Pembicaraan mereka mendadak terhenti, karena ibunya Maria masuk kembali ke ruang makan. Dan bergabung kembali dengan mereka.
"Tampaknya kok serius banget? Lagi bahas apa sih?" tanya ibunya penasaran.
Budiman pun menjelaskan secara garis besar topik pembicaraan mereka kepada istrinya. Sambil mendengar suaminya, wanita lansia itu menatap lekat Maria. Kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya mencoba memahami substansinya.
"Sikapmu itu sudah bener Nduk! Kalau Yati sudah kagak nyaman, atau kagak setuju, ya gak perlu diterusin. Kan menikahmu bukan untuk dirimu sendiri saja? Kalau dipaksakan, malah yang kasihan cucuku nanti."
Perbincangan keluarga tersebut terpotong lagi oleh munculnya Aryati dari kamarnya. Karuan saja Maria spontan menyongsongnya. Memeluknya dan mengajaknya menari dan melonjak. Lalu serunya: "Hore, putriku sudah cantik kembali! Horeee!"
"Maksud Mami itu apa sih? Sejak dulu aku kan emang cakep?"
"Bener kamu memang cantik. Tapi setahun ini, kecantikanmu telah ketutup oleh cemberutmu. Oleh jutekmu dan temperamentalmu. Tapi sekarang, kamu sudah bisa tersenyum lepas kembali, sayang! Kamu cantik sekali, sayangku! Mami bahagia banget saat ini......!"
***
Setelah dirasa cukup cari keringat dengan bersepeda, sore ini Aryati langsung balik ke rumah kakek neneknya kembali. Tapi maminya tidak dilihatnya di rumah. Menurut neneknya, Maria baru saja pergi ke toko rotinya.
"Sini, duduk sini Yati! Yangkung mau ngobrol denganmu...." Yati pun menurutinya.
"Kamu belum kepingin punya papi baru, ya?"