"Ngapain aku harus ikut? Itu kan kelasmu dengan Lulu dan Bella?"
"Bener, tapi Mami kudu ikut juga buat nyemangati kami."
"Enggaklah! Mami bagian konsumsi sajalah."
"Kalau Marta, Mami boleh di dapur saja. Karena Mami adalah Maria, duduknya justru kudu yang paling deket dengan yang ngajar..."
"Haah kudu dekat Om Andre? Ya malu dong!"
"Malu apa mau? Mau apa mau banget....?" Goda Yati sambil terkekeh dan memeluk manja maminya.
***
Dari penjelasan, candaan dan godaan putrinya, Maria akhirnya sampai pada satu kesimpulan. Bahwa Aryati ia duga kuat sedang membangun sebuah kondisi. Agar dirinya bisa sesering mungkin bertemu dengan Pdm. Andreas. Minimal dua kali seminggu. Sehingga punya kesempatan untuk saling kenal satu sama lain. Dan ujungnya, berharap agar Adreas bisa tertarik kepada maminya.
Jika itu benar, berarti Aryati sendiri memang sudah rindu punya papi baru. Dan orangnya tidak lain, adalah Andreas sendiri.
"Sejatinya, aku pun sudah mulai tertarik kepadanya," pengakuan Maria dalam hati, kepada dirinya sendiri. "Namun, itu bukan perkara sederhana. Posisiku sebagai perempuan timur. Apalagi berhadapan dengan seorang pendeta. Itu membuatku kudu mau bersikap "hipokrit dalam cinta". Karena dalam konteks ini, antara munafik dan jaga image itu, bedanya sangat tipis sekali. Dan ini bisa berpotensi membuatku salah tingah."
"Tuhan Yesus, seandainya Engkau memang akan jodohkan hamba dengan Bung Andre, mohon bimbing hamba-Mu ini untuk bijak menjalani semua prosesnya. Namun apabila tidak, beri kekuatan pada hamba, agar mampu ikhlas menerima apa pun kehendak-Mu. Amin!"