Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jam Bencet, Penentu Waktu Sholat Umat Muslim Tempo Dulu

30 Mei 2017   16:10 Diperbarui: 30 Mei 2017   18:14 2502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiang jam bencet di depan Masjid Al Muttaqin (foto: dok pri)

Ketika bangsa Indonesia masih berada dalam cengkraman pemerintahan kolonial Belanda, praktis angka buta huruf teramat sangat tinggi. Kendati begitu, umat Islam sudah mampu menentukan waktu yang tepat untuk menunaikan ibadah sholat. Selama ratusan tahun, mereka menggunakan jam bencet sebagai penentunya. Seperti apa wujutnya, berikut penelusurannya.

Sebelum berbagai jam analog mau pun arloji digital membanjiri Republik ini, kalangan Pondok Pesantren mau pun masjid- masjid besar, sudah mampu menentukan kapan umat Islam harus menunaikan sholat dhuhur, ashar hingga maghrib dengan akurat. Patokan yang digunakan adalah penunjuk waktu yang memiliki sebutan beragam, mulai jam istiwak, jam matahari, jam syamsiyah hingga jam bencet.

Teknologi penentu waktu yang sudah ada sejak peradaban Islam masa lalu ini, dibuat dari lempengan tembaga, berbentuk melengkung setengah lingkaran yang di bagian tembaganya terdapat garis- garis berikut angka. Di antara sisi cekungan, menempel besi melintang yang tengahnya diberi besi runcing. Ketika diterpa sinar matahari, maka bisa terbaca mulai pk 06.00 hingga 17.30.

Tiang jam bencet di depan Masjid Al Muttaqin (foto: dok pri)
Tiang jam bencet di depan Masjid Al Muttaqin (foto: dok pri)
Biasanya, lempengan tembaga berbentuk cekung tersebut, ditanam pada tembok yang didirikan di depan masjid. Bentuk bangunannya sederhana, hanya semacam tiang batu bata setinggi 1 meter. Tak semua orang mampu membacanya, namun, bagi  seorang muazim, hal tersebut bukan sesuatu yang sulit. Hanya dengan melihatnya sekilas, ia bakal mampu menentukan jam berapa saat itu.

Bila menilik cara kerjanya, sebenarnya sangat sederhana. Sebab, sinar matahari yang menyorot  pada besi runcing mirip jarum, akan menimbulkan bayangan yang ujungnya menunjuk pada garis tertentu. Nah, garis serta angka itulah yang dibaca oleh muazin guna mengumandangkan adzan. Sedangkan kelemahannya, bila cuaca hujan atau di malam hari, maka keberadaannya tidak mungkin terbaca.

Jam bencet di depan Masjid Al Asyar, Kesongo (foto: dok pri)
Jam bencet di depan Masjid Al Asyar, Kesongo (foto: dok pri)
Kendati keberadaan jam bencet ini nyaris punah ditelan jaman, namun, di Kota Salatiga mau pun Kabupaten Semarang masih bisa ditemukan. Setidaknya di Masjid Al Muttaqin, Kalibening, Tingkir , Masjid Assyarqowi, Pulutan, Sidorejo ,  Pondok Pesantren Al Asyhar, Kesongo, Tuntang,  dan  Masjid Jami, Jombor, Tuntang, Kabupaten Semarang masih terlihat. Untuk dua tempat terakhir, sarana penentu waktu itu tetap terpelihara dengan baik.

Jam bencet terlihat di halaman Kyai Baidhowi atau persis berada depan Masjid Al Asyar, sedangkan di Masjid Jami juga ada di halamannya, konon usianya sudah mencapai ratusan tahun. Sedangkan jam bencet di Masjid Assyarqowi,  Pulutan telah tidak difungsikan. Bahkan, posisinya yang berada disamping masjid, terdapat bekas congkelan paksa. Mungkin dianggap barang langka, sehingga mengundang minat pencoleng untuk mengembatnya.

Jam bencet di Masjid Assyarqowi nampak bekas congkelan (foto: dok pri)
Jam bencet di Masjid Assyarqowi nampak bekas congkelan (foto: dok pri)
Belum Digerus Jaman

Untuk jam bencet di Masjid Assyarqowi yang dibuat tahun 1957 sepertinya memang sudah tidak dimanfaatkan. Terbukti, dari posisi letaknya yang berada di dekat serambi masjid, otomatis sinar matahari bakal terhalang. Selain itu, besi yang yang biasa melintang berikut jarumnya juga telah raib. Jadi, keberadaannya hanya sekedar pajangan sisa masa lalu.

Berbeda dengan Masjid Assyarqowi, jam bencet  di Masjid Al Muttaqin masih terawat dengan baik, belum digerus jaman. Bahkan, muazin tetap memanfaatkannya untuk mengumandangkan adzan, kendati di masjid tersebut juga terdapat jam analog. Kenapa jam bencet tetap dipertahankan di saat teknologi telah berkembang pesat ? Jawabannya sederhana, karena sejak dulu sudah dijadikan patokan dan mempunyai tingkat akurasi yang tinggi, maka warga setempat enggan meninggalkannya.

“ Jam bencet ini, usianya sama persis dengan umur Masjid Al Muttaqin, yakni sekitar 97 tahun. Karena masjid mulai berdiri tahun 1920 dan sudah mengalami tiga kali renovasi,” kata Mohammad Solikin (50) warga setempat.

Menurutnya, di sekitar Kota Salatiga sebenarnya cukup banyak jam bencet di berbagai masjid, namun, karena dianggap sudah ketinggalan jaman, maka keberadaannya hanya dijadikan pelengkap. “ Di masjid kauman, Tingkir Lor juga ada, hanya saya tidak tahu apakah masih difungsikan atau tidak,” ungkapnya.

Jam bencet di Masjid Assyarqowi sudah tidak difungsikan (foto: dok pri)
Jam bencet di Masjid Assyarqowi sudah tidak difungsikan (foto: dok pri)
Keberadaan jam bencet di Masjid Al Muttaqin sendiri, lanjutnya,dulunya tepat berada di halaman masjid. Setelah bangunan direnovasi, penunjuk waktu tersebut digeser ke halaman rumah almarhum Maksum Sumyani yang memang lokasinya tepat di depan Masjid Al Muttaqin. Pergeseran juga tak dilakukan sembarangan, sebab, sebelum dipindah, pihak takmir masjid juga sudah berdiskusi dengan ahli falak.

“ Konsultasi dengan ahli falak dibutuhkan agar penempatannya tetap memiliki tingkat akurasi yang sama. Sebab, bagaimana pun juga, jam bencet itu punya sejarah panjang,” jelasnya menutup perbincangan.

Itulah sedikit penelusuran tentang peninggalan peradaban Islam masa lalu di Kota Salatiga, di mana, ditengah gempuran teknologi, ternyata yang berbau tradisional tetap mampu bertahan. Mungkin, di daerah lain juga banyak ditemui jam bencet ini, hanya orang yang melihatnya kurang mengetahui fungsinya. Selamat menjalankan ibadah puasa saudara, kiranya hal- hal terkait sejarah senantiasa terawat dan terlindungi. Jangan lupa, jaga hati serta jaga diri. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun