Ada banyak hal tentang buku akademis (academic book) dan buku sains (scientific/scholarly book) yang saya ungkapkan, termasuk tentang anatomi buku. Persoalan prakata versus kata pengantar saya bahas di dalam anatomi buku.
Bahkan, para dosen itu kemudian diberi praktik menulis prakata. Dalam penilaian buku ajar/buku teks yang dilakukan Kemenristek Dikti, memang ada penilaian prakata dengan poin maksimal 5. Di dalam Panduan Publikasi Ilmiah 2017, Dikti mensyaratkan prakata harus memuat hal berikut:
- siapa pembaca sasaran buku;
- gambaran ringkas isi buku (penyebutan kuantitas bab dan judul bab);
- keunggulan buku (dibandingkan dengan buku sejenis yang telah terbit); dan
- pesan untuk pembaca.
Baca juga : Kata Pengantar Buku Blogger Milenial
Saya menambahkan di dalam prakata harus ada termuat tujuan penulisan buku (mengapa dan bagaimana). Selain itu, penulis juga dapat mengungkapkan apresiasi dan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulisan. Ucapan terima kasih boleh ditambahkan di prakata apabila penulis tidak menyediakan halaman khusus yang disebut acknowledgement atau sanwacana.
Hal yang harus dihindarkan di dalam penulisan prakata adalah penggunaan kalimat klise: Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan YME .... dan menggunakan kalimat paradoks dengan maksud merendah di akhir prakata: Penulis menyadari bahwa buku ini masih banyak kekurangan ....
Lha menyadari banyak kekurangan kok malah diterbitkan?
Prakata biasanya ditulis ringkas maksimal dua halaman atau dalam durasi 300-600 kata. Di akhir prakata biasanya terdapat nama kota dan tanggal saat penulis menulis prakata dan juga nama penulis.
Tentang Penulisan Kata Pengantar
Bagaimana dengan kata pengantar? Kata pengantar sering juga diistilahkan dengan kata sambutan. Biasanya kata pengantar berisi apresiasi dari si penulis terhadap pengarang/penulis buku. Karena itu, penulis kata pengantar adalah orang-orang terhormat atau dihormati oleh penulis. Sebaliknya, permintaan memberi kata pengantar adalah sebuah kehormatan.
Kata pengantar tidak boleh diedit tanpa seizin penulisnya, kecuali pengeditan yang bersifat mekanis (salah tik, salah ejaan, dan tata kalimat). Jika kata pengantar dianggap terlalu panjang, editor harus meminta izin penulisnya untuk memotong bagian yang dianggap tidak penting.Â
Ada kalanya yang membuatkan kata pengantar itu editor penerbit karena yang dimohon menuliskannya merasa tidak punya waktu atau terbebani, apalagi tokoh supersibuk dan pejabat teras. Draf kata pengantar yang dibuat editor itu nantinya diserahkan untuk mendapat persetujuan.
Baca juga : Menulis Kata Pengantar untuk Buku Guru Penulis