Fajar jatuh di keesokan harinya.
Mami mengetuk kamar tidur Aida, membangunkannya dirutin kesehariaannya. Namun tak bersambut. Mamipun masuk dan heran menampak Aida masih terlelap.
"Sayang? Kenapa? Sakit?" mami kawatir bertubi tubi bertanya.
"Badannya lemes" Aida membuka setengah kelopak matanya.
Mami meraba kening, lalu leher Aida.
"Badan kamu panas amat, sayang?" Papi. Papi! Tolong bawa thermometer !" mami berseru memanggil spouse nya.
"Ada apa, mieh?" papi yang pagi sudah berdasi datang tergopoh gopoh sambil membawa thermometer tembak digital.
"Tiga puluh delapan koma lima?" mami dan papi kaget, melihat angka penunjuk suhu yang baru saja di daraskan ketelinga Aida.
"Ini panas mendadak sekali? Kita ke rumah sakit ya sayang?" papi membelai Aida dengan kasih. Aida hanya mengangguk lunglai.
Mereka pun bergegas  tancap ke hospital. Parent sangat kawatir Aida terkena demam berdarah, maklum sedang musim pancaroba dan banjir, yang mulai menyiratkan serangan masif DBD.
Tiba di RS, dokter spesialis langsung menginstruksikan periksa lab darah. Sementara di ruang tunggu, Aida diberikan vitamin, minuman isotonik dan nasi kotak, supaya kondisi tubuhnya dibentengi energi.