Jovinka Dewinta Laticia (6) warga Dusun Ngaglik RT 2 RW 1, Desa Rejosari, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang putri C Rahmat Ardianti ini, harusnya tengah menikmati masa kanak- kanaknya dengan penuh kebahagiaan. Sayang, alam sepertinya tak ramah sehingga ia hanya mampu tergeletak di atas kasur. Seperti apa derita dan nestapa bocah cantik tersebut, berikut catatannya.
Ketika Bambang Setyawan (Bamset) selaku "komandan" Relawan Lintas Komunitas (Relintas) Kota Salatiga tengah blusukan ke pelosok pedesaan. Mendadak masuk informasi yang menyebutkan bahwa di Dusun Ngaglik, terdapat gadis cilik yang sepanjang hidupnya hanya tergeletak di atas kasur. Ia tak mampu beraktifitas seperti galibnya anak- anak lainnya, artinya kebahagiaannya telah "terenggut" secara paksa.
Mendengar hal itu, Bamset segera mencari alamat yang dituju. Tak  mendapatkan kesulitan yang berarti, akhirnya tiba di rumah Suyut Trigiyanto (60) yang merupakan kakek kandung Jovinka. Kebetulan, Suyut tengah bekerja ke Kota Semarang, Bamset ditemui Arum (55) sang nenek. Sementara Jovinka dibaringkan di lantai beralaskan kasur tipis depan pesawat televisi.
Menurut Arum yang saban hari mengasuh Jovinka, Â sebagai anak yang merupakan penyandang disabilitas berat, Jovinka relatif mudah diasuh. Yang penting terdengar suara televisi , ia diam saja. Namun, semisal suara televisi mati dan ia belum tertidur, biasanya langsung menangis.
Saat Bamset mendekati Jovinka, anak malang yang dibalut nestapa tersebut hanya terdiam. Sesekali bibirnya tersenyum tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Duh..., bocah cantik yang sarat derita. Hingga Bamset mencoba menggendongnya, mendadak kepala Jovinka spontan mengangguk dan tak mampu lagi mendongak. Ternyata, memang tulang lehernya rapuh.
Sedangkan sang ibu, yakni Ardianti (begitu biasa disapa) tinggal terpisah sekitar 30 kilometer karena harus bekerja di pabrik. Seminggu sekali, ibunya datang untuk mengunjungi Jovinka. " Gaji pabrik juga tak seberapa, jadi ya memang serba repot," kata Arum sembari menambahkan putrinya tinggal di Kota Salatiga agar ngirit transportasinya.
Arum sendiri, dalam kesehariannya untuk membantu perekonomian, tiap malam membuka warung nasi goreng di ujung jalan masuk perkampungan. Tetapi, karena memang di pelosok, hasilnya juga kurang menggembirakan. Sebab, saban malam hanya mampu membawa pulang uang sekitar Rp 50.000 sampai Rp 100.000. " Itu pendapatan kotor lho," jelas Arum.
Berdasarkan penuturan Arum, di tahun 2015 saat Jovinka berada dalam kandungan, ibunya bekerja di kantin sebuah pabrik di Kabupaten Kendal. Mungkin karena terlalu sering diforsir, belakangan kandungannya mulai bermasalah. Saat usia kandungan mencapai usia 3 bulan, Â Ardianti karena kerap mengeluarkan lender dalam secara berlebihan.