Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nestapa dan Derita Jovinka

9 Januari 2021   13:16 Diperbarui: 9 Januari 2021   13:42 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bamset dengan Jovinka yang sarat nestapa (foto: dok pri)

Jovinka Dewinta Laticia (6) warga Dusun Ngaglik RT 2 RW 1, Desa Rejosari, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang putri C Rahmat Ardianti ini, harusnya tengah menikmati masa kanak- kanaknya dengan penuh kebahagiaan. Sayang, alam sepertinya tak ramah sehingga ia hanya mampu tergeletak di atas kasur. Seperti apa derita dan nestapa bocah cantik tersebut, berikut catatannya.

Ketika Bambang Setyawan (Bamset) selaku "komandan" Relawan Lintas Komunitas (Relintas) Kota Salatiga tengah blusukan ke pelosok pedesaan. Mendadak masuk informasi yang menyebutkan bahwa di Dusun Ngaglik, terdapat gadis cilik yang sepanjang hidupnya hanya tergeletak di atas kasur. Ia tak mampu beraktifitas seperti galibnya anak- anak lainnya, artinya kebahagiaannya telah "terenggut" secara paksa.

Mendengar hal itu, Bamset segera mencari alamat yang dituju. Tak  mendapatkan kesulitan yang berarti, akhirnya tiba di rumah Suyut Trigiyanto (60) yang merupakan kakek kandung Jovinka. Kebetulan, Suyut tengah bekerja ke Kota Semarang, Bamset ditemui Arum (55) sang nenek. Sementara Jovinka dibaringkan di lantai beralaskan kasur tipis depan pesawat televisi.

Arum, nenek Jovinka yang saban hari mengasuh cucunya (foto: dok pri)
Arum, nenek Jovinka yang saban hari mengasuh cucunya (foto: dok pri)
Sepintas, Jovinka seperti anak kebanyakan yang tengah tiduran sembari dikelilingi beragam mainan. Tapi, ketika didekati,  astaghfirullah hal adzim, anak tersebut hanya terdiam tak bereaksi. Diajak komunikasi pun, tiada respon sama sekali. " Paling pas lapar dia menangis, kalau sekedar digigit nyamuk, Jovinka hanya diam saja," kata neneknya.

Menurut Arum yang saban hari mengasuh Jovinka,  sebagai anak yang merupakan penyandang disabilitas berat, Jovinka relatif mudah diasuh. Yang penting terdengar suara televisi , ia diam saja. Namun, semisal suara televisi mati dan ia belum tertidur, biasanya langsung menangis.

Saat Bamset mendekati Jovinka, anak malang yang dibalut nestapa tersebut hanya terdiam. Sesekali bibirnya tersenyum tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Duh..., bocah cantik yang sarat derita. Hingga Bamset mencoba menggendongnya, mendadak kepala Jovinka spontan mengangguk dan tak mampu lagi mendongak. Ternyata, memang tulang lehernya rapuh.

Jovinka sayang tengah berbaring di depan pesawat televisi (foto: dok pri)
Jovinka sayang tengah berbaring di depan pesawat televisi (foto: dok pri)
Saban hari, Jovinka hanya menelan susu dan bubur instant. Celakanya, karena keterbatasan ekonomi, bila susu tak terbeli, maka neneknya memberikan susu kental manis yang nota bene biasa dipakai untuk bahan es campur. " Maklum, kakeknya hanya sopir di Kota Semarang," ungkap Arum.

Sedangkan sang ibu, yakni Ardianti (begitu biasa disapa) tinggal terpisah sekitar 30 kilometer karena harus bekerja di pabrik. Seminggu sekali, ibunya datang untuk mengunjungi Jovinka. " Gaji pabrik juga tak seberapa, jadi ya memang serba repot," kata Arum sembari menambahkan putrinya tinggal di Kota Salatiga agar ngirit transportasinya.

Arum sendiri, dalam kesehariannya untuk membantu perekonomian, tiap malam membuka warung nasi goreng di ujung jalan masuk perkampungan. Tetapi, karena memang di pelosok, hasilnya juga kurang menggembirakan. Sebab, saban malam hanya mampu membawa pulang uang sekitar Rp 50.000 sampai Rp 100.000. " Itu pendapatan kotor lho," jelas Arum.

Si cantik Jovinka tengah tertawa saat dikunjungi Bamset (foto: dok pri)
Si cantik Jovinka tengah tertawa saat dikunjungi Bamset (foto: dok pri)
Divonis jantung bocor dan mikrocefali

Berdasarkan penuturan Arum, di tahun 2015 saat Jovinka berada dalam kandungan, ibunya bekerja di kantin sebuah pabrik di Kabupaten Kendal. Mungkin karena terlalu sering diforsir, belakangan kandungannya mulai bermasalah. Saat usia kandungan mencapai usia 3 bulan,  Ardianti karena kerap mengeluarkan lender dalam secara berlebihan.

Sayang, dokter yang memeriksa melalui USG (Ultrasonography) mengatakan tak masalah dengan kandungannya. Hingga akhirnya, kandungan memasuki umur 8 bulan seminggu,  Ardianti memeriksakan ke dokter kandungan lainnya. Hasilnya ?  Dokter menyebut terdapat kelainan pada bagian kepala dan proses kelahiran harus melalui operasi.

Tepat usia kandungan 8 bulan 2 minggu,  Ardianti menjalani operasi untuk melahirkan Jovinka. Paska kelahiran, dokter memberikan vonis bahwa bayi menderita jantung bocor,mikrocefali dan down syndrome. Di mana, pertama kali menghirup udara, Jovinka hanya terdiam tak mengeluarkan tangisan. Bak disambar petir di siang bolong, sang ibu tak percaya dengan kabar yang diterimanya. Namun, faktanya memang begitu adanya.

Saat neneknya berjualan, Jovinka ditungguin kakeknya (foto: dok pri)
Saat neneknya berjualan, Jovinka ditungguin kakeknya (foto: dok pri)
Paska kelahiran itu, Jovinka harus menjalani opname penuh di Rumah Sakit selama 2 bulan. Hal ini untuk menyelamatkan nyawa bayi cantik tersebut, karena sesudah mencapai usia 2 bulan telah dijinkan dibawa pulang, akhirnya Jovinka dirawat di rumah. " Kami tidak tahu harus diobatkan kemana lagi, jadi yang tetap kami rawat saja di rumah," tutur Arum.

Dalam perkembangannya, di usia jalan 6 tahun, Jovinka tak hanya mengalami jantung bocor,mikrocefali dan down syndrome saja, namun, ia juga penyandang gizi buruk. Maklum, kebutuhan gizinya memang sulit terpenuhi mengingat tinggalnya di pelosok pedesaan.  Ya Allah , kenapa anak sekecil itu harus diberi beban yang teramat sangat berat..

Warung nasi goreng nenek Jovinka yang relatif sepi (foto: dok pri)
Warung nasi goreng nenek Jovinka yang relatif sepi (foto: dok pri)
Selepas menyambangi Jovinka, Bamset berulangkali mengunjungi anak malang itu. Tiap ada kesempatan, ia selalu bertandang. Kebetulan, Jovinka telah menjadi anak asuh Relintas, sehingga saban bulan berhak mendapatkan subsidi susu dan pampers. Tentunya, subsidi tersebut sangat jauh dari mencukupi, sebab, kebutuhan susu bubuk, pampers serta bubur instant saban hari dibutuhkan Jovinka, subsidi hanya cukup seminggu.

Itulah sedikit catatan tentang Jovinka yang sarat nestapa dan derita, mungkin pengobatan medis yang memadai bisa mengobatinya. Yang jadi masalah, biaya pendukung tak memungkinkan. Sebab, kendati menjadi penyandang disabilitas, Jovinka juga tidak mendapatkan bantuan  Program Keluarga Harapan (PKH). Sedangkan ibunya hanyalah buruh pabrik bergaji UMR. (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun