Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menolak Sertifikasi Penulis Buku Anak

30 Desember 2023   09:12 Diperbarui: 30 Desember 2023   12:38 2847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi kembali mengukuhkan  lulusan SMK dan pendidikan vokasi harus tesertifikasi BNSP sebagai langkah penjaminan mutu (lihat Pasal 16). Ini yang perlu dipahami bahwa ada kebutuhan siswa SMK dan mahasiswa vokasi (D-3/D-4) untuk tesertifikasi.

Saya pernah mengajar di Jurusan Penerbitan, Prodi Penerbitan, Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia). Tugas akhir mahasiswa Polimedia itu dominan juga  berupa proyek buku anak secara kolaboratif. Ada yang menjadi penulis, editor, dan ilustrator/desainer.

Tentulah mereka harus mendapatkan kuliah tentang sastra anak dan penulisan buku anak, termasuk ilustrasi buku anak, sebelum menyusun TA berbasis proyek buku anak. Mereka pun perlu diuji kompetensi melalui LSP perguruan tinggi tersebut sebelum lulus dan dinyatakan kompeten menulis buku anak.

Mahasiswa yang baru lulus itu tidak memiliki portofolio karya, kecual TA dan bukti hasil belajar berupa ijazah. Karena itu, mereka memerlukan pengakuan lain berupa sertifikat kompetensi. Itulah yang menjadi amanat dari PP Nomor 68/2022. 

Untuk SMK, tidak ada jurusan penerbitan di sana, tetapi DKV dan seni rupa ada sehingga desainer dan ilustrator buku yang berasal dari lulusan SMK pun harus tesertifikasi sebagai penjaminan mutu lulusan. Saya mendengar juga akan ada penolakan sertifikasi dari kalangan ilustrator. Karena itu, untuk melihat kepentingannya, salah satu lihat pada lulusan SMK saja.

Itu mengapa sertifikasi profesi/kompetensi bidang perbukuan kemungkinan tetap harus dilaksanakan meskipun bukan sebagai kewajiban dalam penilaian buku di Pusbuk atau sayembara di Badan Bahasa. Ia mesti dilaksanakan di lembaga pendidikan formal untuk menjamin mutu lulusan. Di perguruan tinggi, ia dapat menjadi SKPI atau surat keterangan pendamping ijazah. Saya menggunakan sertifikat kompetensi sebagai SKPI saat mengikuti sidang tesis di Universitas Paramadina. 

Standar dan Kreativitas

Memang tidak ada pelaku perbukuan yang tidak berhubungan dengan kreativitas. Penulis, editor, ilustrator, dan desainer buku menggunakan proses kreatif dalam berkarya. Semua juga berbasis pengetahuan, keterampilan, dan sikap (kode etik) untuk menjalankannya di tambah dengan kekuatan imajinasi yang sulit tentunya diukur.

Saat kegiatan Ngopi di Paberland, saya membaca sebuah komentar yang membenturkan standar dengan kreativitas. Intinya jika sesuatu distandarkan, berarti semua diseragamkan. Ini kesalahan berpikir soal standar.

Di dalam penulisan fiksi ada istilah premis, logline, dan sinopsis dalam proses kreatif pramenulis. Pembuatan premis, logline, dan sinopsis itu standar, lantas apa hasilnya semua sama? 

Namun, harus dipahami ada penulis yang tidak memerlukan semua itu. Ragangannya ada di dalam kepala dia dan dia langsung menulis saja. Ini sulit menjelaskannya sebagai tacit knowledge, kecuali dikonversi menjadi explicit knowledge.

Maka dari itu, standar diperlukan sebagai pengetahuan/keterampilan eksplisit. Standar diperlukan untuk menyusun silabus diklat utamanya, termasuk di perkuliahan agar semua peserta diklat, siswa, dan mahasiswa mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang baku dalam satu bidang ilmu. Jika tidak ada standar acuan, tidak perlu ada sekolah dan perguruan tinggi. Cukup belajar secara informal melalui mentor-mentor kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun