Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Buruknya "Editing" Buku Pendidikan Kita

18 Desember 2017   08:29 Diperbarui: 18 Desember 2017   11:13 2345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Palang Pintu Editorial

Ada satu unsur pencegah terbitnya buku-buku berkonten tidak patut itu yaitu faktor editorial. Personel yang berperan di dalam proses editorial adalah editor atau penyunting. Editor sering digambarkan sebagai watch dog atau "palang pintu". 

Di penerbit besar, penyuntingan bahkan dilakukan secara berlapis dari seorang editor ke seorang editor penyelia (managing editor). Bahkan, editing dapat dilakukan sampai tiga kali, termasuk proof reading (koreksi cetak coba).

Untuk menjadi seorang editor yang andal, tentu tidak cukup mengandalkan ilmu dalam bidang yang dieditnya. Misalnya, untuk kasus buku yang baru saja terjadi maka tidak cukup diedit oleh seorang editor berlatar belakang ilmu sosial atau geografi. Sang editor harus memiliki juga ilmu editing (editologi) sebagai seni dan keterampilan mencermati, memeriksa, dan memperbaiki tulisan.

Dalam penyuntingan naskah, tidak hanya bahasa yang diperbaiki ataupun keterbacaan disebabkan kesalahan tipografi, tetapi juga konsistensi, legalitas (terkait hak cipta), gaya penyajian, hingga ketelitian (penyajian) data dan fakta. Hal ini tentu memerlukan kecakapan tertentu dan jam terbang yang tinggi untuk melibatkan seorang editor dalam penyuntingan buku-buku pendidikan yang strategis bagi pencerdasan masyarakat.

Sayang, tidak semua perguruan tinggi mengajarkan ilmu editing. Tidak semua pendidikan dasar dan menengah kita mengenalkan editing sebagai ilmu dan keterampilan penting. Begitu pun pelatihan-pelatihan editing sangat jarang diadakan di negeri ini. 

Bagaimana dengan buku-buku tentang editing? Setali tiga uang, tidak banyak yang menulis dan menerbitkannya karena memang ilmu ini tidak banyak diketahui dan dikuasai.

Berbeda halnya dengan pelatihan dan buku-buku tentang menulis, banyak bertebaran. Padahal, menulis dan menyunting (editing) itu adalah dua sejoli yang tidak dapat dipisahkan. 

Seseorang yang mengaku dirinya penulis sejati, selayaknya ia mampu menyunting, paling tidak yang disebut dengan self-editing (swasunting). Sebaliknya, seseorang yang mengaku dirinya sebagai editor, selayaknya ia pun mampu menulis dan memiliki portofolio tulisan yang menyakinkan. 

Tidak pernah menulis materi bahan ajar, tetapi berani menyunting buku pelajaran, hal ini agak aneh menurut saya. Namun, tentu kalau dibuat kriteria ketat terhadap penulis dan editor, bakal banyak yang gugur. Layu sebelum berkembang karena sistem pendidikan kita juga kurang mendukung ke arah tersebut.

Di luar negeri, katakan saja di Australia, pendidikan vokasional di bidang ilmu komunikasi selalu menggunakan nomenklatur Professional Writing & Editing. Mereka yang akan diterjunkan ke industri penerbitan selalu dibekali kemampuan "menulis dan menyunting" sekaligus. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun