Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Perihal Ilmu Penerbitan yang Langka di Indonesia

2 Oktober 2021   07:48 Diperbarui: 6 Mei 2022   23:33 2192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demikian pula penerbit tua Balai Pustaka turut mewarnai perkembangan ilmu penerbitan di Indonesia. Salah satu sumbangsih Balai Pustaka pada tahun 1980-an adalah penerbitan buku berjudul Penyuntingan Naskah karya Judith Butcher (mantan kepala editor Cambridge University Press). Buku ini masih diterbitkan di Barat dengan judul Butcher Copy Editing.

Pengembangan ilmu penerbitan melahirkan tokoh-tokoh pendidik dan pelatihan penerbitan buku yang dapat disebutkan di sini di antaranya Taya Paembonan (mantan Kepala Pusat Perbukuan), Hassan Pambudi (Pusgrafin), Ajip Rosidi (Ikapi), Alfons Taryadi (Gramedia), Dadi Pakar (Ikapi), Sofia Mansoor (Penerbit ITB), Frans M. Parera (Gamedia), Pamusuk Eneste (Gramedia), dan Mula Harahap (Ikapi).  

Momentum Membumikan Ilmu Penerbitan

Baru saja saya mengikuti rapat pembahasan draf peraturan menteri tentang pembinaan pelaku perbukuan. Sebuah momentum berkembangnya ilmu penerbitan lahir ketika Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan disahkan DPR dan Pemerintah. Lalu, pada akhir 2019 disahkan pula Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Sistem Perbukuan. 

Perhatian pemerintah terhadap sistem perbukuan nasional ini menyiratkan keseriusan untuk menangani berbagai permasalahan perbukuan dengan dasar peningkatan daya literasi bangsa Indonesia. 

Berkali-kali saya mengutip pernyataan Ignas Kleden dalam sebuah esai perbukuan bahwa buku adalah perilaku budaya, proses produksi budaya, dan produk budaya. Sebagai bangsa yang berbudaya sudah seyogianya kita menguasai perihal perbukuan, dalam hal ini ilmu penerbitan.

Di dalam pedoman Kualifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2020 telah pula dimuat aktivitas penulis dan pekerja sastra dengan nomor 90024 yang di antaranya mencakup penulisan dan penyuntingan. Hal ini menegaskan profesi penulis dan editor telah diakui dalam industri. Momentum lain adalah dimulainya sertifikasi penulis buku nonfiksi dan editor buku oleh LSP Penulis dan Editor Profesional tahun 2019. Sampai kini telah 6.000 orang disertifikasi.

Regulasi yang kukuh dan pengakuan terhadap profesi perbukuan setidaknya mendorong dikembangkannya ilmu penerbitan atau studi penerbitan di perguruan-perguruan tinggi di Indonesia untuk menghasilkan SDM kompeten di bidang perbukuan. Hal yang patut menjadi perhatian adalah mengembangkan ilmu penerbitan digital yang diharapkan mampu melahirkan SDM pengembang buku elektronik/digital. Profesi ini telah disebut-sebut di UU Sisbuk, tetapi belum terdefinisi dengan jelas siapa sebenarnya yang disebut sebagai pengembang buku elektronik tersebut dan kompetensi apa saja yang harus dimiliki.

***

Saya pribadi telah berusaha mengembangkan ilmu penerbitan (buku) di Indonesia dengan mewujudkan impian sertifikasi pelaku perbukuan, terlibat dalam penyusunan regulasi perbukuan, dan setia menjadi pendidik di bidang ilmu penerbitan. 

Antusiasme masyarakat Indonesia untuk mempelajari ilmu penerbitan ternyata sangat tinggi, terutama kalangan akademisi yang berkutat dengan aktivitas memublikasikan dan mendiseminasikan hasil penelitiannya.

University press atau penerbitan universitas yang kini didirikan di kampus-kampus memerlukan pasokan tenaga terdidik di bidang perbukuan dan juga aliran ilmu penerbitan karena praktis saat ini secara dominan pengelola penerbitan kampus tidak memiliki latar belakang kompetensi yang memadai di bidang penerbitan buku. Itu mengapa kebanyakan mutu penerbitan universitas tidak lebih baik daripada penerbit konvensional. Hal ini jelas berbeda dengan apa yang terjadi di Eropa atau Amerika ketika penerbit universitas mampu mengalahkan penerbit konvensional dan disegani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun