Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Candaku dan Canduku di Dunia Buku

30 September 2016   21:54 Diperbarui: 30 September 2016   22:18 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia Langka dengan Ilmu Langka

Menulis buku saja tidak pernah terpikirkan dalam hidup saya setelah lulus SMA, apalagi menjadi editor buku. Makhluk apa itu editor buku? Sampai kemudian pada masa orientasi mahasiswa baru, beberapa orang dosen dan senior saya menjelaskan bahwa kelak kami yang masuk Prodi Editing ini akan menjadi “manusia langka” yang disebut editor buku.

Wajarlah jika kami yang masuk ke Prodi Editing itu benar-benar gelap—sampai tidak yakin ada masa depan cerah di situ. Dari sebuah literatur yang saya baca bahwa hasil survei di Amerika menunjukkan 98% editor di sana tidak pernah mencita-citakan diri sebagai editor sebelumnya. Sebagian besar menjadi editor karena kebetulan ataupun melanjutkan tradisi keluarganya  dan hanya 2% yang menjadi editor karena menekuni pendidikan editing. Jadi, di negara maju juga profesi editor tidak begitu populer dibandingkan profesi wartawan misalnya.

Walaupun demikian, di negara-negara maju, penulisan dan penyuntingan (writing and editing) telah menjadi nomenklatur pendidikan vokasi untuk jenjang non-degree hingga D-3. Adapun ilmu penerbitan (publishing science) diadakan pada jenjang S-1 hingga S-3. Fakultas Sastra Unpad kala itu menjadi satu-satunya perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi editing sejak tahun 1988. Saya yang masuk tahun 1991 menjadi angkatan ke-4 dan kala itu ada 55 orang mahasiswanya.

Pada semester satu, saya mulai terkesan dengan ilmu dan keterampilan yang diajarkan. Di Prodi D-3 Editing diajarkan gabungan ilmu dan keterampilan, yaitu bahasa Indonesia, bahasa Inggris, komposisi (mengarang dan menulis), ilmu penerbitan, ilmu grafika, ilmu desain komunikasi visual, ilmu perpustakaan, hingga ilmu komunikasi. Anggapan pertama akan belajar melulu bahasa dan sastra Indonesia pun buyar.

Memang benar-benar langka dan ditambah lagi dengan kekaguman saya terhadap para dosennya. Saya ingat tiga orang dosen yang sangat berpengaruh menguatkan niat saya menceburi dunia baru ini. Pertama adalah Pak Dadi Pakar (almarhum). Beliau sempat mengenyam pendidikan teknik elektro di ITB, tetapi kemudian banting stir menjadi editor buku dan pakar perbukuan.

Kedua adalah Bu Sofia Mansoor yang kini masih eksis sebagai editor dan penerjemah lepas. Bu Sofi, begitu kami biasa menyapanya, pernah menjadi Kepala Penyunting di Penerbit ITB. Beliau adalah lulusan Farmasi ITB yang juga “melenceng” ke dunia buku. Dari beliau, saya menancapkan mimpi untuk mengunjungi Frankfurt Book Fair. Takdirnya pada tahun 1999 saya kali pertama berangkat ke Frankfurt Book Fair justru dengan Bu Sofi.

Ketiga adalah Pak Wilson Nadeak yang dikenal sebagai wartawan dan sastrawan. Karyanya dulu banyak menghias koran Sinar Harapan dan Suara Pembaruan, juga tabloid Mutiara. Saat berkunjung ke rumahnya di Bandung, ia menunjukkan kepada saya semua barang di rumahnya berasal dari tulisan.  Lantai marmer, lemari pendingin, televisi, dan banyak lagi semua berasal dari tulisan. Satu per satu ia sebutkan asalnya hingga menjadi inspirasi buat saya untuk juga hidup dari menulis.

Pak Dadi Pakar, Bu Sofia, Pak Wilson Nadeak, dan beberapa dosen saya lainnya saya anggap manusia-manusia langka dengan ilmu langka. Kompetensi dan pengalaman itu membuat mereka diundang berbagi ke mana-mana, termasuk mendapat kesempatan ke luar negeri. Saya langsung menemukan model untuk karier saya selanjutnya pada ketiga orang guru saya itu. Model yang kemudian saya gabungkan. Saya ingin menjadi penulis, editor, pelatih, dan pakar di bidang penulisan dan penerbitan.

Dari Pikbuk ke Institut Penulis Indonesia

Saya merintis karier awal sebagai penulis buku pelajaran saat menikmati masa menganggur selama setahun setelah lulus tahun 1994 . Tahun 1995 saya diterima bekerja sebagai copy editor di Penerbit Remaja Rosdakarya.  Di dunia kerja saya merasakan bahwa ilmu dari kuliah itu hanya 40% yang saya serap, sisanya sebanyak 60% justru terserap dari dunia kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun