Mohon tunggu...
Bambang Trimansyah
Bambang Trimansyah Mohon Tunggu... Editor - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Seorang penulis buku dan editor buku.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ide Menulis itu Ditemukan, Bukan Dicari

13 Agustus 2024   07:32 Diperbarui: 13 Agustus 2024   15:22 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ide itu ada yang bersifat spontan, datang tiba-tiba. Ada juga yang bersifat muncul perlahan karena distimulus. Saya lebih suka menggunakan kata kerja 'menemukan' ide daripada 'mencari' ide.

Ada yang mungkin beranggapan "Lah, kalau tidak dicari, bagaimana mungkin ditemukan?"

Saya pun bertanya "Terus mencari ide itu di mana dan ke mana?"

Bagi saya ide menulis itu sudah tersedia setiap hari. Ia tersembunyi di balik tiga unsur, yaitu peristiwa, fenomena, dan momentum. Ketiganya sebut saja sebagai pemicu.

Ada tiga aktivitas yang dapat Anda lakukan agar bertemu dengan ide dan Anda mampu mendeteksi pemicunya, yaitu dengan banyak membaca, banyak berjalan, dan banyak bersilaturahmi.

Tidak mungkin menulis (dengan sangat baik) jika Anda tidak membaca. Tidak mungkin tulisan itu kaya jika Anda tidak bepergian dan bertemu banyak orang.

Ide itu seperti anugerah dan hidayah yang turun setiap hari ke bumi, setiap hari loh. Karena itu, seorang penulis yang produktif atau sedang melakoni jurus menulis 365 hari, pasti mampu melakukannya meskipun ia menulis secara acak. 

Di Kompasiana ini ada penulis yang sangat produktif, hampir menulis setiap hari. Dari mana ide menulis itu datang? Cek saja, apakah ia menulis dari suatu peristiwa, fenenoma, atau sebuah momentum?

Kecerdasan Menulis

Dua hari kemarin, 11 Agustus 2024, saya diminta teman-teman yang tergabung dalam komunitas Kumham Muda untuk berbagi dalam sesi mentoring menulis. Mereka mengadakan kegiatan Book Writing Challenge dengan melibatkan lebih dari 80 orang untuk menulis artikel khas (feature).

Tajuk menarik diberikan kepada saya dalam bahasa Inggris. How to Generate Ideas to Write without AI Help. Penggunaan AI dalam menulis memang telah menjadi isu karena aplikasi kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT dapat mempermudah seseorang untuk menulis alih-alih membuatkan tulisan dengan topik tertentu.

Menggunakan AI untuk menulis sudah di depan mata dan sudah dilakukan oleh banyak orang. Bahkan, ada yang menggelar pelatihan menulis buku dalam sehari---jelas menggunakan AI. 

Ya, bagaimana mungkin kalau tidak menggunakan AI dengan menjadikan AI sebagai pesuruh melalui perintah yang disebut prompt. Pembaca mungkin tidak peduli bahwa karya itu adalah karya AI yang mirip dengan buatan manusia.

Kemudian, ada banyak perdebatan dan peringatan soal AI generatif yang digunakan untuk menulis. Jika AI bekerja, kita tidak perlu lagi berbincang soal penemuan ide, pemantik ide, dan penggalian ide. Kita sudah menumpulkan kecerdasan pada diri sendiri sedari awal dengan AI.

Rodolfo Degaldo, pendiri dan CEO Replay Listings yang bergerak dalam bidang teknologi, menuliskan opininya tentang AI untuk menulis. Ia mengisahkan pengalamannya menulis dengan AI dan dipublikasikan di Forbes. Degaldo memasukkan hasil tulisannya ke ChatGPT. Ia takjub aplikasi generatif AI itu mengubah tulisannya menjadi sangat bagus. 

Namun, tulisan itu disebutnya mulus, tetapi tidak memiliki sentuhan kemanusiaan yang ada pada dirinya. Ia menyebut suara uniknya dan kemanusiaannya telah dikesampingkan oleh AI.

Alhasil, Degaldo, menulis tentang dampak penggunaan hasil tulisan AI untuk bisnis. Ia berpendapat tulisan AI tidak baik untuk bisnis karena mengesampingkan emosi.

Saya sendiri tidak anti dengan AI. Saya menggunakan ChatGPT untuk berdialog dan berdiskusi tentang beberapa topik yang memang memerlukan penegasan. AI membantu saya mengumpulkan data dan fakta. Tapi, saya kemudian berusaha "menjadi AI" untuk diri saya sendiri ketika penjelasan dari ChatGPT saya bahasakan ulang dengan rasa bahasa dan emosi bawaan saya. 

Kita semua dibekali fitur kemanusiaan yang dahsyat sebagai basis peniruan dan pembelajaran yang dilakukan AI. Fitur utama adalah pancaindra ditambah dengan pikiran dan perasaan. Fitur pelengkap adalah intuisi dan imajinasi.

Jadi, seberapa sering atau seberapa optimal kita menggunakan fitur-fitur kecerdasan itu untuk menulis?

Mereka yang tanpa pikir panjang menggunakan AI untuk menulis atau memercayai hasil AI itu sangat bagus, perlahan tapi pasti akan meredupkan kemampuan fitur kecerdasan di dalam dirinya.

Itu sebabnya, saya masih menulis blog di situs web saya, di Kompasiana, di media sosial, dan di media lainnya dengan tetap berusaha menulis sendiri sehingga gaya unik atau suara unik saya tetap ada. 

Unsur Ide

Menemukan ide itu sebuah seni menulis yang setiap orang pada dirinya dibekali kapasitas. Beberapa orang yang malas menganggapnya sulit lalu mengambil jalan pintas menjiplak tulisan orang lain dan sekarang ada jalan pintas lain menggunakan AI. 

Tak sampai pada menemukan ide, ide itu juga harus dipantik agar mengeluarkan hal-hal yang unik dan menarik lalu penulis menggalinya dari satu sudut pandang (angle). Itu juga sebuah seni yang setiap orang mengembangkan dengan gayanya masing-masing.

Proses berkarya itu yang kemudian disebut proses kreatif. Jika Anda pernah membaca buku yang disusun oleh Pamusuk Eneste tentang proses kreatif, Anda akan takjub bagaimana setiap penulis memiliki cara tersendiri untuk menemukan dan menstimulus idenya sehingga berwujud menjadi tulisan yang indah sekaligus berguna.

Saya menemukan unsur ide, yaitu pemicu, penimbang, penguat, dan penegas. Pemicu ide seperti telah saya sampaikan, yaitu peristiwa, fenomena, dan momentum. Pemicu itu ada setiap hari dan dapat ditemukan jika kita mampu mengoptimalkan pancaindra, pikiran, perasaan, intuisi, dan imajinasi. Maka dari itu, banyaklah membaca, berjalan, dan bersilaturahmi.

Penimbang ide yang tidak boleh dilupakan oleh penulis adalah pembaca sasaran atau siapa audiensi yang dituju dari tulisan. Penimbang ide sangat berkaitan dengan tujuan penulisan.

Misalnya, tulisan dengan tujuan memengaruhi untuk anak-anak terkait dengan perubahan iklim akan menjadi penimbang bagi penulis bagaimana menggunakan materi, bahasa, dan visualisasi yang sesuai untuk mereka.

Penguat ide ibarat penguat sinyal. Anda harus memiliki pengetahuan dan keterampilan. Anda boleh juga jika memiliki suatu penemuan. Anda lebih asyik jika memiliki pengalaman langsung tentang topik yang ditulis. Selanjutnya, Anda lebih berdaya jika memiliki imajinasi tingkat tinggi.

Alhasil, pada ujungnya adalah penegas ide. Penegas paling kuat adalah masalah. Banyak pembaca tertarik pada masalah dan solusinya. Karena itu, sebelum menulis ada baiknya penulis menakar masalah yang hendak dia tulis. Apakah masalah itu benar-benar menyulitkan banyak orang dan memerlukan pemecahan segera?

***

Selamat menemukan ide-ide brilian untuk menulis. Jangan mencari ide di kedai kopi karena yang dicari itu sudah ada. Temukan ide di balik kentalnya kopi Nusantara. Seruput dan menulislah....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun