Paryoto seorang diri menjaga & merawat Stasiun (foto: dok pri)
Hingga tahun 2013, saat Stasiun Ambarawa direvitalisasi, aktivitas kereta wisata sementara waktu dihentikan. Semenjak itu, Paryoto praktis merawat Stasiun Bedono sendirian. Khusus soal perawatan, Paryoto layak diapresiasi. Sebab, kendati tanpa didampingi siapa pun, secara kasat mata, kondisi stasiun terlihat bersih. Bahkan, ketika diajak berbincang, tangannya enggan melepas sapu ijuk. Sembari menyapu lantai kotak sisa masa lalu, mulutnya tetap bercerita perihal keberadaan kereta uap.
Sedikit gambaran Stasiun Bedono saat ini, seperti galibnya sebuah stasiun penghubung, bangunannya tak begitu luas. Begitu memasuki gerbang, di sebelah kanan terdapat loket yang bentuknya belum berubah. Di seluruh penjuru ruang tunggu dilengkapi kursi kayu memanjang yang mengitari tembok tebal. Begitu pun di peron, banyak kursi kayu yang kondisinya sangat terawat.
Pengatur sinyal , berkarat tapi bersih (foto: dok pri)
Lantai stasiun merupakan tegel berlobang kotak-kotak, diduga fungsinya agar para penumpang tidak terpeleset ketika memasuki musim hujan. Sementara di peron, terlihat pengatur sinyal yang dibuat dari baja. Meski begitu, saat dipegang terasa telah digerogoti karat kendati relatif bersih. Pintu maupun jendelanya tampak utuh, sepertinya rayap pun malas menggerogotinya.
Berjarak sekitar 10 meter, terlihat bangunan kecil yang berfungsi menjadi toilet. Kondisinya, seperti benda lainnya, semuanya terawat. Menurut Paryoto, kendati saat ini kereta wisata sudah tidak aktif, namun nantinya bakal dihidupkan lagi. Untuk paket wisata Ambarawa- Bedono pergi-pulang, tarifnya Rp 20 juta dengan dilengkapi dua gerbong yang mampu diisi sekitar 100 penumpang.
Toilet jaman Belanda yang tetap bersih (foto: dok pri)
Pada hari-hari biasa, terkadang ada satu dua mobil yang bertandang ke Stasiun Bedono. Selain penasaran dengan keberadaannya, mayoritas pengunjung ber-
selfie secara gratis. Ia berharap, dalam waktu dekat kereta wisata kembali beroperasi agar dirinya tak dilanda kesunyian. “ Walau belum tentu saban hari ada kereta yang datang, tapi minimal akan membuat situasi stasiun menjadi lebih hidup,” harapnya.
Itulah gambaran Stasiun Bedono sekarang ini. Kendati dibangun sejak tahun 1873, kondisi fisik bangunannya tetap kokoh berdiri. Maklum, saat dibangun, pelaksananya tak mengenal kosakata korupsi. Jadi, meski usianya sudah seabad lebih, tetapi kekokohannya mampu teruji. Sebagai penutup, keberadaan Paryoto sekali lagi layak diapresiasi. Berkat dirinyalah, stasiun itu kondisinya terlihat bersih dan sangat terawat. Dengan status karyawan harian, dedikasinya sungguh luar biasa. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya