Dalam bahasa gaul, lola adalah akronim dari loading lama. Jika dikenakan pada seseorang, maka maksudnya adalah seseorang yang lambat ngeh atau lambat paham. Mirip dengan lemot, yang berarti  lemah otak.
Aku pun pemuda yang lola. Namun dengan pengertian yang lain. Dalam bahasa Jawa, lola berarti sudah tidak punya ayah dan ibu. Ya, dari kecil aku memang sudah ditinggal oleh kedua orang tua kandungku. Dari umur 5 tahun aku sudah yatim piatu.
"Meski lola, hidupmu itu beruntung banget, Nug." Kata Matius.
"Oh iya?"
"Begitu ditinggal oleh kedua ortumu saat masih kecil, kamu lalu berada di tempat yang tepat dan baik. Yaitu hidup di Panti Asuhan milik gereja. Setelah masuk SMP, kamu diasuh oleh Pak AKBP Drs. Andreas Sumargo. Kamu disekolahkan di sekolah favorit. Bahkan sampai kamu menjadi sarjana, semuanya dibiayai oleh keluarga yang sangat baik hati itu."
"Keberuntungan yang kualami itu adalah jawaban konkret Tuhan Yesus atas doa-doaku. Dia yang berjanji memberi apa yang kita minta, Dia juga yang menepati janji-Nya. Bahkan jawaban-Nya, kerap kali melebihi ekspektasiku."
"Memang kamu rajin berdoa kepada-Nya?"
"Lho, iya dong! Kedisiplinanku dalam doa itu sudah terbentuk sejak usia lima tahun. Sejak aku mulai tinggal di panti asuhan."
"Memang di panti asuhan diajarin seperti itu?"
"Pasti dong, namanya saja panti asuhan Kristen. Bukan hanya berdoa, tapi kami semua diajar untuk selalu bersyukur. Setia beribadah dan setia kawan. Siap berbagi dan bergotong royong. Mau terus belajar dan mau kerja keras. Dan nilai-nilai Kristiani yang lainnya."
"Kalau gitu, sebenernya anak-anak panti itu bukan anak-anak yang malang. Tapi anak-anak yang tangguh, terpuji dan prospektif."