“ Dulu di lokasi ada gua kecil yang didalamnya terdapat gendang yang sering dipinjam orang. Ternyata, ada orang yang kurang ajar, yakni usai meminjamnya, gendang diolesi kotoran ayam. Setelah kejadian itu, terowongan berikut gendangnya menghilang,” ungkapnya.
Perihal nama GG, lanjutnya, hal itu disebabkan pada malam- malam tertentu sering terdengar suara gamelan di lokasi. Bila didekati, sumber suara perlahan menghilang. Karena memang belum mempunyai nama, akhirnya diberi nama GG. “ Yang pasti jaman saya kecil, siang hari pun tidak berani main ke tempat itu karena dikenal angker,” jelasnya.
Di parkiran, seorang pemuda bernama Andri (20) sempat menjelaskan bahwa lokasi ini baru digarap oleh KT Desa Lebak mulai bulan Januari lalu. Dipimpin Chandra selaku ketua KT, mereka meminta ijin kepada kepala desa untuk mengelolanya. Setelah pamong desa merestui, mereka bergotong royong membuka jalan, menyiapkan sarana prasarana hingga memasang spanduk di ruas jalan.
Itulah hasil blusukanhari ini, kendati serba sederhana, namun upaya para pemuda dari KT setempat itu layak diacungi jempol.Pasalnya, mereka sudah ikut memelihara alam dan memanfaatkan lingkungan untuk mengeksploitasinya guna kepentingan desanya. Harusnya, pihak pemerintahan desa ikut cawe- cawe agar lokasi GG mampu dikenal oleh masyarakat luas. Minimal, di jalan raya dipasang spanduk- spanduk berikut petunjuk jalannya sehingga pengendara kendaraan mampu melihatnya. (*)