Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menolak Sertifikasi Penulis Buku Anak

30 Desember 2023   09:12 Diperbarui: 30 Desember 2023   12:38 2847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maka dari itu, tidak dapat pula LSP memaksa orang untuk diberi penghargaan. Jangankan pemberian sertifikat kompetensi, penghargaan sastra bergengsi internasional juga ada yang menolak untuk menerimanya dengan alasan tertentu.

Umur Sertifikat dan Penggunaan Sertifikat Kompetensi

Ini juga dipertanyakan mengapa ada resertifikasi? Resertifikasi memang merujuk pada aturan BNSP. Ada LSP yang melakukan resertifikasi dengan limitasi 2 tahun dan ada juga yang berbilang 3 tahun atau lebih. Resertifikasi diperlukan untuk survailen bahwa pemegang sertifikat tetap bergiat di bidangnya. Dalam konteks penulis adalah tetap berkarya.

Jadi, para penulis yang tesertifikasi akan diresertifikasi dengan melihat portofolio pekerjaan berupa buku hasil karyanya atau kontrak penulisan buku yang dikerjakannya dari perseorangan atau lembaga/organisasi. Proses resertifikasi tidak sama dengan uji kompetensi karena hanya memverifikasi bukti/portofolio lalu dikeluarkan sertifikat yang baru.

Ada penulis yang sudah tesertifikasi lalu ia mengungkapkan tidak pernah menggunakan sertifikat itu. Artinya, sertifikat kompetensi itu tidak bermanfaat baginya. Ini saya pandang persoalan orang per orang saja. Saya sendiri menggunakan sertifikat itu ketika salah satunya mendapatkan pekerjaan merevisi buku panduan dari KPK. Lembaga antirasuah itu mempersyaratkan adanya sertifikat keahlian untuk penerima pekerjaan.

Jadi, sertifikat itu akan berfungsi dengan keterlibatan intens penulis di industri penulisan dan industri penerbitan. Jika tidak, tentu memang tidak ada gunanya tesertifikasi. Dari sini dapat dipahami sertifikat kompetensi bagi penulis buku anak akan berfungsi jika ada lembaga/organisasi yang mempersyaratkannya ketika si penulis dikontrak untuk suatu proyek penulisan.

Misalnya, sebuah korporat yang bergerak dalam produksi camilan anak ingin membuat buku anak sebagai gimmick. Ia merekrut penulis buku anak dengan syarat ada sertifikat kompetensi. Penulis pun harus memenuhinya jika ingin mengerjakan proyek itu. Jika tidak ingin, ia memang tidak perlu besertifikat.

Lalu, ada yang menyanggah selama ini ia tetap memperoleh proyek penulisan tanpa sertifikat kompetensi. Nah, berarti pemberi pekerjaan memang tidak mewajibkannya atau lebih melihat jejak rekam si penulis. Hal semacam ini pun sangat mungkin terjadi. Saya sendiri juga pada beberapa proyek tidak menggunakan sertifikat kompetensi.

Karena itu, sertifikat kompetensi penulis akan bermakna bagi mereka yang terjun di industri penulisan dan industri penerbitan sebagai profesional aktif. Bagi penulis amatir (menulis sebagai hobi/kesenangan belaka) atau kadang menulis kadang tidak, tentu tidak ada maknanya.

Sertifikasi adalah Bisnis

Ini bahasan terakhir tulisan saya karena sejatinya banyak sekali yang dipertanyakan. Kali pertama mengeposkan tentang sertifikasi, teman saya dari Ikapi langsung menyambar: Ah, ini sih hanya bisnis!

Sertifikasi oleh lembaga sertifikasi profesi secara umum memang bisnis. Sama halnya dengan sertifikasi lain, sebut saja seperti sertifikat hipnoterapi atau sertifikat TOEFL. LSP, khususnya LSP pihak ketiga (P-3) hidupnya dari bisnis uji kompetensi dan sertifikasi ini walaupun ia merupakan kepanjangan tangan BNSP.

LSP menggunakan sumber daya sertifikasi yang juga harus dibayar seperti asesor dan tempat uji kompetensi. Biaya sertifikasi di tiap LSP berbeda-beda karena cara menghitung antara biaya operasional dan keuntungan juga berbeda-beda. Ini mungkin sudah cukup dipahami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun