Mohon tunggu...
Bambang Suwarno
Bambang Suwarno Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Mencintai Tuhan & sesama. Salah satunya lewat untaian kata-kata.

Pendeta Gereja Baptis Indonesia - Palangkaraya Alamat Rumah: Jl. Raden Saleh III /02, Palangkaraya No. HP = 081349180040

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bahagiamu, Bahagiaku Juga

8 Agustus 2020   16:03 Diperbarui: 8 Agustus 2020   15:54 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kebahagiaan menebarkan kebahagiaan. Senyuman menerbitkan senyuman yang lain. Itu yang terjadi pada Maria Dahayu, pagi ini. Setiap menatap putrinya yang masih pulas tidur di kamarnya, perempuan muda jelita itu selalu melepaskan senyum bahagianya. Kenapa? Karena semalaman, di sepanjang tidurnya, di wajah putrinya itu tersungging senyuman. Senyum dalam tidur. Atau tidur dalam senyuman. Artinya, Aryati Permatasari (nama putrinya), sedang dalam buaian kebahagiaan.

"Yati masih pules Bun!" Maria menjelaskan kepada bundanya, di meja makan.

"Ya biar saja Nduk. Kemarin, dia kan memang kurang tidur karena ketakutannya sendiri? Sekarang biarkan saja dia tidur sepuasnya. Jangan bangunin dia!"

"Kalau Yati sudah bisa tidur pules, itu artinya dia sudah merdeka..." ujar Budiman.

"Yang Panjenengan maksud merdeka itu apa?"

"Ya merdeka dari rasa takut, dong! Paling tidak, dia sudah mampu meredam ketakutannya sendiri."

"Bukan hanya itu, Romo!" imbuh Maria, "Aryati kini sudah menemukan keceriaannya kembali. Aku hafal betul akan adatnya. Sejak kecil, cucu Romo itu kalau tidur emang selalu tersenyum. Tapi setahun ini, senyumannya itu hilang. Yaitu sejak meninggalnya Papinya. Namun Puji Tuhan, semalaman malah sampai kini, ia senyum terus dalam tidurnya....."

"Wah yo bagus banget tuh! Tapi karena aku sudah laper, yuk kita sarapan dulu!"

Aneh bin ajaib! Semua menu masakan yang terhidang di atas meja makan, pagi ini semuanya ludes tak bersisa. Cara makan mereka bertiga sungguh di luar biasanya. Semuanya amat bersemangat menikmati masakan Maria. Sangat mungkin, itu disebabkan karena suasana hati mereka tengah dipeluk oleh kebahagiaan dan rasa syukur. Kebahagiaan Yati telah membahagiakan hati mereka juga.

"Tapi sekarang, kamu harus masakkan cucumu, Bu! Sebentar lagi pasti ia akan bangun."

"Jangan kuatir! Akan kumasakkan sendiri menu yang paling ia sukai." Jawab istrinya mantap, sambil langsung beranjak ke dapur.

Sementara istrinya di dapur, Budiman memanfaatkan waktunya untuk bertanya pada Maria. Ia bertanya perihal rencana masa depannya.

"Kamu kan masih muda Ria (35 tahun), apa kamu nggak pengin carikan papi baru buat Yati?"

"Romo, pada dasarnya, saya nyerah saja pada kehendak Tuhan Yesus."

"Tapi kamu pribadi sebenernya sudah kepengin atau belum?"

"Saya kan perempuan, Romo. Kultur kita, kan menempatkan perempuan itu dalam posisi yang menunggu? Jadi, yah saya wait and see saja deh...."

"Selama ini, apa sudah ada lelaki yang mendekatimu?"

Maria lalu menjelaskan apa adanya kepada ayahnya. Memang sejak ia menyandang status janda, sebulan kemudian dan sampai kini, sudah ada 3 orang pria yang serius menyatakan hasrat hatinya. Selain itu, ada banyak pria lain yang coba mendekat dan menggodanya. Tapi sejauh ini, dia seperti tidak mempedulikannya.

"Terus gimana ceritanya dengan 3 orang pria yang serius padamu itu?"

"Saya tak bisa menerimanya, Romo. Pria pertama adalah bosnya almarhum Papinya Yati sendiri. Saya tolak karena selain tidak seiman, ia juga ingin mempoligami saya. Yang kedua, karena dia lebih muda 5 tahun dari saya. Meski dia ganteng dan karirnya prospektif, tapi saya nggak bisa nyaman hidup dengan cowok yang umurnya di bawah saya."

"Terus pria yang ketiga?"

"Dia seorang dosen yang juga adalah pelanggan setia toko roti saya. Saya pun tak bisa menerimanya, Romo. Karena setelah saya minta pendapat Aryati, dia merasa tidak sreg. Kalau Yati sudah kadak sreg, ya saya tak bisa paksakan diri....."

Pembicaraan mereka mendadak terhenti, karena ibunya Maria masuk kembali ke ruang makan. Dan bergabung kembali dengan mereka.

"Tampaknya kok serius banget? Lagi bahas apa sih?" tanya ibunya penasaran.

Budiman pun menjelaskan secara garis besar topik pembicaraan mereka kepada istrinya. Sambil mendengar suaminya, wanita lansia itu menatap lekat Maria. Kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya mencoba memahami substansinya.

"Sikapmu itu sudah bener Nduk! Kalau Yati sudah kagak nyaman, atau kagak setuju, ya gak perlu diterusin. Kan menikahmu bukan untuk dirimu sendiri saja? Kalau dipaksakan, malah yang kasihan cucuku nanti."

Perbincangan keluarga tersebut terpotong lagi oleh munculnya Aryati dari kamarnya. Karuan saja Maria spontan menyongsongnya. Memeluknya dan mengajaknya menari dan melonjak. Lalu serunya: "Hore, putriku sudah cantik kembali! Horeee!"

"Maksud Mami itu apa sih? Sejak dulu aku kan emang cakep?"

"Bener kamu memang cantik. Tapi setahun ini, kecantikanmu telah ketutup oleh cemberutmu. Oleh jutekmu dan temperamentalmu. Tapi sekarang, kamu sudah bisa tersenyum lepas kembali, sayang! Kamu cantik sekali, sayangku! Mami bahagia banget saat ini......!"

***

Setelah dirasa cukup cari keringat dengan bersepeda, sore ini Aryati langsung balik ke rumah kakek neneknya kembali. Tapi maminya tidak dilihatnya di rumah. Menurut neneknya, Maria baru saja pergi ke toko rotinya.

"Sini, duduk sini Yati! Yangkung mau ngobrol denganmu...." Yati pun menurutinya.

"Kamu belum kepingin punya papi baru, ya?"

"Kepengin juga sih. Tapi lihat-lihat dulu, siapa orangnya?"

"Kudengar tempo hari, ada pria yang naksir mamimu. Tapi karena kamu kagak sreg padanya, ya gak jadi deh... itu lho si om yang dosen itu! Kok kagak sreg, alasannya apa, sih?"

"Pokoknya aku gak sreg saja setiap melihatnya. Dan baru minggu lalu, perasaanku itu terbukti benar, Kung! Ternyata dia itu lelaki yang gak bener. Dia itu pebinor. Atau perebut bini orang...."

"Haah merebut bini orang? Ceritanya gimana?" kejar kakeknya.

"Ia dituduh melarikan mahasiswinya yang sudah bersuami. Ya jelas saja suaminya gak terima dong. Lalu dikeroyoklah dia. Yah bonyok-bonyok gitu deh....."

"Berarti feeling-mu itu tajam dan akurat, loh....!"

Lalu pembicaraan mereka beralih ke masalah kondisi batin Aryati. Kemarin si cucu memang disergap ketakutan yang amat mencengkeramnya. Remaja cewek milenial itu takut kalau dirinya sampai terpapar covid-19. Pasalnya seorang sahabatnya, dan banyak warga di lingkungan RT-nya positif virus tersebut. Semuanya harus dievakuasi ke rumah sakit. Bahkan ada seorang nenek yang sudah meninggal dunia. Makanya Yati diajak maminya mengungsi sementara di rumah Eyangnya, yang di lingkungan zona hijau.

"Yangkung hebat deh! Aku makasih banget pada Yangkung!"

"Makasih soal apa?"

"Ya makasih dong! Karena ketiga ayat Alkitab yang kemarin Kung berikan padaku, bener-bener telah menguatkan dan membahagiakan hatiku. Aku jadi tidak takut lagi. Kapan pun dipanggil Tuhan, aku sudah kagak parno lagi. Sebab aku pasti akan masuk surga."

"Sama dong dengan Yangkung dan Yangti! Bagi yang sungguh beriman kepada Tuhan Yesus, mati itu bukan malapetaka yang mengerikan, melainkan keuntungan yang teramat besar..."

"Itu seperti yang dikatakan Rasul Paulus di Filipi 1:21 itu kan Kung?" Yangtinya Yati nimbrung.

"Ya, bener sekali! Paulus itu adalah rasul Kristus yang paling banyak alami penderitaan. Ia sendiri mengatakan, dirinya kerap kali dalam bahaya maut (II Korintus 11:23). Meski pun begitu, ia tidak pernah tawar hati. Kenapa? Sebab penderitaannya (di bumi), itu mengerjakan baginya kemuliaan kekal (di surga) yang melebihi segala-galanya. Coba kamu baca II Korintus 4:16-17!" Yati pun dengan bergairah membacanya dari poselnya.

"Wow, Yangkung hafal semua ayat Alkitab, ya?"

"Enggak juga. Dalam Alkitab kan terdapat ribuan ayat? Tapi untuk ayat-ayat penting khususnya tentang Ketuhanan Yesus Kristus dan tentang surga, sebisa mungkin Yangkung hafalkan. Kenapa? Sebab ayat-ayat suci itu sangat nenteramkan hatiku. Lagian, bicara tentang surga, harus bicara juga tentang Tuhan Yesus! Kita tak mungkin bisa bicara surga, tanpa bicara siapa Sang Pemilik Surga itu. Dialah Juruselamatmu yang akan menaikkanmu ke surga pada waktunya!"

"Sejak kecil saya menyebut Yesus itu, ya Tuhan Yesus. Ngapain sih Kung, Yesus kok kita panggil Tuhan? Gimana penjelasannya?"

Begitu Budiman akan menjawab pertanyaan cucu kesayangannya itu, tiba-tiba berderinglah ponselnya. Ternyata panggilan telepon dari Maria. Maria memintanya agar mereka semua segera menuju ke sebuah resto langganannya untuk makan malam bersama di sana. Ia pun meminta istrinya untuk segera memanggil taksi online.

"Cucuku, nanti pasti akan kujelaskan kenapa Yesus itu disebut Tuhan. Tapi sekarang, yuk kita pergi makan malam dulu. Mamimu sudah menunggu di sana."

"Yes! Siap Bos.....!" serunya sambil kepalkan tangan dan tertawa berderai-derai.

==000==

Bambang Suwarno-Palangkaraya, 8 Agustus 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun