Terjebak Pelanggaran Etika
Sempat ada perdebatan apakah praktik GW ini legal atau dapat dibenarkan secara etika. Jika yang dimaksud GW membantu seseorang mengalirkan gagasannya ke dalam tulisan karena sebab-sebab tertentu, apalagi dengan pertimbangan sebagai warisan ilmu pengetahuan dan dokumentasi sejarah, sah-sah saja pekerjaan GW itu. Jika tidak ada GW, tulisan pun tidak akan tercipta dan itu berarti juga kemunduran dalam hal ilmu pengetahuan.
Lihat saja di Indonesia, berapa banyak daerah ataupun organisasi yang tidak memiliki buku sejarah? Berapa banyak tokoh penting yang tidak meninggalkan buku biografi/autobiografi ataupun buku tentang pemikiran mereka? Kita masih beruntung ketika tokoh-tokoh terdahulu, seperti Soekarno, Moh. Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, ataupun Mohammad Natsir adalah para penulis sehingga jejak pemikirannya masih berlanjut hingga sekarang.Â
Praktik GW yang dianggap melanggar etika atau bahkan legalitas adalah ketika GW membantu akademisi untuk menuliskan dari awal tulisan kesarjanaan (skripsi, tesis, disertasi) atau bahkan juga tugas-tugas seperti makalah demi memenuhi kewajiban angka kredit penilaian. GW dibolehkan membantu hal demikian, tetapi sebatas mengedit ringan tulisan, bukan menuliskannya dari awal.Â
Jika ada GW yang membuka usaha "mini market" tulisan, menyediakan berbagai tulisan siap saji untuk para guru, dosen, mahasiswa, atau politikus yang ingin mencapai persyaratan angka kredit dan menancapkan namanya sebagai orang yang sangat intelek, sang GW bukanlah GW sebenarnya, melainkan "calo tulisan". Ya, kita tidak dapat menutup mata atas praktik seperti ini karena "ada gula ada semut" alias ada yang membutuhkan, ada pula yang menyediakan.
Dalam suatu kasus saya dikontak via pos-el oleh seorang mahasiswa. Ia meminta saya mengedit artikelnya yang merupakan tugas dari mata kuliah bahasa Indonesia. Saya mengiyakan dengan melihat dulu apa yang telah dibuatnya. Beberapa saran saya berikan, tetapi apa yang dipahami dosennya ternyata berbeda dengan apa yang saya pahami tentang tulis-menulis. Alhasil, saya menolak mengedit karena tidak sesuai dengan pemahaman saya. Lalu, sang mahasiswa malah meminta saya membuatkan dari awal dan tentu juga saya kembali menolaknya.
Rahasia GW
GW sejati pada masa dulu seperti disebut William Zinsser, penulis kawakan, adalah makhluk soliter. GW senang bekerja sendiri dan tidak memublikasikan apa yang sedang dikerjakannya. GW memang kadang terikat perjanjian untuk kerahasiaan klien. Pada masa kini dengan makin terbukanya akses informasi, kadang GW juga turut memublikasikan pekerjaannya di media sosial. Ada juga justru klien GW sendiri yang membuka "rahasia" bahwa penulisan bukunya dibantu oleh si GW.
Sebagai contoh saya ungkap saja hal berikut. Sewaktu berkarya di MQ, saya terlibat banyak proyek penulisan buku yang dikreditkan atas nama Aa Gym. Buku-buku itu adalah hasil pengolahan rekaman ceramah, video ceramah, dan buku-buku sebelumnya dari Aa Gym. Tugas saya sebagai direktur penerbit sekaligus GW adalah memformat ulang materi-materi dakwah itu menjadi buku yang tampil sistematis, profesional, dan tentunya juga dengan bahasa yang mudah dipahami awam sebagai ciri khas dakwah Aa Gym. Jadi, di sini ide dasar tetap merupakan ide Aa Gym, adapun saya hanya mengalirkannya ke dalam tulisan karena saat itu tidak mungkin Aa Gym mampu mencurahkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menulis.
Pekerjaan sebagai GW sudah melekat dalam keseharian saya sebelum terlibat di MQ pada 2003-2008. Saya juga mengerjakan pesanan untuk membuat tulisan atau teks ringan, seperti ucapan selamat Idulfitri, syair lagu ataupun syair jinggle iklan dan mars perusahaan, teks pidato, dan juga penulisan ulang laporan. Kadang bayarannya sesama teman hanya cukup ditraktir semangkuk bakso atau sebatang cokelat. Namun, karena disisipi kesenangan mengerjakannya, saya lakukan dengan bersemangat. Beberapa pekerjaan ringan itu mengasah ketajaman tulisan saya tanpa disadari.
Nilai-nilai dan Profesionalitas GW