Ingat Inggris, ingat Brexit, ingat pula PM barunya yang perempuan (Theresa May) setelah Margaret Thatcher. Lupakan Inggris yang juga "keluar" lebih awal dari final Piala Euro. Karena itu, saya pun ingat tentang film Ghost Writer yang  mengambil setting di Inggris serta melibatkan PM Inggris. Sudahkah Anda menonton filmnya?
Film besutan Roman Polanski ini diangkat dari novel berjudul The Ghost karya Robert Haris. Bintangnya adalah Ewan McGregor sebagai ghost writer profesional dan Pierce Brosnan yang berlakon sebagai PM Inggris. Film ini dimasukkan pada genre political thriller. Adalah seorang ghost writer (Ewan McGregor) dipilih oleh Adam Lang (Pierce Brosnan) sebagai PM Inggris untuk menuntaskan autobiografinya. Penulis sebelumnya Mc Ara telah ditemukan tewas tenggelam yang hanya meninggalkan draf tulisan belum tuntas.
Sang ghost writer (GW) terpilih dari sekian penulis karena kriteria yang memenuhi bahwa ia menulis dengan menggunakan nurani, cepat, dan serbabisa dalam banyak hal meski ia tak paham soal politik. Hal menarik yang terjadi dalam dunia ghost writing adalah soal deadline atau tenggat. Sang GW dalam film ini hanya diberi tenggat satu bulan untuk menyelesaikannya. Ia pun tinggal di rumah Adam Lang demi mengumpulkan bahan penulisan dan punya waktu berdekatan untuk wawancara, selain juga ada dokumen-dokumen rahasia yang tidak diizinkan dibawa keluar. Alih-alih menulis sosok, sang ghost writer malah terlibat pada penyelidikan sisi gelap PM Inggris itu yang ia temukan tak sengaja dari dokumen Mc Ara. Singkat cerita PM Inggris itu terbunuh, ternyata sang istri terlibat sebagai agen CIA. Setelah autobiografi itu diluncurkan, giliran nyawa sang ghost writer yang terancam sampai akhirnya ia pun terbunuh dalam sebuah kecelakaan yang disengaja. Â
Ghost writer atau penulis bayangan--beberapa penulis terdahulu juga menyebutnya 'penulis siluman'--adalah sosok yang lahir dari kebutuhan tulis-menulis yang tidak dapat dilakukan seseorang atau organisasi sebagai si empunya ide. GW umumnya direkrut untuk mengerjakan biografi/autobiografi, skenario, konten blog atau situs web pribadi (banyak figur publik yang mengisinya blognya atas jasa GW), artikel, teks pidato, laporan, syair lagu, ataupun kisah nyata. Disebut GW karena hasil karyanya dikreditkan atas nama orang lain atau orang yang merekrutnya.Â
Mereka yang merekrut GW umumnya karena beberapa alasan, yaitu memang tidak memiliki kemampuan menulis yang baik, tidak memiliki kemampuan mengeksplorasi bahan tulisan, dan tidak memiliki cukup waktu. Selain itu, ada juga yang memang menginginkan kualitas pada tulisan atas namanya. Karena itu, mereka yang merekrut GW umumnya adalah pejabat pemerintahan, pengusaha, politikus, artis, dan juga figur publik yang memiliki kemampuan secara finansial. Para presiden atau menteri umumnya juga merekrut seorang GW untuk kepentingan publikasi mereka.
Seorang GW dapat direkrut juga sebagai seorang publicist guna melambungkan jenama diri (personal branding) seseorang melalui berbagai tulisan terutama di dalam blog atau situs pribadi serta media sosial. GW biasanya dikontrak untuk jangka waktu tertentu. Bayarannya adalah per proyek tulisan, per halaman tulisan, atau bahkan per jam seperti halnya berkantor. Ada juga GW yang mendapatkan honor tambahan dari pembagian royalti.
Cara Kerja GW
Bagaimana GW ditugaskan? Tantangan seorang GW adalah bekerja merealisasikan ide klien yang merekrutnya. Ada GW yang ditugaskan untuk mengedit tulisan klien yang sudah merupakan draf kasar (rough), tetapi masih belum sempurna. Ada GW yang ditugaskan menulis dari kerangka (outline) yang sudah dibuat klien. Ada GW yang bekerja benar-benar dari nol, hanya berbekal ide sang klien dan setumpuk bahan untuk ditinjaunya. Ada GW yang terlibat juga melakukan riset, baik wawancara maupun riset pustaka.Â
Apakah GW juga bekerja menyelesaikan naskah fiksi? Pada umumnya tidak, tetapi terkadang direkrut juga untuk kasus tertentu. Misalnya, ada seorang penulis novel yang sakit atau meninggal, sementara proyek penulisannya belum selesai, maka GW akan direkrut untuk menuliskannya. GW bekerja berdasarkan model tulisan yang telah dibuat penulis sebelumnya.Â
Ada lagi kasus menarik yang dilakukan Edward Stratemeyer (1879-1930). Ia disebut-sebut sebagai tokoh perintis usaha book packager (perajin buku). Buah gagasannya yang termasyhur adalah karya novel seri yang berkisah tentang detektif wanita, Nancy Drew. Ia merekrut GW untuk menulis novel serial ini dengan gaya penulisan yang sama sehingga menghasilkan 80 seri. Ini contoh GW yang dilibatkan dalam penulisan fiksi (novel) yang sudah ada dulu modelnya, lalu dilanjutkan oleh beberapa orang dengan meniru model sebelumnya.Â
Nama GW yang tidak dikreditkan pada karya tulis menjadikan ia memang mirip "hantu". Namun, sebagai penghormatan sering juga nama GW disebut sebagai editor ataupun asisten periset di dalam karya. GW berbeda dengan co-writer (CW) yang namanya selalu tampil sebagai nama kedua atau nama ketiga dari penulis utama.Â
Terjebak Pelanggaran Etika
Sempat ada perdebatan apakah praktik GW ini legal atau dapat dibenarkan secara etika. Jika yang dimaksud GW membantu seseorang mengalirkan gagasannya ke dalam tulisan karena sebab-sebab tertentu, apalagi dengan pertimbangan sebagai warisan ilmu pengetahuan dan dokumentasi sejarah, sah-sah saja pekerjaan GW itu. Jika tidak ada GW, tulisan pun tidak akan tercipta dan itu berarti juga kemunduran dalam hal ilmu pengetahuan.
Lihat saja di Indonesia, berapa banyak daerah ataupun organisasi yang tidak memiliki buku sejarah? Berapa banyak tokoh penting yang tidak meninggalkan buku biografi/autobiografi ataupun buku tentang pemikiran mereka? Kita masih beruntung ketika tokoh-tokoh terdahulu, seperti Soekarno, Moh. Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, ataupun Mohammad Natsir adalah para penulis sehingga jejak pemikirannya masih berlanjut hingga sekarang.Â
Praktik GW yang dianggap melanggar etika atau bahkan legalitas adalah ketika GW membantu akademisi untuk menuliskan dari awal tulisan kesarjanaan (skripsi, tesis, disertasi) atau bahkan juga tugas-tugas seperti makalah demi memenuhi kewajiban angka kredit penilaian. GW dibolehkan membantu hal demikian, tetapi sebatas mengedit ringan tulisan, bukan menuliskannya dari awal.Â
Jika ada GW yang membuka usaha "mini market" tulisan, menyediakan berbagai tulisan siap saji untuk para guru, dosen, mahasiswa, atau politikus yang ingin mencapai persyaratan angka kredit dan menancapkan namanya sebagai orang yang sangat intelek, sang GW bukanlah GW sebenarnya, melainkan "calo tulisan". Ya, kita tidak dapat menutup mata atas praktik seperti ini karena "ada gula ada semut" alias ada yang membutuhkan, ada pula yang menyediakan.
Dalam suatu kasus saya dikontak via pos-el oleh seorang mahasiswa. Ia meminta saya mengedit artikelnya yang merupakan tugas dari mata kuliah bahasa Indonesia. Saya mengiyakan dengan melihat dulu apa yang telah dibuatnya. Beberapa saran saya berikan, tetapi apa yang dipahami dosennya ternyata berbeda dengan apa yang saya pahami tentang tulis-menulis. Alhasil, saya menolak mengedit karena tidak sesuai dengan pemahaman saya. Lalu, sang mahasiswa malah meminta saya membuatkan dari awal dan tentu juga saya kembali menolaknya.
Rahasia GW
GW sejati pada masa dulu seperti disebut William Zinsser, penulis kawakan, adalah makhluk soliter. GW senang bekerja sendiri dan tidak memublikasikan apa yang sedang dikerjakannya. GW memang kadang terikat perjanjian untuk kerahasiaan klien. Pada masa kini dengan makin terbukanya akses informasi, kadang GW juga turut memublikasikan pekerjaannya di media sosial. Ada juga justru klien GW sendiri yang membuka "rahasia" bahwa penulisan bukunya dibantu oleh si GW.
Sebagai contoh saya ungkap saja hal berikut. Sewaktu berkarya di MQ, saya terlibat banyak proyek penulisan buku yang dikreditkan atas nama Aa Gym. Buku-buku itu adalah hasil pengolahan rekaman ceramah, video ceramah, dan buku-buku sebelumnya dari Aa Gym. Tugas saya sebagai direktur penerbit sekaligus GW adalah memformat ulang materi-materi dakwah itu menjadi buku yang tampil sistematis, profesional, dan tentunya juga dengan bahasa yang mudah dipahami awam sebagai ciri khas dakwah Aa Gym. Jadi, di sini ide dasar tetap merupakan ide Aa Gym, adapun saya hanya mengalirkannya ke dalam tulisan karena saat itu tidak mungkin Aa Gym mampu mencurahkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menulis.
Pekerjaan sebagai GW sudah melekat dalam keseharian saya sebelum terlibat di MQ pada 2003-2008. Saya juga mengerjakan pesanan untuk membuat tulisan atau teks ringan, seperti ucapan selamat Idulfitri, syair lagu ataupun syair jinggle iklan dan mars perusahaan, teks pidato, dan juga penulisan ulang laporan. Kadang bayarannya sesama teman hanya cukup ditraktir semangkuk bakso atau sebatang cokelat. Namun, karena disisipi kesenangan mengerjakannya, saya lakukan dengan bersemangat. Beberapa pekerjaan ringan itu mengasah ketajaman tulisan saya tanpa disadari.
Nilai-nilai dan Profesionalitas GW
GW juga manusia. Sebagai manusia, ia pun memegang nilai-nilai tertentu dalam bekerja. Tawaran menggiurkan terkait finansial dapat juga menggoyahkan nilai-nilai luhur yang dipegang GW. Kadang terjadi juga dalam kasus biografi/autobiografi, GW harus berhadapan dengan klien yang ingin merekayasa bukunya agar kisahnya tampak "sempurna". Semua berpulang kembali pada nilai-nilai yang dipegang teguh GW apakah menerimanya dan memakluminya atau tegas menolaknya.
Pada masa kini, GW menjadi lakon penting mengingat aktivitas publikasi yang makin "menggila" sehingga memerlukan kecepatan, kualitas, dan akurasi. Alhasil, GW adalah penulis profesional yang mengharuskannya memiliki pengetahuan komprehensif, seperti penulisan (berbagai jenis dan berbagai bidang); penyuntingan (copy editing) dalam kategori ringan, sedang, dan berat; penerbitan destop (desktop publishing); produksi (desain dan cetak); riset dan wawancara; penggunaan media dan sumber-sumber informasi; serta pemasaran media. Alih-alih sebagai penulis, ia juga harus menjadi seorang konsultan, bahkan coach penulisan-penerbitan.Â
Ciri GW profesional dapat dilihat dari standardisasi tarif yang dimilikinya; standar layanan; standar ukuran waktu pengerjaan; standar alur kerja; dan juga kemampuan ia menjawab pertanyaan-pertanyaan konsultasi tentang penulisan-penerbitan. Karena itu, umumnya mereka yang melakoni diri sebagai GW pernah bekerja sebagai editor, redaktur, ataupun wartawan. Jam terbang memang sangat menentukan lenturnya kiprah mereka.
Tertarik menjadi GW atau bekerja sama dengan GW? Di Indonesia memang belum terkuak benar kiprah para GW profesional ini. Namun, mereka ada dan akan selalu ada--sebagai hantu yang baik sejenis Casper.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H