Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Usai PHK, Pasangan Ini Berhasil Ubah Limbah Jadi Rupiah

28 September 2017   16:00 Diperbarui: 28 September 2017   19:18 3160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mampu bersaing dengan mainan pabrikan (foto: dok pri)

Beragam bus mainan yang diproduksi Cepto dan Wuryandari (foto: dok pri)
Beragam bus mainan yang diproduksi Cepto dan Wuryandari (foto: dok pri)
Pada saat kembali menganggur itulah, Cepto yang hoby utak atik kayu, menemukan limbah triplek. Triplek yang ukurannya tak seberapa, dipotong-potongnya menjadi beberapa bagian, kemudian dirangkai menjadi mobil-mobilan berbentuk jeep. "Ketika itu, ada temannya yang melihat dan menganjurkan agar diproduksi massal," tutur Wuryandari.

Mulai saat itu, mulailah duet Cepto dan Wuryandari mencoba memproduksi mainan tradisional itu. Memanfaatkan limbah triplek serta kayu yang didapatnya di salah satu toko kayu, mereka getol membuat beragam bus. Hingga sudah memiliki bentuk yang lumayan, hasil produksinya dititipkan di kios-kios yang ada di Lopait. Ternyata, bus buatan keduanya laku keras, padahal teknik pengecatan masih ala kadarnya.

Melihat hasil produksinya diterima oleh pasar, Cepto mau pun Wuryandari semakin getol mengembangkan usahanya. Hal ini, rupanya tercium salah satu dosen Politeknik Undip Kota Semarang. Rupanya, pembuatan mainan dengan cara konvensional mengundang simpati dosen tersebut. Sehingga, Cepto diminta membuat proposal guna mengikuti pelatihan. "Selesai pelatihan, kami diberi bantuan berupa kompresor dan gergaji mesin," jelas Wuryandari.

Mampu bersaing dengan mainan pabrikan (foto: dok pri)
Mampu bersaing dengan mainan pabrikan (foto: dok pri)
Sementara dari materi pelatihan, Cepto mendapatkan ilmu cara mengecat kayu dengan hasil yang bagus namun irit cat, termasuk teori memadukan warna. Berkat dukungan Politeknik Undip itulah, usahanya terus mengalami perkembangan karena hasil produksinya berani diadu. Hanya yang jadi kendala, faktor SDM tetap belum terselesaikan sampai sekarang ini.

Itulah sedikit catatan tentang pasangan Septo dan Wuryandari yang piawai mensiasati hidup. PHK tak membuat mereka berputus asa, berkat ketekunannya mereka mampu menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri tanpa bergantung pada majikan. Kendati hasil yang dipetik belum terlalu menggemberikan, namun faktanya memanfaatkan limbah bisa menuai rupiah. Kesimpulannya, siapa pun yang mau bergerak serta inovatif sebenarnya tidak perlu takut kehilangan rejeki.

Bagaimana dengan Anda yang pernah jadi korban PHK? (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun