Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Usia 143 Tahun, Stasiun Bedono Tetap Kokoh Tak Tergerus Zaman

26 Juli 2016   15:16 Diperbarui: 26 Juli 2016   18:16 1339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Begini wajah Stasiun Bedono sekarang (foto: dok pri)

Kendati saat ini sudah tidak difungsikan lagi, Stasiun Kereta Api Bedono, Jambu, Kabupaten Semarang yang tengah memasuki usia 143 tahun, ternyata tetap kokoh berdiri. Bahkan, tak ada perubahan yang berarti atas kondisi fisik bangunannya. Berikut adalah catatan blusukannya ketika hujan mengguyur bumi.

Bicara kereta api di Indonesia, tak bisa lepas dari keberadaan sebuah stasiun. Demikian pula dengan cikal bakal angkutan ular besi tersebut, tentunya tidak mungkin mengabaikan keberadaan pemerintahan kolonial Belanda yang agresif menggasak berbagai hasil bumi Nusantara. Melalui perusahaan kereta api yang bernama Nederlandsch Indisch Spoorweg Matscapij (NISM), mereka membuka jalur kereta api pertama di Kota Semarang.

Fungsi pembuatan jalur kereta api tersebut, sebenarnya bermotif kepentingan ekonomi di mana hasil bumi mampu diangkut langsung menuju Pelabuhan Semarang, selanjutnya dilempar ke pasar dunia. Prinsipnya, suka-suka pemerintahan kolonial. Padahal, berbagai produksi pertanian itu, sebenarnya merupakan buah kerja paksa kaum pribumi. Kendati begitu, siapa yang berani protes? Salah-salah nyawa bakal melayang.

Pembangunan jaringan rel pertama yang dimulai tahun 1867 di Semarang, akhirnya mulai merambah ke daerah-daerah lain. Pasalnya, selain kepentingan ekonomi, pihak pemerintahan kolonial Belanda juga menganggap angkutan kereta api lebih pas dimanfaatkan guna mengangkut personil militer dalam jumlah besar. Terkait hal itu, di kota maupun kabupaten yang berdekatan dengan Semarang segera dibuat jalur rel, termasuk Grobogan, Surakarta, Yogyakarta, Magelang dan tentunya Ambarawa.

Peron Stasiun Bedono nampak bersih (foto: dok pri)
Peron Stasiun Bedono nampak bersih (foto: dok pri)
Setelah Stasiun Ambarawa berhasil dibangun, secara bersamaan NIMS juga membangun beberapa stasiun pendukung. Salah satunya, yakni Stasiun Bedono yang menjadi pemberhentian antara Ambarawa-Magelang. Kenapa wilayah Kecamatan Jambu perlu didirikan sebuah stasiun? Jawabnya sederhana, kawasan Bedono merupakan dataran yang terletak 711 mdpl, di mana terdapat banyak perkebunan kopi.

Kopi yang menjadi komoditas ekspor pihak kolonial Belanda, perlu mendapat prioritas pengangkutan. Bila sebelumnya untuk mengangkutnya hanya memanfaatkan pedati, sifat rakus Belanda makin menjadi. Mereka menginginkan adanya sarana transportasi yang mampu membawa hasil bumi dalam jumlah besar. Tiada pilihan lain, kecuali kereta api. Celakanya, posisi Bedono berada di dataran tinggi sehingga susah bagi kereta api biasa menjangkaunya.

Termasuk cagar budaya (foto: dok pri)
Termasuk cagar budaya (foto: dok pri)
Lokomotif Bergerigi

Bukan NISM kalau hanya mengalami kesulitan pendakian tak mampu mengatasinya. Solusinya, perusahaan kereta api Belanda tersebut menggunakan lokomotif uap bergerigi. Implikasinya, rel pun dibuat secara khusus. Bila jalur kereta api biasanya hanya dua besi memanjang yang dibaut di atas bantalan kayu, untuk tanjakan Bedono, rel dibuat beda, yakni, bagian tengahnya terdapat besi-besi yang mampu dikait oleh gerigi lokomotif.

Paryoto (42) penjaga Stasiun Bedono yang merawat cagar budaya ini sendirian, menjelaskan untuk memuluskan transportasinya, NISM menggunakan lokomotif uap berbahan bakar kayu. Kayu-kayu yang dimanfaatkan memanaskan mesin, biasanya terdiri atas kayu jati. “Lokomotif yang digunakan bernomor seri B 2502, buatan Jerman,” ungkapnya.

Begini bentuk rel untuk Loko bergerigi (foto: dok pri)
Begini bentuk rel untuk Loko bergerigi (foto: dok pri)
Pria beranak dua yang berstatus sebagai karyawan harian PT Kereta Api Indonesia (KAI) itu menjelaskan, karena kayu bakar bersifat memanaskan ketel berisi air, biasanya saat kereta api tiba di Stasiun Bedono, harus kembali diisi air. Untuk itu, pihak NISM membangun bak air cukup besar yang terletak di samping rel kereta api. Sampai sekarang, bak air masih belum mengalami perubahan bentuk.

Hingga Belanda hengkang dari Indonesia, lanjut Paryoto, kereta api uap tetap menjalankan tugasnya menyisir rel hingga Magelang. Baru di tahun 1976, ketika sarana transportasi darat mulai marak di jalanan, operasional lokomotif uzur tersebut dihentikan karena kurangnya penumpang. “Tahun 2000-an dihidupkan lagi untuk mengangkut penumpang wisata yang didominasi turis luar negeri,” tuturnya.

Paryoto seorang diri menjaga & merawat Stasiun (foto: dok pri)
Paryoto seorang diri menjaga & merawat Stasiun (foto: dok pri)
Hingga tahun 2013, saat Stasiun Ambarawa direvitalisasi, aktivitas kereta wisata sementara waktu dihentikan. Semenjak itu, Paryoto praktis merawat Stasiun Bedono sendirian. Khusus soal perawatan, Paryoto layak diapresiasi. Sebab, kendati tanpa didampingi siapa pun, secara kasat mata, kondisi stasiun terlihat bersih. Bahkan, ketika diajak berbincang, tangannya enggan melepas sapu ijuk. Sembari menyapu lantai kotak sisa masa lalu, mulutnya tetap bercerita perihal keberadaan kereta uap.

Sedikit gambaran Stasiun Bedono saat ini, seperti galibnya sebuah stasiun penghubung, bangunannya tak begitu luas. Begitu memasuki gerbang, di sebelah kanan terdapat loket yang bentuknya belum berubah. Di seluruh penjuru ruang tunggu dilengkapi kursi kayu memanjang yang mengitari tembok tebal. Begitu pun di peron, banyak kursi kayu yang kondisinya sangat terawat.

Pengatur sinyal , berkarat tapi bersih (foto: dok pri)
Pengatur sinyal , berkarat tapi bersih (foto: dok pri)
Lantai stasiun merupakan tegel berlobang kotak-kotak, diduga fungsinya agar para penumpang tidak terpeleset ketika memasuki musim hujan. Sementara di peron, terlihat pengatur sinyal yang dibuat dari baja. Meski begitu, saat dipegang terasa telah digerogoti karat kendati relatif bersih. Pintu maupun jendelanya tampak utuh, sepertinya rayap pun malas menggerogotinya.

Berjarak sekitar 10 meter, terlihat bangunan kecil yang berfungsi menjadi toilet. Kondisinya, seperti benda lainnya, semuanya terawat. Menurut Paryoto, kendati saat ini kereta wisata sudah tidak aktif, namun nantinya bakal dihidupkan lagi. Untuk paket wisata Ambarawa- Bedono pergi-pulang, tarifnya Rp 20 juta dengan dilengkapi dua gerbong yang mampu diisi sekitar 100 penumpang.

Toilet jaman Belanda yang tetap bersih (foto: dok pri)
Toilet jaman Belanda yang tetap bersih (foto: dok pri)
Pada hari-hari biasa, terkadang ada satu dua mobil yang bertandang ke Stasiun Bedono. Selain penasaran dengan keberadaannya, mayoritas pengunjung ber-selfie secara gratis. Ia berharap, dalam waktu dekat kereta wisata kembali beroperasi agar dirinya tak dilanda kesunyian. “ Walau belum tentu saban hari ada kereta yang datang, tapi minimal akan membuat situasi stasiun menjadi lebih hidup,” harapnya.

Itulah gambaran Stasiun Bedono sekarang ini. Kendati dibangun sejak tahun 1873, kondisi fisik bangunannya tetap kokoh berdiri. Maklum, saat dibangun, pelaksananya tak mengenal kosakata korupsi. Jadi, meski usianya sudah seabad lebih, tetapi kekokohannya mampu teruji. Sebagai penutup, keberadaan Paryoto sekali lagi layak diapresiasi. Berkat dirinyalah, stasiun itu kondisinya terlihat bersih dan sangat terawat. Dengan status karyawan harian, dedikasinya sungguh luar biasa. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun