Mohon tunggu...
Bambang Wahyu Widayadi
Bambang Wahyu Widayadi Mohon Tunggu... lainnya -

Menulis sejak 1979. di KR, Masa Kini, Suara Merdeka, Sinartani, Horison, Kompasiana, juga pernah menjadi Redpel Mingguan Eksponen Yogyakarta. Saat ini aktif membantu media online sorotgunungkidul.com. Secara rutin menulis juga di Swarawarga. Alumnus IKIP Negeri Yogyakarta sekarang UNY angkatan 1976 FPBS Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pernah mengajar di SMA Negeri 1 Sampit Kota Waringin Timur Kalteng, STM Migas Cepu, SMA Santo Louis Cepu, SPBMA MM Yogyakarta, SMA TRISAKTI Patuk, SMA Bhinakarya Wonosari, SMA Muhammadiyah Wonosari. Pernah menjabat Kabag Pembangunan Desa Putat Kecamatan Patuk. Salam damai dan persaudaraan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Boleh Jadi, Ada yang Mengenal Pemuda Ini

10 Maret 2019   08:48 Diperbarui: 10 Maret 2019   09:11 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

GUNUNGKIDUL, - Seorang lelaki mendorong batu ke puncak bukit, setiap berhasil sampai titik tertinggi, batu tersebut kembali menggelinding ke bawah. Sulit diterima nalar, lekaki tersebut tidak bosan-bosan, mengulangi pekerjaan yang sama. Terus mendorong ke puncak, dan batu itu pun kembali menggelinding ke bawah.


Lelaki tersebut benama Sisifus, diceriterakan dalam karya jenis esai filsafat, ditulis oleh Albert Camus. Menurut Wikipedia, buku tersebut terdiri dari 120 halaman, aslinya diterbitkan pada 1942 dalam bahasa Prancis berjudul Le Mythe de Sisyphe. Berikutnya diterjemahan dalam bahasa Inggris oleh Justin O'Brien terbit pada tahun 1955.


Sisifus adalah mitos, kata sebagian penikmat esai sastra, karya tersebut beraliran eksistensialisme, yang kelewat absurd (konyol).

Di Gunungkidul, tiba-tiba hadir lelaki  serupa, namun  sedikit berbeda dengan susifus. Dia anonim, karena ketika ditanya, hanya diam, tidak mau nenyebutkan jati diri.

pemuda-2-5c84683143322f02a156b794.jpeg
pemuda-2-5c84683143322f02a156b794.jpeg
Alamat lelaki itupun tidak diketahui. Yang jelas sejak Jumat, pukul 16.00 WIB, (8/3), berada di sekirar Desa Logandeng, Kecamatan Playen, Gunungkidul DIY. Dia  menyisir jalan nasional Wonosari-Yogyakarta.

Dia tidak pernah melawan arus, selalu mengambil posisi kiri, pada jalan yang mengarah kota Yogyakarta. Lelaki tersebut menggotong aneka barang, lebih dari 50 kg.

Teramati bahwa setiap 10 atau 15 meter dia berhenti sejenak, rupanya beban yang dibawa terlalu berat. Tanpa mengucap kata sepatah pun, hanya terdengar gemirincing suara kelinting mengikuti irama langkahnya.

                                                       

Bahwa  24 jam kemudian, yakni pukul  16.00 WIB, Sabtu (9/3) lelaki tersebut baru sampai di Desa Putat, Kecamatan Patuk. Diukur dari Logandeng berjarak sekitar 12 Km.

Tertangkap kamera video, entah mengapa, lelaki itu tiba-tiba berhenti, dan meninggalkan barang bawaan (yang berupa aneka limbah) di tepi jalan, persisnya di Putat Wetan, Desa Putat, Kecamatan Patuk.


Lelaki tersebut sangat misterius. Dia tidak pernah menyapa, juga tidak pernah disapa. Menurut UUD 1945, Pasal 34, Ayat (1), semestinya dia diperhatikan oleh Negara. Fakta di lapangan berbeda, masyarakat tidak ada satu pun yang sudi menggubrisnya.

Begitu meningalkan barang bawaan, lelaki itu berjalan ke barat, mengarah ke Yogyakarta. Barangkali ada keluarga yang kehilangan, bisa melacak, dia berada di kawasan DIY.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun