Hilmi banyak melakukan perjalanan dalam tugas kewartawanannya. Saat pandemi Covid-19 melanda, ia harus berada di rumah, "menghentikan" sementara petualangannya. Di sinilah Hilmi mengalami situasi yang berat hingga disebutnya seperti mengalami cabin fever---situasi yang sudah melampaui titik jenuh akibat terlalu lama di rumah.
Menariknya, Hilmi melampaui semua itu dengan cara menulis buku. Ia menghimpun kembali artikel-artikel perjalanannya yang berserak. Hilmi melakukan self-healing bukan dengan perjalanan, tetapi menuliskan perjalanan itu sendiri. Ini sangat berhubungan dengan artikel saya sebelumnya bertajuk "Antara Menulis dan Kesehatan Mental".
Maka dari itu, Hilmi menulis buku bertajuk Mengabadikan Tabungan Kenangan: Cara Menulis Perjalanan. Buku ini sungguh memikat sebagai panduan menulis catatan perjalanan karena dilengkapi dengan contoh-contoh tulisan Hilmi. Buku ini juga sistematis sebagai panduan dengan gaya penulisan yang tidak membosankan.
Hanya, saya kurang suka kover buku berlatar foto gunung bersalju ini---tampaknya foto perjalanan milik Hilmi. Bukan karena fotonya, melainkan tipografi dan warna kover terlihat kurang bersemangat. Jika melihat dari kejauhan, buku ini kurang memikat.
Menulis tentang perjalanan itu walaupun dalam bentuk artikel-artikel ringkas ibarat sebuah tabungan. Contoh lain catatan perjalanan yang berbuah menjadi buku berkesan ialah karya Agustinus Wibowo. Salah satu bukunya bertajuk Titik Nol: Makna Sebuah Perjalanan mengukuhkan Agustinus sebagai travel writer kenamaan di Indonesia.
Beberapa buku yang berisikan tentang pengalaman perjalanan seseorang terbukti banyak memikat pembaca. Ada buku Geography of Bliss karya Eric Weiner yang isinya gado-gado antara perjalanan, psikologi, sains, dan humor. Eric melakukan perjalanan ke berbagai negara, yaitu Belanda, Swiss, Bhutan, Qatar, Islandia, India, dan Amerika demi mencari kebahagiaan. Unik sekaligus menarik.
Kunci Menuliskan Perjalanan
Tulisan perjalanan atau travel writing merupakan satu genre dalam penulisan. Bentuknya dapat berupa esai atau feature yang banyak menggunakan wacana narasi dan deskripsi, serta tentu dilengkapi dengan foto-foto. Ia memang sering disampirkan pada orang-orang yang senang bepergian atau bertualang, bukan hanya ke tempat-tempat wisata, melainkan juga ke tempat-tempat berbahaya.
Kunci menuliskan perjalanan adalah mengaktifkan panca indra Anda secara optimal: penglihatan, pendengaran, penghidu, perasa, plus intuisi. Deskripsi menjadi kunci ketika Anda hendak menuliskan sesuatu, apakah itu sebuah peristiwa, manusia, alam, atau benda mati seperti kereta api.
Kedua, menarasikan apa yang ada dalam pikiran dan perasaan Anda, termasuk pikiran dan perasaan orang lain ketika mengobrol dengan Anda. Deskripsi dan narasi saling berdampingan dalam tulisan perjalanan yang kerap ditingkahi fakta-fakta unik dan terkadang eksentrik.
Saya ingat beberapa lagu lawas yang menggunakan deskripsi dan narasi memikat sekaligus mengharukan. Pertama, lagu Ebiet G. Ade berjudul "Berita kepada Kawan" dan "Titip Rindu buatAyah". Lalu, lagu "Perjalanan" dari Franky Sahilatua yang dinyanyikan Jane. Lagi-lagi lagu "Perjalanan" ini mengisahkan tentang perjalanan dengan kereta api malam.
Dengarkanlah kembali lagu-lagu itu, Anda akan terbawa arus kata-kata. Di dalamnya terdapat sarat pesan kehidupan.