Tidak ada yang masing-masing berdiri sendiri. Adapun pendidikan sarjananya menggunakan nomenklatur Publishing Science (Ilmu Penerbitan). Di Indonesia kini hanya satu perguruan tinggi yang menyelenggarakannya yaitu Prodi Penerbitan di Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia). Bayangkan, hanya satu perguruan tinggi yang baru siap menghasilkan tenaga penulis dan editor terdidik--meskipun dengan nomenklatur yang keliru untuk D-3.
Sertifikasi Penulis dan Editor
Mencuatnya kasus buku pendidikan atau buku pelajaran kali ini juga sontak direspons oleh Kabalitbang Kemendikbud, Totok Suprayitno, yang menyatakan Kemendikbud akan melakukan sertifikasi terhadap para penulis buku pelajaran.Â
Selayaknya memang tidak hanya para penulis buku pelajaran yang harus disertifikasi kompetensinya, tetapi juga para editor buku pelajaran karena dua profesi ini berkait erat, bahkan termasuk juga para penelaah atau penilai buku pelajaran.Â
Gagasan ini penting sebagai salah satu upaya penjaminan mutu buku karena semestinya ditulis dan diedit oleh orang-orang yang berkompeten, terutama dalam penyiapan bahan ajar.Â
Apabila para penulis dan editor yang disertifikasi dan disebut berkompeten tersebut masih melakukan kesalahan atau keteledoran, tentu selain diberlakukan sanksi yang tegas juga dapat ditinjau tentang pembinaan para penulis dan editor secara lebih strategis lagi. Â Intinya, jangan menyerahkan urusan pendidikan bangsa ini, dalam hal ini buku-buku pendidikan, kepada mereka yang tidak berkompeten, apalagi abal-abal.
Dalam berbagai pelatihan dan interaksi dengan para pelaku perbukuan, saya sudah sering bersua para penulis dan editor yang sekadar coba-coba mengadu peruntungan dengan profesi ini. Sebagian lagi "dipaksakan" oleh institusinya untuk menulis buku pelajaran dengan pengetahuan seadanya tentang tulis-menulis. Sebagai sebuah "pertaruhan" pendidikan, hal ini sangat mengerikan.
***
Saya lebih memfokuskan tulisan ini pada aktivitas penyuntingan (editing) karena sering kali faktor inilah yang sangat mungkin menjadikan buku-buku berkonten tidak patut lolos terbit. Ada beberapa kemungkinan.Â
Pertama, memang tidak ada editor yang dilibatkan oleh penerbit untuk menyunting naskah dengan alasan biaya sehingga penulis bertindak sebagai penyunting bukunya.Â
Kedua, editor yang dilibatkan tidak berkompeten sebagai editor sebagaimana ditengarai dalam tulisan ini.Â