dari kawali kulintasi lapangan  alba
alpa kupikuli bahu hulu lembahnya hampa
timbai air ngarai embun tegalan tanah
sawah basahkah asalnya rasa merekah
mega gunung menuntun guguran mendungÂ
menggulung  aras cemas hawa mendengungÂ
berlari  ke ujung situ pula pulau sempuyung
di bojong sereh ciomas
lepas kelupas ku lekas
hatiku  ngaruwas ngahuleng
diremasi ruas risau kuliti kayu gung
bagai capung mengapung mengawang limbung
lunglai lompati segelembung kapundung  renung
rinduku tembus ke lambung
kucarikau dengan terhuyung
rintik  gerimis  membias
tak kunjung tempias gegas
mengemas menghempas
haus rinduku luas tak cukup segelas
tak bakalan bisa kautampung puas
bahkan sampai  usiamu pulas
pupus aus tergerus nyalak menjalak
deras arus gejolak isak menguak
tersengal sesal mengganjal sesak
hingga ajal tamatkan selepas napas
tak jua kan tuntas kaumenguraskan cemas
di situ panjalu kembang sepatu
sewarna merah rekahan bibirmu
ada sebongkah cinta sirna musnah
tumpah menghibah dijajah  dicacah
jantung hati  sebilah terbelah belah
pecah diurai  pasrah  menyerah
kecewa  tak hidup sudah
di kedalaman ngungun resah
entah mengapa tak segera kambuh  gairah
cinta di dada mendadak tumbuh susah
isak tangismu menggerumbulkan rebah
di balik semai semi kembang sepatu itukah
sosok wajahmu menyembulkan bisu lemah
tertoreh di punggung batu pahatkan  kisah
bergambar  jantung hatimu  berwarna  merah
ditembusi hitam warna panah pas ditengah
setia janjimu janjiku jadikan prasasti nan indah Â
ada namaku di situ
ada namamu di bawahku
kini kusepi diranah rantauan resah
hanya derap rindumu melengang
mengunggah wadah ruah gelisah
kuminta
biarkanlah selembar bayangku
kutaruh di pojok lumbung ngungunmu
tak mengapa kuterkurung
perdu ilalang kampung
tak usah engkau toleh  itu riak semarak katak
di danau itu ketika kita berdua  nyemplungÂ
girang bersenandungÂ
gelak tawa kitapun nyambung
kini disituÂ
hanya cemasku saja ngariung
terayun di serbuk pucuk pucukÂ
sari bunga  bisu  tergolek sangsi
menapaki tilas napas semak cinta
yang pernah melekat erat sekali
di alas sepatu lawasku ini
kaupinta agarku sedia dekati
sekuntum kembang sepatu disampingmu
didepanku engkau polos merajuk melucu
melenggak lenggok  riangkau manis sekali
aroma wangi tubuhmu memijarkan
setiap lampu lampu di suryalaya
lesung pipit di pipimu tenggelamkan
purnama dan malangbongpun tak jadi sunyi
canda guraumu  riuhkan pamoyanan ramai
hingga  barisan angsa sama sama menepi
pejaman sipit matamu padamkan sekam
jerami di bumi alit ngahiji mimiti mujiÂ
pelukan pesonamu bak hamparan
selimut  satin asmarakandi
senyum indahmu begitu lugu
beradu dengan derai tawamu
terus saja engkau mengisi renyah
terus saja engkau mengunyah bungah
di kembang kempisnya paruku
dalam resapan serak suara seruanmu
mengiris habis lukai sisai kuyu
lalu kaupinta lagi
rapihkan ungu kembang sepatuÂ
di selipan lembutnya telingamu
kudengarlah  sebening itu  nyaring
gemerincing denting detak cinta di nadimu
di situ engkau sedang asik iseng berbincang sendiri
mengajak bicara darahku  yang ngalir di jantungmu
kini inginku kembali melihat kembang sepatu situ panjalu
yang dulu selalu hiasi kebun samping rumah panggungmuÂ
kini dirimu tlah menyendiri membisu
mengasingkan  sepi  di pinggul bukit
atap makammu terlihat  kelamÂ
mencegat mimpi mimpi indah di langit
dan cat  kusam dinding kayumu
telah  rabun dimakan rayap rayap sakitÂ
merana diantara masa lalu kitaÂ
yang teramat sangat  pahit
pada takdir pilu
ruang hidup makin menyempit
tunggui lama setia
diantara sela pilihanmu  makin menjepit
disini, di jalan setapak ini
sepasang kaki indahmu pernah
bercumbu di pancuran lumut batu
bunyikan  riangmu  di bulu  jembatan bambu
dari kejauhan  masih kudengar sambutan  rindumu
mengiang sayup sayup berlari ke arahku dan selalu
desahmu sudah  terlebih dahulu
melangkah sampai
masuki lorong lorong
udara muksa sejarah
lewati kenangan indah
tertimbun gundukan tanah
dan
tibatiba
sekuntum kembang sepatu
kau ulurkan dari kelam tidurmu
oleh mendiang tanganmu
menerobos ruang waktuÂ
situ panjalu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H