GUNUNGKIDUL, - Seorang lelaki mendorong batu ke puncak bukit, setiap berhasil sampai titik tertinggi, batu tersebut kembali menggelinding ke bawah. Sulit diterima nalar, lekaki tersebut tidak bosan-bosan, mengulangi pekerjaan yang sama. Terus mendorong ke puncak, dan batu itu pun kembali menggelinding ke bawah.
Lelaki tersebut benama Sisifus, diceriterakan dalam karya jenis esai filsafat, ditulis oleh Albert Camus. Menurut Wikipedia, buku tersebut terdiri dari 120 halaman, aslinya diterbitkan pada 1942 dalam bahasa Prancis berjudul Le Mythe de Sisyphe. Berikutnya diterjemahan dalam bahasa Inggris oleh Justin O'Brien terbit pada tahun 1955.
Sisifus adalah mitos, kata sebagian penikmat esai sastra, karya tersebut beraliran eksistensialisme, yang kelewat absurd (konyol).
Di Gunungkidul, tiba-tiba hadir lelaki  serupa, namun  sedikit berbeda dengan susifus. Dia anonim, karena ketika ditanya, hanya diam, tidak mau nenyebutkan jati diri.
Dia tidak pernah melawan arus, selalu mengambil posisi kiri, pada jalan yang mengarah kota Yogyakarta. Lelaki tersebut menggotong aneka barang, lebih dari 50 kg.
Teramati bahwa setiap 10 atau 15 meter dia berhenti sejenak, rupanya beban yang dibawa terlalu berat. Tanpa mengucap kata sepatah pun, hanya terdengar gemirincing suara kelinting mengikuti irama langkahnya.
                           Â
Bahwa  24 jam kemudian, yakni pukul  16.00 WIB, Sabtu (9/3) lelaki tersebut baru sampai di Desa Putat, Kecamatan Patuk. Diukur dari Logandeng berjarak sekitar 12 Km.
Tertangkap kamera video, entah mengapa, lelaki itu tiba-tiba berhenti, dan meninggalkan barang bawaan (yang berupa aneka limbah) di tepi jalan, persisnya di Putat Wetan, Desa Putat, Kecamatan Patuk.
Lelaki tersebut sangat misterius. Dia tidak pernah menyapa, juga tidak pernah disapa. Menurut UUD 1945, Pasal 34, Ayat (1), semestinya dia diperhatikan oleh Negara. Fakta di lapangan berbeda, masyarakat tidak ada satu pun yang sudi menggubrisnya.
Begitu meningalkan barang bawaan, lelaki itu berjalan ke barat, mengarah ke Yogyakarta. Barangkali ada keluarga yang kehilangan, bisa melacak, dia berada di kawasan DIY.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H