalu lintas  di luasan jalan raya yang mulai di penuhi  rupa kendaraan. Beberapa sedan dan bus berbaring dengan roda diatas, sepeda motor ringsek  tersapu serempak kompak. Orang orang mengaduh gelimpang pincang. Penolong penolong amatir berlarian dan sirene ambulans mulai menyongsong menembus asap kecelakaan yang bercampur asap embun. Apakah gerangan terhujam? 

Sebelum kelopak mata para korban sirna, terlihat sosok kotak besi besar rebah bergandengan menindih beberapa kendaraan hingga hampir penyet. Ya! Entah tiga atau empat kotak itu adalah gerbong kereta api, yang sekejap punggungnya mengungkap fakta bahwa petak gerbong itu adalah MRT. 

Lambungan wagon MRT ini melompati rel pejalnya melibas segala rupa disisi lintasannya. Apalagi lintasan rel elektriknya pas baru saja nongol dari rel subway menyeruak ke level ground, yang berarti kereta berada dikecepatan akselerasi kinetiknya untuk mengatasi daya naik potensialnya. Wah!

"Skuli, helow?" agen The K Files, Mulder sudah tiba di tkp.

"Owh, Mul, aku otewe" Skuli merespon dari nircable iphone nya.

"Tidak biasa, tidak biasa.. Segera hadir, Skuli" Mulder menggumam masih hang on.

"Oke, sip, tengkiu, bai" Skuli menjejak pol Cooper birunya ngebut. Bruuumm..! Mobil Italian job itu berlari tak tertahan memotong sinar muda mentari.

"OMG!" Skuli tension sesaat merapat di pedestrian sedikit menjauh dari asap, api dan reruntuhan. Beberapa polisi mengangkat police line menyambut Skuli yang keluar dari kotak besinya, yang  bergegas merunduk dan berlari menuju ground zero.

"Mulder!"  

"Disini Skul!" Mulder melambai. Skuli nyalang berlari merapat.

"Bagaimana bisa, Mul?"

"Aku tak tau, Skuli.." Mulder memutar badannya sambil menggamit mitranya kearah wagon penyok MRT  yang rebah menyilang. Menyeruak diantara kepungan evakuasi victim yang dilakukan peretas bencana yang semakin masif. Berdua mereka melompat ke bangkai gerbong MRT, perlahan merayap lalu menyisip celah pintu yang sudah cembung. Cahaya didalam sedikit suram, dan Skuli menyalakan flash iphone. Dia masih belum bisa menerka intensi Mulder merasuk masuk.

"Lihat!" Mulder menunjuk lampu gerbong LED menyala dan berkedip lalu koit lagi.

"Whats?" Skuli masih enggak mudeng.

"Lihat dan rasakan, Skuli.." Mulder beralih mengelus lembut metal gerbong dengan punggung tangannya. Skuli menirukan.

"Ah..!" bibir indahnya memekik ringan sedang bola pingpong matanya menatap Mulder.

"MRT terselimuti listrik  Skuli. Aku merasa janggal.. Ada sesuatu Skuli, ada sesuatu.." Mulder berkata lirih. "Kita akan merahasiakannya, Skuli.." sambungnya.

"Iyup!" Skuli bersetuju.

Lalu mereka bergelantungan menyeruak kembali   keluar lewat pecahan lebar jendela gerbong. Diluar suasana makin riuh namun penanganan korban dan penguasaan medan sudah mulai terkendali pasca chaos. Jalan raya mulai terblokir sistematis dan jalur rel soak sudah di shutdown dari matriks MRT.

" Kita split, Skuli, kamu ke MRT centre ya" bibir Mulder berbisik hampir menyentuh kuping Skuli.

"Kamu kemana?" Skuli mendesah, matanya memejam merebak.

"Aku cabut ke CAI*), pratinjau software" Mulder menempelkan telunjuk dibibir Skuli, sebagai kode rahasia.

'Oke, sip, tengkiu, bai" Skuli bersicepat. Lalu mereka berpisah.

***

Menjelang sore ground zero mulai dibuka kembali karena recovery berlangsung efisien, lintas kendaraan normal sedia kala, bekas malapetaka MRT hampir tak lagi tertilas. Clean. Jalur brutal barusan MRT kembali lazim. Beberapa polisi berjaga di lokasi clash. Tampak juga dikegelapan di usai senja dynamic duo, Mulder dan Skuli, berdiri diam bak bayangan menunggu laju MRT melewati titik petaka. Dari kejauhan terdengar suara MRT menderu halus mendekati jalur katastrop, Mulder dan Skuli menahan napas didegup yang mengejar. Sekejap ular MRT dari perut subway meretaskan kepalanya  menanjak tetak di atas bumi. Wuzzz...MRT tegar melintas handicapnya tadi pagi, sudah lagi bangor*).

Skuli berpaling ngeri, merebahkan wajah eloknya kedada Mulder yang bernapas lega. Namun lelaki ini masih memandang tajam eretan cekung MRT yang memudar. Mulder masih meragu akan sesuatu dilubuk MRT. Ya sesuatu yang seharusnya dari yang tidak semestinya. Mulder muram.

Malam pun membenam. Kota mulai senyap, sementara lampu terang satu perpustakaan LIP, lembaga ilmu pengetahuan masih menyala. Disitu tertidur Mulder ditumpukan kitab fisika yang berserak dimejanya. Sementara Skuli sudah terlelap diapartemennya sendiri, tertidur mendengarkan alunan lagu almarhum Mus Mulyadi, setelah lelah melamunkan mitranya Mus Mulder.

***

Ping! Ping! Ping!....

Skuli terhentak meraih gawainya, mata kantuknya membelalak menatap capture MRT bergulingan kembali ditempat dan jam yang sama.

"Whats? Mulder! OMG!" Skuli melonjak dari ranjangnya, meraup mantel berkelasnya melanjut start coopernya yang kilat menderu, kali ini begitu bising. Roaarrr...

Disatu digit menit Skuli sudah masuk di alam crashing yang serupa di kemarin buta. Sirine mengaum, kaca pecah, mobil, truk, sepeda motor dan balok besar MRT berserak. Korban mengaduh, voluntir menyebar. Persis cermin disaster ulangan kemarin.

"Mulder? Kamu dimana?" Skuli kulilingan panik mencari. Seorang sersan menujukkan kalo Mulder ada diseberang rel terhalang rebahan wagon. Skuli pun sprint dan merayapi bangkai gerbong dan mendapati Mulder terpaku memandang bangunan memanjang horizontal tak jauh dari sisi rel yang bersebrangan lokasi insiden.

"Mulder.."Skuli merepet Mulder. 

"Kamu lihat itu Skuli?" Mulder menunjuk sesuatu, kelopak mata rabun Skuli menyipit menelusur pandangan.

"Owh.. sepasang kelinci? Lucu bangeed.." Skuli menjerit manja.

"No, Skuli. Ayo!" Mulder menarik lengan Skuli.  Berdua berlari menyongsong bangunan muasal kelinci itu keluar. Mulder mendobrak pintu kayunya yang sudah reyot. Gubraak! Tertampak ratusan kelinci yang tak hirau sedang melahap tumpukan potongan kangkung saling berebut, berhimpitan dan bergesekan..

Mulder mengambil kertas dari sakunya, merobek robeknya lalu menerbangkannya. Segera saja kertas kertas itu menempel di bulu bulu halus para kelinci.

"Medan Magnet?" Skuli berdecak, Mulder mengangguk mengiyakan.

"Mamang! Mamang..!" Mulder berteriak kuat memanggil juragan kelinci, yang datang tergopoh.

"Agen K Files!" Mulder menghardik sambil memperlihatkan kartu lisensi investigasinya. Si mamang unyuan wajahnya memucat. "Ada.. aapaa aden..?" dia terbata bata.

"Semua kelinci ini harus segera di evakuasi. Sekarang juga! Skuli panggil backup dan struktur untuk evakuasi".

"Siap bos!" Skuli calling, yang segera diikuti munculnya pasukan backup dengan pickup yang siap memuat kelinci kelinci gemuk dan imut itu. Sementara si mamang pasrah melihat modalnya diangkut seperti kena rasia satpol.

"Nanti urusan di markas besar!" Mulder memerintah kesemua anggota, sambil menggamit Skuli yang masih penuh tanya, keluar melepas pengap kandang besar ternak kelinci itu. Mereka menuju center disaster kembali.

"Aku pikir kita bisa pulang, Skuli" mukanya Mulder terlihat plong, dia tersenyum manis.

"Loh? Kok bisa? Ada apa ini sebenarnya Mulder?" Skuli penasaran sangat, alisnya naik turun.

Mulder kalem, merogoh kantung jas detektipnya, lalu mengeluarkan satu lipatan lembar gambar yang disobeknya dari handbook fisika milik pustaka LIP semalam. Lalu diberikan kepada Skuli yang kemudian mebebernya. Terbaca gambar tangan kanan dengan jari jempol mengarah keatas, telunjuk menujuk sebidang jempol, dan jari tengah membelok kedalam tegak lurus, yang tertulis gaya Lorentz.

Skuli memandang lembut, lalu mengecup pipi Mulder.

"Ini pernah keluar waktu UNBK SMP ku.." Skuli berbisik nostalgia ditelinga Mulder.

  

*) CAI: Ciraos Agency Intellegent (refr. upside down world, dunia terbalik)

    bangor: nakal kamuh...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun