Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gua Misterius di Grujugan Gamelan, Lebak, Bringin

18 Mei 2017   17:16 Diperbarui: 18 Mei 2017   17:21 5927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Begini penampakan Grujugan Gamelan (foto: dok pri)

Gua misterius di Grujugan Gamelan (GG) atau semacam air terjun yang terpecah di Dusun Brangkulon, Lebak, Bringin, Kabupaten Semarang membuat pensaran siapa pun. Lokasinya yang tersembunyi konon tak semua orang mampu melihatnya, untuk membuktikannya, akhirnya saya menyambangi obyek wisata gratis yang dikelola oleh pemuda Karang Taruna (KT) setempat itu. Berikut catatannya.

Tertarik dengan cerita banyak orang, akhirnya Kamis  (18/5) sore, saya pun mengunjungi lokasi wisata prodeo yang berjarak sekitar 13 kilometer dari Kota Salatiga tersebut. Untuk menuju GG, orang bisa melewati perkampungan yang jalurnya tidak begitu bagus. Sedangkan jalur yang relatif  baik, melalui jalan raya Bringin-Kedung Jati, Kabupaten Purwodadi.

Karena ingin mencoba dua jalur, maka saya memilih berangkat melewati perkampungan sedangkan pulangnya melalui jalan raya. Hanya membutuhkan waktu 20 menit, ternyata sudah tiba di lokasi. Ada beberapa ruas jalan yang rusak parah, bahkan, salah satu terowongan kecil yang dibuat PT Kereta Api Indonesia terlihat digenangi air sehingga aspalnya mengelupas.

Spanduk masuk dusun Brangkulon (foto: dok pri)
Spanduk masuk dusun Brangkulon (foto: dok pri)
Memasuki Dusun Brangkulon, terlihat spanduk besar yang dipasang pemuda KT. Berbahan MMT, tertulis Grujugan Gamelan, sementara di beberapa gang diberi petunjuk sederhana. Melewati gang selebar sekitar 1,5 meter (mobil tidak bisa masuk), akhirnya tiba di lahan kosong milik warga yang diubah menjadi tempat parkir. Di sini pengunjung hanya dikenai biaya parkir sebesar Rp 2.000, selebihnya bebas blusukan.

Di pintu masuk yang dibuat ala kadarnya, terpampang sejumlah peringatan seperti tidak boleh berenang ketika cuaca buruk, berpakaian sopan saat berenang, berhati- hati sewaktu selfie, jalan menuju lokasi licin hingga dilarang keras membawa minuman keras. Aturan yang ditulis memang benar adanya, jalur menurun hingga memiliki sudut kemiringan 50 derajat bila usai diguyur hujan mampu menjatuhkan orang, beruntung cuaca siang ini cerah.

Melihat pintu masuk semacam gapura yang dibuat menggunakan bambu dan belahan papan, sebenarnya menimbulkan keraguan. Namun, bagaimana pun harus diapresiasi langkah para pemuda tersebut yang ingin memajukan desanya. Melewati jalan selebar 1 meteran dan berupa tanah, jaraknya hanya berkisar 200 an meter untuk sampai di GG.

Pintu masuk GG yang dibuat KT setempat (foto: dok pri)
Pintu masuk GG yang dibuat KT setempat (foto: dok pri)
Gua Lenyap

Mendekati lokasi, nampak gazebo sederhana yang didirikan menggunakan bahan material bambu, beratapkan terpal plastik dan tempat duduk bambu juga. Terlihat ibu muda tengah bermain dengan anaknya di ayunan yang juga sangat sederhana, sementara di pojokan sebuah warung kecil menyediakan berbagai snack mau pun minuman. Upaya yang lumayan demi desanya.

Hingga tiba di sungai yang disebut sebagai GG ini, sungguh luar biasa. Bebatuan besar memenuhi sungai selebar hampir 10 meter sehingga menimbulkan pemandangan yang eksotis. Terlihat jelas, batu- batu yang beratnya ratusan kilogram itu sengaja dipelihara dan diharamkan untuk dipecah guna dijadikan material bangunan. Beberapa remaja putri asyik berselfie berulangkali berganti gaya.

Di balik air konon dulunya terdapat gua (foto: dok pri)
Di balik air konon dulunya terdapat gua (foto: dok pri)
Sedangkan di bagian atas yang juga terdiri bebatuan besar, terlihat air mengalir ke bawah terpecah menjadi beberapa bagian sehingga menimbulkan efek keindahan di mata. Setelah melewati bebatuan, terdapat semacam kolam untuk berenang pengunjung. Kolam tersebut hanya sisa tumpahan air yang sengaja dibendung oleh KT. Saat itu, tidak satu pun pengunjung yang  berenang, mungkin agak risi karena airnya berwarna cokelat.

Menurut Nur Mualifah (45) warga setempat, ia belum pernah melihat gua misterius tersebut. . Hanya berdasarkan cerita kakeknya, jaman dulu memang terdapat terowongan mirip gua di antara tumpukan bebatuan. Hingga berpuluh tahun kemudian, keberadaannya lenyap tak berbekas.

“ Dulu di lokasi ada gua kecil yang didalamnya terdapat gendang yang sering dipinjam orang. Ternyata, ada orang yang kurang ajar, yakni usai meminjamnya, gendang diolesi kotoran ayam. Setelah kejadian itu, terowongan berikut gendangnya menghilang,” ungkapnya.

Perihal nama GG, lanjutnya, hal itu disebabkan pada malam- malam tertentu sering terdengar suara gamelan di lokasi. Bila didekati, sumber suara perlahan menghilang. Karena memang belum mempunyai nama, akhirnya diberi nama GG. “ Yang pasti jaman saya kecil, siang hari pun tidak berani main ke tempat itu karena dikenal angker,” jelasnya.

Keindahan alam yang bisa dinikmati gratis (foto: dok pri)
Keindahan alam yang bisa dinikmati gratis (foto: dok pri)
Kendati tidak menemukan gua misterius, namun dilihat dari jarak sekitar 25 meter, alam di sini memang sangat indah. Sepertinya lokasi tersebut,  terlindungi oleh keraifan lokal sehingga tak terlihat corat- coret menggunakan pilox seperti galibnya lokasi wisata desa yang banyak dikunjungi remaja. Hampir satu jam menikmati gemericik air, akhirnya saya putuskan meninggalkan GG nan cantik.

Di parkiran, seorang pemuda bernama Andri (20) sempat menjelaskan bahwa lokasi ini baru digarap oleh KT Desa Lebak mulai bulan Januari lalu. Dipimpin Chandra selaku ketua KT, mereka meminta ijin kepada kepala desa untuk mengelolanya. Setelah pamong desa merestui, mereka bergotong royong membuka jalan, menyiapkan sarana prasarana hingga memasang spanduk di ruas jalan.

Ayunan dan gazebo sederhana yang dibuat KT (foto: dok pri)
Ayunan dan gazebo sederhana yang dibuat KT (foto: dok pri)
Setelah semuanya dianggap memadai, akhirnya obyek wisata dibuka untuk umum secara gratis. Kemungkinan, memasuki hari Raya Idhul Fitri mendatang baru ditetapkan biaya masuk. “ Sekarang masih tahap sosialisasi dan menyiapkan segala sesuatunya yang kurang. Jadi kami hanya menarik uang parkir saja,” ungkapnya.

Itulah hasil blusukanhari ini, kendati serba sederhana, namun upaya para pemuda dari KT setempat itu layak diacungi jempol.Pasalnya, mereka sudah ikut memelihara alam dan memanfaatkan lingkungan untuk mengeksploitasinya guna kepentingan desanya. Harusnya, pihak pemerintahan desa ikut cawe- cawe agar lokasi GG mampu dikenal oleh masyarakat luas.  Minimal, di jalan raya dipasang spanduk- spanduk berikut petunjuk jalannya sehingga pengendara kendaraan mampu melihatnya. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun