Mohon tunggu...
Bambang Suwarno
Bambang Suwarno Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Mencintai Tuhan & sesama. Salah satunya lewat untaian kata-kata.

Pendeta Gereja Baptis Indonesia - Palangkaraya Alamat Rumah: Jl. Raden Saleh III /02, Palangkaraya No. HP = 081349180040

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seperti Anies dan Ahok

16 Agustus 2019   09:53 Diperbarui: 16 Agustus 2019   10:07 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada hujan mencurah. Tidak pula ada angin melintas. Tapi keterkejutan tiba-tiba menyambar kepala saya. Kenapa? Karena baru saja saya terima kabar, bahwa Badelul mau nyawali. Atau mau mencalonkan diri sebagai walikota. 

Tahun depan di kota saya memang akan ada Pemilihan Walikota dan Wakilnya. Namun benarkah kabar itu? Atau hanya hoax saja? Akh, tak mungkin! Saya sungguh tak percaya!

"Benar, Abang! Aku terima berita itu dari sumber yang sangat bisa dipercaya." Kata istri saya mencoba meyakinkan.

"Akh, itu cuma guyonan-nya dia saja. Itu igauan-nya saja. Kan Badelul itu, kalau tidur, kabarnya kan suka ngelindur." Ujar saya enteng-enteng saja.

"Terserah kalau Abang tidak percaya. Tapi yang ngomong itu adalah istri Badelul sendiri."

"Istriku sayang! Orang nyawali itu, syaratnya banyak," jelas saya, "dan semua syaratnya berat-berat . Untuk sampai bisa diusung oleh sebuah partai politik. Dan didukung oleh partai-partai koalisinya. Itu saja sulitnya sudah minta ampun. Aku nggak ngemehin di, deh. Aku hanya realistis saja. Menurutku, Badelul sama sekali nggak level untuk jabatan itu....."

"Dunia ini kan penuh kejutan, Bang. Apa yang sebelumnya tak pernah kita bayangkan. Atau apa yang sebelumnya dianggap orang sebagai kemustahilan. Nyatanya banyak yang bisa  menjadi kenyataan...."

"Dalam kontestasi demokrasi di Pilkada atau Pilpres, siapa contohnya coba?" kejar saya.

"Itu mah gampang, Bang! Siapapun, sebelumnya pasti berpendapat bahwa semua presiden negeri Paman Sam adalah monopoli orang kulit putih. Nyatanya Barack Obama bisa nembus ke Gedung Putih. Pernahkah sebelumnya orang meramalkan, bahwa napi politik seumur hidup Nelson Mandela bisa menjadi Presiden Afsel? Tidak kan? Tapi faktanya gimana?"

"...................." saya hanya berdehem sambil manggut-manggut mengiyakan.

"Lalu siapa sangka kalau Gus Dur bisa jadi presiden kita juga? Juga Pak KH Amin Ma'ruf yang bisa jadi pemdampingnya Jokowi. Sebaliknya, siapa sangka kalau Rizieq Shihab bisa terkatung-katung sampai sekarang di Arab Saudi?"

Meski pun begitu, saya masih sangat meragukan kemampuan Badelul untuk bisa jadi seorang walikota. Pertama, setahu saya, dia bukan kader dari partai mana pun. Kedua, profesinya pun cuma pedagang kuliner kelas menengah di kota ini. Yaitu pemilik tiga buah Depot Makan Sate Kambing. 

Ketiga, tingkat intelektualitasnya pun sangat pas-pasan. Bayangkan, untuk lulus S1 saja ia harus menempuhnya sampai 6 tahun. Keempat, dugaan kuat saya, Badelul tidak punya cukup modal. Padahal political cost untuk kontestasi pilwali saat ini sangatlah besar. 

Kelima, dia bukan artis beken, olahragawan handal atau pun aktifis vokal. Artinya, dia tak punya keterkenalan apa pun di tengah masyarakatnya. Maka sudah pasti elektabilitasnya akan sangat rendah.......

"Oooo, Abang jangan salah! Jangan keburu under estimate dulu terhadapnya!" potong istri saya, "Badelul itu sekarang ini sudah bergelar doktor, Bang..."

" Haah, sudah doktor? Doktor apaan? Kapan dan di mana kuliahnya?" sergah saya hampir seratus persen tak percaya. Dalam hati, mendadak saya berburuk sangka padanya. Jangan-jangan doktornya abal-abal?

"Abang  nggak akrab dengannya, sih! Jadi Abang tak tahu perkembangan Badelul tahun-tahun belakangan ini." Tukas istri saya.

"....................." saya hanya simak saja omongan istri saya, sambil membayangkan wajah Badelul dengan asap rokoknya yang selalu mengepul.

"Ayah mertuanya beserta semua saudaranya, itu kan termasuk keluarga yang tajir-tajir. Hampir semua mereka adalah para saudagar lumayan. Yang punya ratusan karyawan..."

"Oke, tapi apa urusannya dengan Badelul?" sahut saya.

"Merekalah justru yang mendorong Badelul untuk nyalon walikota. Artinya, mereka siap menjadi penyandang dananya. Juga mereka akan mewajibkan sekian ratus orang karyawan perkebunan sawitnya beserta keluarganya -- untuk mencoblos Badelul. 

Dan jangan lupa, bahwa teman kita itu, di kota ini punya banyak pelanggan setia yang fanatik.  Yaitu para konsumen sate dan gulai kambingnya. Merekalah yang akan digarap menjadi calon pemilih potensialnya." Tambah istri saya.

"Ya semoga saja dia berhasil. Tapi feeling-ku, Badelul hanya akan gatot saja. Alias gagal total." Jawab saya pada istri.

***

Hari-hari berikutnya, pikiran saya tersandera oleh rencana besar Badelul. Konsentrasi saya untuk menjalankan aktifitas rutin saya menjadi terganggu. Sehingga, mengerjakan hal-hal yang paling sederhana pun, menjadi tidak maksimal. Oh, Badelul, mengapa engkau memberangus hatiku?

Bahkan kini, sesuatu yang paradoksal terjadi pada diri saya. Di satu sisi, saya cukup meragukan keseriusan Badelul untuk nyalon walikota. Apalagi soal peluangnya untuk menang. Bagi saya, itu cuma akan buang-buang waktu. 

Buang-buang duit dan buang-buang energi saja. Yang pada ujungnya, akan jadi pecundang saja. Dan akan meringkuk menggelepar dalam penyesalan. Mubazir saja kan?

Tetapi, di sisi lain, saya sangat merasa tertantang untuk membantunya. Kasihan kalau sampai ia hancur akibat ambisi politiknya sendiri. Saya harus mendukung dan menolongnya.

"Apa betul kamu mau nyalon walikota, Lul?" tanya saya ketika saya mengunjungi rumahnya.

"Ya, benar. Awalnya aku memang sempat ragu. Tapi karena semua keluargaku. Terutama keluarga besarnya mertuaku, semua mau mendukungku penuh.  Ditambah salah seorang temanku, yang jadi sekretaris sebuah parpol, juga janji memperjuangkanku agar bisa diusung oleh partainya. Maka kurasa tak ada salahnya untuk mencobanya...."

"Apakah kamu cukup yakin untuk bisa bersaing dan memenangkan kontestasi itu?" pancing saya.

"Yakin banget sih belum. Tapi aku sungguh berharap agar bisa seperti Anies dan Ahok..."

"Maksudmu?"

"Pemilihan putaran pertama Anies kan hanya urutan kedua. Tapi pada putaran kedua, kan dia pemenangnya. Aku pun pengin seperti itu. Awalnya diragukan banyak orang. Tapi akhirnya kan bisa membalikkan keadaan." Jelasnya sambil memekarkan senyumannya.

"Oh...Lul....ngapain kamu berpikiran seperti itu? Terus terang ya, bagiku kemenangan Anies itu hanya faktor 'keberuntungan' saja. Kurang elegan dan kurang ideal. 'Keberuntungan' Anis didapatkan dari 'kebuntungan' Ahok. Coba Ahok nggak keseleo lidah, nggak bakalan Anies bisa menang. Kamu jangan seperti itulah! " pesan saya seraya menepuk-nepuk bahunya.

"Justru aku sangat berharap yang seperti itu, Abang! Aku pengin beruntung seperti Anies. Dan pesaingku yang buntung seperti Ahok!" mendengar itu, saya hanya bisa geleng-geleng kepala saja.

Saya sungguh prihatin dengan cara berpikir Badelul yang naif seperti itu. Apa dipikirnya, kasus pilkada di DKI 2017 itu, bisa dengan mudah untuk diulanginya lagi di tempat lain? Nggak bakalan, Bro! Itu hanya delusi-mu saja, Bro!

***

Di rumah, atas permintaan istri saya, saya ceritakan semua hal yang saya bicarakan dengan Badelul. Termasuk permintaan Badelul agar saya mau jadi konsultan pribadinya dan masuk dalam Tim Suksesnya....

"Tidak dan jangan!!!" sahut istri saya tegas dengan nada suara cukup tinggi sambil berdiri.

"Lho, kenapa kok nggak boleh, Sayang.....?" tanyaku penasaran.

Dengan berapi-api ia jelaskan, bahwa Badelul punya adik perempuan cantik yang sudah berstatus janda. Dan yang sekarang tinggal di rumah kakaknya. 

Kata banyak emak-emak, si janda muda molek itu disinyalir berpotensi besar menjadi seorang pelakor yang akan siap memangsa siapa saja dan menghancurkan rumah tangga siapa saja.

"Ya, ampun...." Gumam saya bengong.

==000==

Bambang Suwarno-Palangkaraya, 16 Agustus 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun