Mohon tunggu...
Bambang Trimansyah
Bambang Trimansyah Mohon Tunggu... Editor - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Seorang penulis buku dan editor buku.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ide Menulis itu Ditemukan, Bukan Dicari

13 Agustus 2024   07:32 Diperbarui: 13 Agustus 2024   15:22 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menggunakan AI untuk menulis sudah di depan mata dan sudah dilakukan oleh banyak orang. Bahkan, ada yang menggelar pelatihan menulis buku dalam sehari---jelas menggunakan AI. 

Ya, bagaimana mungkin kalau tidak menggunakan AI dengan menjadikan AI sebagai pesuruh melalui perintah yang disebut prompt. Pembaca mungkin tidak peduli bahwa karya itu adalah karya AI yang mirip dengan buatan manusia.

Kemudian, ada banyak perdebatan dan peringatan soal AI generatif yang digunakan untuk menulis. Jika AI bekerja, kita tidak perlu lagi berbincang soal penemuan ide, pemantik ide, dan penggalian ide. Kita sudah menumpulkan kecerdasan pada diri sendiri sedari awal dengan AI.

Rodolfo Degaldo, pendiri dan CEO Replay Listings yang bergerak dalam bidang teknologi, menuliskan opininya tentang AI untuk menulis. Ia mengisahkan pengalamannya menulis dengan AI dan dipublikasikan di Forbes. Degaldo memasukkan hasil tulisannya ke ChatGPT. Ia takjub aplikasi generatif AI itu mengubah tulisannya menjadi sangat bagus. 

Namun, tulisan itu disebutnya mulus, tetapi tidak memiliki sentuhan kemanusiaan yang ada pada dirinya. Ia menyebut suara uniknya dan kemanusiaannya telah dikesampingkan oleh AI.

Alhasil, Degaldo, menulis tentang dampak penggunaan hasil tulisan AI untuk bisnis. Ia berpendapat tulisan AI tidak baik untuk bisnis karena mengesampingkan emosi.

Saya sendiri tidak anti dengan AI. Saya menggunakan ChatGPT untuk berdialog dan berdiskusi tentang beberapa topik yang memang memerlukan penegasan. AI membantu saya mengumpulkan data dan fakta. Tapi, saya kemudian berusaha "menjadi AI" untuk diri saya sendiri ketika penjelasan dari ChatGPT saya bahasakan ulang dengan rasa bahasa dan emosi bawaan saya. 

Kita semua dibekali fitur kemanusiaan yang dahsyat sebagai basis peniruan dan pembelajaran yang dilakukan AI. Fitur utama adalah pancaindra ditambah dengan pikiran dan perasaan. Fitur pelengkap adalah intuisi dan imajinasi.

Jadi, seberapa sering atau seberapa optimal kita menggunakan fitur-fitur kecerdasan itu untuk menulis?

Mereka yang tanpa pikir panjang menggunakan AI untuk menulis atau memercayai hasil AI itu sangat bagus, perlahan tapi pasti akan meredupkan kemampuan fitur kecerdasan di dalam dirinya.

Itu sebabnya, saya masih menulis blog di situs web saya, di Kompasiana, di media sosial, dan di media lainnya dengan tetap berusaha menulis sendiri sehingga gaya unik atau suara unik saya tetap ada. 

Unsur Ide

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun