Mohon tunggu...
bambang riyadi
bambang riyadi Mohon Tunggu... Auditor - Praktisi ISO Management Sistem dan Compliance

Disclaimer: Informasi dalam artikel ini hanya untuk tujuan umum. Kami tidak bertanggung jawab atas tindakan yang diambil berdasarkan informasi ini. Konsultasikan dengan profesional sebelum membuat keputusan. Kami tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari penggunaan informasi ini. Artikel lainnya bisa dilihat pada : www.effiqiso.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tanggung Jawab Utang Biaya Perkawinan, Suami dan Istri dalam Perspektif Hukum

28 November 2024   07:53 Diperbarui: 28 November 2024   08:14 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

I. Pendahuluan

Dalam setiap pernikahan, terdapat banyak aspek yang perlu dipahami, salah satunya adalah tanggung jawab terhadap utang biaya perkawinan. 

Utang ini bisa muncul dari berbagai biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan pernikahan, seperti biaya resepsi, administrasi, pakaian, undangan dan souvenir, transportasi, bulan madu, konsultasi dan perencanaan, makeup dan kecantikan, musik dan hiburan, serta dokumentasi. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan tanggung jawab utang biaya perkawinan menurut perspektif hukum, khususnya di Indonesia.

II. Definisi Utang Biaya Perkawinan

Utang biaya perkawinan merujuk pada semua pengeluaran yang dikeluarkan untuk melangsungkan pernikahan. Ini mencakup biaya sewa tempat, katering, dekorasi, dan biaya administrasi lainnya. Memahami jenis-jenis biaya ini penting agar pasangan dapat merencanakan keuangan dengan baik.

III. Perspektif Hukum di Indonesia

A. Analisis Pasal 35 ayat (1) & (2) UU Perkawinan, dan Pasal 121 KUH Perdata

Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Sedangkan harta bawaan dari masing-masing suami dan istri serta harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Pasal 35 ayat (2) UU Perkawinan menegaskan bahwa suami dan istri memiliki tanggung jawab bersama dalam hal utang yang diambil selama perkawinan. Ini menunjukkan bahwa utang biaya perkawinan bukan hanya tanggung jawab satu pihak, tetapi merupakan tanggung jawab bersama yang harus dikelola secara kolaboratif.

Tak ada ketentuan dalam UU Perkawinan yang mengatur mengenai utang bawaan atau utang bersama, termasuk utang yang timbul karena acara pernikahan. Namun demikian, jika Anda merujuk bunyi Pasal 121 KUH Perdata, sebagai berikut:

Berkenaan dengan beban-beban, maka harta bersama itu meliputi semua utang yang dibuat oleh masing-masing suami istri, baik sebelum perkawinan maupun setelah perkawinan maupun selama perkawinan.

Terkait utang, Subekti menjelaskan dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 34), bahwa untuk menetapkan tanggung jawab mengenai suatu utang haruslah ditetapkan lebih dahulu, apakah utang itu bersifat prive (pribadi) atau suatu utang untuk keperluan bersama (gemeenschaps schuld).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa untuk suatu utang prive (pribadi) harus dituntut kepada suami atau istri yang membuat utang tersebut, sedangkan yang harus disita pertama-tama adalah benda prive (pribadi). Apabila tidak terdapat benda pribadi atau ada tetapi tidak mencukupi, maka dapatlah benda bersama disita juga.

B. Perbandingan dengan Hukum di Negara Lain

Di beberapa negara, tanggung jawab utang dalam perkawinan diatur dengan cara yang berbeda. Misalnya, di beberapa negara barat, utang yang diambil sebelum pernikahan biasanya tidak menjadi tanggung jawab pasangan setelah menikah. Namun, di Indonesia, hukum lebih menekankan pada tanggung jawab bersama.

Amerika Serikat

Di Amerika Serikat, tanggung jawab atas utang yang diambil sebelum pernikahan umumnya tetap menjadi tanggung jawab individu yang mengambil utang tersebut. Berikut adalah beberapa poin penting:

  1. Utang Pribadi: Utang yang diambil oleh salah satu pasangan sebelum pernikahan tetap menjadi tanggung jawab pribadi mereka setelah menikah. Misalnya, jika salah satu pasangan memiliki utang kartu kredit atau pinjaman mahasiswa sebelum menikah, utang tersebut tetap menjadi tanggung jawab mereka sendiri.
  2. Utang Bersama: Jika pasangan membuka akun kredit bersama atau salah satu pasangan menjadi penjamin (co-signer) untuk utang pasangan lainnya, maka utang tersebut menjadi tanggung jawab bersama. Ini berarti kedua pasangan bertanggung jawab untuk melunasi utang tersebut.
  3. Negara dengan Hukum Properti Komunitas: Di beberapa negara bagian yang menerapkan hukum properti komunitas (seperti California, Texas, dan Washington), utang yang diambil selama pernikahan dianggap sebagai tanggung jawab bersama, tetapi utang yang diambil sebelum pernikahan tetap menjadi tanggung jawab individu.

Singapura

Di Singapura, aturan mengenai tanggung jawab utang dalam perkawinan juga menekankan pada pemisahan utang pribadi dan utang bersama:

  1. Utang Pribadi: Utang yang diambil oleh salah satu pasangan sebelum pernikahan tidak secara otomatis menjadi tanggung jawab pasangan lainnya setelah menikah. Utang tersebut tetap menjadi tanggung jawab pribadi individu yang mengambil utang.
  2. Utang Bersama: Jika pasangan memiliki akun bersama atau salah satu pasangan menjadi penjamin untuk utang pasangan lainnya, maka utang tersebut menjadi tanggung jawab bersama. Ini berarti kedua pasangan bertanggung jawab untuk melunasi utang tersebut.
  3. Pengaruh Utang pada Keuangan Rumah Tangga: Meskipun utang pribadi tidak menjadi tanggung jawab pasangan lainnya, keuangan rumah tangga dapat terpengaruh oleh kewajiban pembayaran utang tersebut. Misalnya, pendapatan pasangan yang memiliki utang mungkin lebih banyak digunakan untuk membayar utang daripada untuk kebutuhan rumah tangga.

Dengan memahami aturan ini, pasangan di Amerika Serikat dan Singapura dapat lebih siap dalam mengelola keuangan mereka sebelum dan setelah menikah.

IV. Penyelesaian Utang Biaya Perkawinan

Penyelesaian utang biaya perkawinan dapat dilakukan melalui beberapa cara. Pasangan dapat melakukan negosiasi untuk menentukan siapa yang akan membayar utang tersebut. Jika terjadi sengketa, alternatif penyelesaian seperti mediasi atau arbitrase dapat dipertimbangkan untuk mencapai kesepakatan yang adil.

V. Kesimpulan

Dalam mengelola utang biaya perkawinan, penting bagi suami dan istri untuk memahami tanggung jawab masing-masing. Komunikasi yang baik dan kesepakatan yang jelas akan membantu mencegah konflik di masa depan. Dengan memahami perspektif hukum, pasangan dapat lebih siap dalam menghadapi tantangan keuangan yang mungkin muncul.

VI. Saran

Untuk pasangan yang akan menikah, penting untuk merencanakan keuangan dengan matang. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat membantu kamu menyusun anggaran pernikahan:

  1. Tentukan Prioritas: Identifikasi elemen-elemen yang paling penting bagi kamu dan pasangan. Misalnya, apakah kamu lebih mementingkan venue, dekorasi, atau dokumentasi? Menentukan prioritas akan membantu mengalokasikan anggaran dengan lebih efektif.
  2. Tentukan Total Anggaran: Diskusikan dengan pasangan dan keluarga mengenai total anggaran yang tersedia. Pastikan anggaran ini realistis dan sesuai dengan kemampuan finansial.
  3. Buat Daftar Kategori Pengeluaran: Bagi anggaran ke dalam beberapa kategori utama, seperti:
    • Venue dan Dekorasi: Sewa tempat, dekorasi, bunga, dan aksesori.
    • Katering: Makanan dan minuman untuk tamu.
    • Pakaian: Gaun pengantin, jas, dan pakaian pengiring pengantin.
    • Dokumentasi: Fotografi dan videografi.
    • Undangan dan Souvenir: Pembuatan dan pengiriman undangan, serta pembelian souvenir.
    • Transportasi: Sewa mobil pengantin dan transportasi untuk tamu.
    • Hiburan: Musik, band, atau DJ.
    • Biaya Administrasi: Biaya KUA dan dokumen pernikahan lainnya.
    • Bulan Madu: Biaya perjalanan dan akomodasi.
  4. Riset dan Bandingkan Harga: Lakukan riset untuk mendapatkan penawaran terbaik dari berbagai vendor. Bandingkan harga dan layanan yang ditawarkan untuk memastikan kamu mendapatkan nilai terbaik untuk uang yang dikeluarkan.
  5. Alokasikan Anggaran untuk Setiap Kategori: Setelah mengetahui harga dari berbagai vendor, alokasikan anggaran untuk setiap kategori. Sebagai panduan umum, sekitar 45%-50% dari anggaran pernikahan biasanya dialokasikan untuk venue dan katering.
  6. Siapkan Dana Cadangan: Selalu siapkan dana cadangan sekitar 10%-15% dari total anggaran untuk mengantisipasi pengeluaran tak terduga.
  7. Gunakan Aplikasi atau Spreadsheet: Manfaatkan aplikasi perencanaan pernikahan atau spreadsheet untuk melacak pengeluaran dan memastikan anggaran tetap terkendali.
  8. Evaluasi dan Sesuaikan: Secara berkala, evaluasi anggaran dan sesuaikan jika diperlukan. Pastikan semua pengeluaran sesuai dengan rencana dan tidak melebihi anggaran yang telah ditetapkan.

Dengan mengikuti langkah-langkah ini, kamu dapat menyusun anggaran pernikahan yang realistis dan memastikan semua kebutuhan terpenuhi tanpa stres keuangan. Selamat merencanakan pernikahan!

VII. Daftar Pustaka Hukum

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Referensi

  • Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT Intermasa, 1984.
  • Dollars and Sense
  • The Balance
  • Nolo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun