Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Demam Aedes Aegypti

4 Februari 2019   19:15 Diperbarui: 4 Februari 2019   19:24 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aida gadis cantik, cewek pasca milenial, usianya baru mau tujuh belas. Mama dan papanya bangga pol dengan anak gadisnya yang mulai merekah. Cantik dan cerdas, kadang nggemesin. Tutur katanya sopan dan rapih lagi nyambung.  Manalagi puteri tunggal.

Disekolah, Aida termasuk daring. Disayang guru dan men- temen.  Sebagai siswa sekolah negri Manstaf, Aida bukan murid biasa biasa saja, apalagi kacangan. Dia selalu rangking kelas. Kalo engga satu pasti dua. Kalo engga dua pasti satu. Muter disitu aja, satu dua, dua satu.

Nah, pesaing rangking ini, si pinter ganteng, namanya Agip, salah satu dari sedikit cowok idaman cewek cewek.

Sebagian besar siswa sepakat jika Aida dan Agip bersanding, maksudnya arek arek-an gitu loh, tapi mereka terlihat masih malu sama kucing.

Meskipun cakap dan cakep, Aida sendiri belum  memiliki hasrat kesitu, mungkin masih lugu perihal cinta cinta an, meskipun cinta monyet monyetan sekalipun. 

Serupa dengan Agip, yang dasarnya pemuda pemalu asli, bukan pemalu, pemuda lupa usia. Ganteng celingus tapi genius, seribu persen jadi rebutan bikin geregetan.

Sebagai siswa kelas tiga sma, eh itu jadul yah,  sekarang kelas 12, di sekolah negri favorit Manstaf, telah dilaksanakan pre -test, yaitu test empat pilar mata pelajaran, mtk, ipa, b-ing dan b-indo, untuk memetakan kemampuan siswa dari nilai tertinggi sampai nilai terendah atau jeblok. Siswa dengan angka test keren dimasukkan kelas A, yang lumayan kelas B, dan selanjutnya sampai kelas terakhir diisi oleh murid dengan nilai didasar. Kesian deh gue?

Tapi jangan salah.  Mapping siswa ini berorientasi untuk memudahkan menggenjot siswa yang minus dengan lebih intensip, ketimbang siswa siswa yang cemerlang. Begitu cerita kerennya.

Pasti dong, mudah ditebak, siswa dan siswi terbaik, Aida dan Agip mengisi kelas premium bersama dengan pinter pinter yang lain. Bahkan mereka berdua duduk satu meja atas titah guru wali, langsung tanpa komando siswa lain cie, cie dan suit, suit, membuat raut keduanya merona padma. Maklum selama dua tahun kebelakang Aida selalu duduk semeja dengan teman perempuan, sama halnya dengan Agip yang hanya ngerti sebangku dengan sahabat prianya. Sekarang mereka dibuat sesetel.

Pada awalnya mereka berdua merasa canggung, namun seiring berjalannya waktu mereka mulai merasa terbiasa, apalagi dengan interaksi pelajaran yang bertubi tubi untuk menghadang  kencangnya UN dan UNBK. Akhirnyapun mereka merasa nyaman. Tak jarang Agip mengajak Aida makan siang di kantin sekolah.  Tak kenal maka tak sayang, mereka pun jadian, walaupun sebatas temen ajah kata mereka ketika dikonfirmasi. Malu malu karena kepolosan kedua juara ini.

***

Hari spesial Aida pun tiba, hari ulang tahunnya ke tujuh belas yang manis alias sweet seventeen. Ulang tahun yang biasa diramaikan silam sebelumnya, menjadi tak biasa dengan kehadiran sosok baru Agip, yang mulai dirasakan menarik hatinya.

Bubar pelajaran, kegembiraan ini dirayakan di kafe emperan sekolah bersama geng satu kelas, namun kali ini dibintangi si ganteng Agip.

"Ayo kasih sun" Iya dongs!" Kawanan Aida bersurak tertawa seru, saat  digenggaman, Agip mendekat Aida untuk memberikan kado.

"Ih, afaan sih?" Aida grogi, warna pipinya memerah. Begitupun  Agip, gugup dan tolah toleh salting. Mereka sangat tidak biasa dengan setingan ini.

Wajah Agip mendekat pipi Aida, lalu menciumnya dengan hidungnya. Wajah lugu keduanya memucat. Malu banged.

"Horey!" Potong kuenya, potong kuenya.." mereka larut menyanyi gembira. Sementara Aida tertunduk malu dan Agip menyingkir merasa enggak enak.

Pestapun usai, anak anak unggulan pulang kerumah masing masing.

Aida pun tiba dirumah dengan senyum senyum aneh dengan mata binar berputar, ada rasa seneng campur kesel gimana gituh. Tapi dia merasakan indah.

Maminya yang super perhatian dan memberi cium ulang tahun disambutnya kurang konsen. Membuat maminya herman, kenapa nih anak perawan cantiknya?

"Enggak apah apah" Aida melengos sambil senyum senyum sendiri, tak menjawab tanda tanya sang mami. Tapi mami modern maklum, hanya menggeleng geleng, menatap gadis cantiknya melenggak lenggok masuk kedalam kamarnya.

***

Fajar jatuh di keesokan harinya.

Mami mengetuk kamar tidur Aida, membangunkannya dirutin kesehariaannya. Namun tak bersambut. Mamipun masuk dan heran menampak Aida masih terlelap.

"Sayang? Kenapa? Sakit?" mami kawatir bertubi tubi bertanya.

"Badannya lemes" Aida membuka setengah kelopak matanya.

Mami meraba kening, lalu leher Aida.

"Badan kamu panas amat, sayang?" Papi. Papi! Tolong bawa thermometer !" mami berseru memanggil spouse nya.

"Ada apa, mieh?" papi yang pagi sudah berdasi datang tergopoh gopoh sambil membawa thermometer tembak digital.

"Tiga puluh delapan koma lima?" mami dan papi kaget, melihat angka penunjuk suhu yang baru saja di daraskan ketelinga Aida.

"Ini panas mendadak sekali? Kita ke rumah sakit ya sayang?" papi membelai Aida dengan kasih. Aida hanya mengangguk lunglai.

Mereka pun bergegas  tancap ke hospital. Parent sangat kawatir Aida terkena demam berdarah, maklum sedang musim pancaroba dan banjir, yang mulai menyiratkan serangan masif DBD.

Tiba di RS, dokter spesialis langsung menginstruksikan periksa lab darah. Sementara di ruang tunggu, Aida diberikan vitamin, minuman isotonik dan nasi kotak, supaya kondisi tubuhnya dibentengi energi.

Beberapa lama, dokter kembali memanggil keruang periksa, wajahnya senyum saja.

"Bagus nih bu, Trombosit, Hb, normal" dokter membaca laporan hasil lab darah.  "Panasnya juga mulai turun nih. Bukan DBD" dokter meraba kening Aida.

"Sukurlah Dok" hati papi dan mami terlepas lega, dan membawa pulang  Aida permata hatinya.

"Sudah enakan sayang?" mami menengok ke jok belakang mobil diperjalanan pulang.

Aida yang duduk dibelakang hanya senyum senyum seperti tak hirau pertanyaan maminya.

Dia sedang melamunkan perkataan teman teman jailnya kemarin, setelah pipinya di sun Agip sang pujaan.

"Wah, bisa demam nih, pertama dicium pacar"  

"Iya demam Aida Agip teh"

"Kayak demam dicium nyamuk Aedes Aegypti dongs"

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun