Di sisi lain, bila HOTS tidak kelola dengan baik akan berpotensi memiliki kelemahan, seperti: overthinking, ketidakmampuan untuk beradaptasi, kecenderungan perfeksionisme, kurang fleksibilitas dalam berpikir, keterbatasan kreativitas, risiko stres dan kecemasan, tidak efisien dalam tugas rutin, serta ketidakseimbangan dalam hidup.
Sedangkan LOTS itu kan lower brain, reptilian brain, lizard brain, old brain, crocodile brain atau croc brain, dan masih banyak lagi nama lainnya termasuk survival brain. Pilihannya hanya; “hit or run,” atau bertempur atau mati, dan 'harus menang.' "We have no choice anymore !" Secara tidak langsung bisa dianalogikan begitulah default-nya (default mode network).
LOTS itu dengan didominasi fungsi organ amigdala, sistem limbik dan batang otak, yang kecenderungannya lebih mengutamakan “fast thinking” dan aksi cepat, tindakan jangka pendek bukan konsep awang-awang. Lebih banyak memberikan bukti jangka pendek bukan janji-janji muluk jangka panjang. Hal ini terefleksikan dari usulan-usulan programnya, seperti; a) bagi-bagi bansos atau bantuan sosial, sembako dan uang, serta b) program makan siang gratis. Jangka pendek efektif dan nyata sekali, namun belum tentu dengan jangka panjang, bisa jadi Indonesia malah berpotensi dijajah kembali. Namun hal itu bukan berarti tidak diperhatikan, tetapi akan dipikirkan di kemudian hari.
Langkah-langkah LOTS dalam upaya-upaya memperbaiki dan meningkatkan ekonomi juga terlihat, yang diprioritaskan terutama jalan pintas yang paling efektif dan cepat adalah menaikan pajak. Alibinya; tidak membidik di dalam kebun binatang yang sama, namun kebun binatangnya yang dibesarkan. Berbeda dengan HOTS, yang memprioritaskan kepentingan rakyat untuk didahulukan dan dimuliakan. Bagi mereka rakyat tidak bisa dianalogikan bahkan lebih ekstrim tidak boleh disamakan dengan binatang. Padahal cara memburu dan membidiknya lah yang harus ditingkatkan. Masalah seperti underground economy dan penegakan hukum menjadi prioritas yang harus diperbaiki. Bagaimana cara mengoleksi pajak dan kepengurusan pengelolaannya yang dibenahi, jangan malah menjadi sarang koruptor. Bukan besar prosentasi pajaknya yang dinaikan dan seterusnya.
LOTS memiliki kharateristik dengan kekuatan-kekuatannya, seperti; introspeksi yang mendalam, emosionalitas yang kuat, empati yang tinggi, kreativitas dan imajinasi yang kuat, daya resiliensi emosional yang baik, pemikiran intuitif, pentingnya hubungan sosial, serta kecenderungan refleksi dan kontemplatif.
Sebaliknya LOTS mempunyai kelemahan-kelemahan, seperti; ketidakmampuan untuk fokus pada tugas spesifik, tingkat kecemasan yang tinggi, keputusan yang terlalu dipengaruhi oleh emosi, kesulitan dalam menanggapi perubahan, kurangnya analisis mendalam, tidak efektif dalam menangani tugas kompleks, ketergantungan pada kreativitas tanpa implementasi, dan potensi untuk merasa terlalu berat.
Berbeda dengan MOTS yang memanfaatkan sirkuit listrik otak yang lebih dikenal dengan istilah “salience network” (SN). Konsep SN dalam otak pertama kali diperkenalkan oleh dua peneliti bernama Seeley dan koleganya pada tahun 2007. Dalam penelitian mereka yang diterbitkan di jurnal ilmiah "Neuron," mereka membahas tentang jaringan otak yang terlibat dalam mendeteksi dan mengarahkan perhatian terhadap stimulus yang signifikan atau salient. Jaringan ini kemudian dikenal sebagai SN dan pemahaman terhadap perannya dalam mengarahkan perhatian dan mengelola respons emosional terus berkembang sejak saat itu.
Jaringan saliens ini melibatkan beberapa struktur otak yang bekerja bersama untuk mendeteksi dan mengarahkan perhatian terhadap stimulus yang signifikan. Komponen utama jaringan ini biasanya melibatkan; pertama, insula yang terletak di dalam otak dan terlibat dalam pemrosesan informasi sensorik dan pengaturan emosi. Kedua, gyrus cinguli anterior merupakan sebuah bagian dari korteks serebral yang terlibat dalam pengaturan perhatian dan respons emosional. Ketiga, amigdala yang terlibat dalam pemrosesan emosi, terutama respon terhadap stimulus yang dianggap penting atau berpotensi berbahaya. Pekerjaan bersama dari struktur-struktur ini membentuk SN dan memainkan peran penting dalam mengarahkan perhatian dan mengelola respons terhadap stimulus yang dianggap penting atau salient dalam lingkungan.
Beberapa sifat atau karakteristik yang mungkin terkait dengan kecenderungan SN yang tinggi melibatkan; a) perhatian yang kuat pada stimulus penting, b) respons emosional yang intens, c) sensitivitas yang tinggi terhadap ancaman, d) kesulitan mengalihkan perhatian, dan e) perilaku respon cepat.
Agar dapat memperbesar peluang untuk menang, paslon nomor urut 3 sebenarnya bisa memilih 'strategi tengah,’ yaitu dengan mengoptimalkan fungsi otak lobus insula (OLI). OLI terlibat dalam pengolahan informasi emosional dan pengambilan keputusan. Pemilihan antara perubahan atau melanjutkan program yang ada dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk konteks organisasi, kondisi eksternal, dan kebijakan yang ada. Pemanfaatan positioning OLI dapat membantu pemimpin merespons secara emosional dan merenungkan implikasi keputusan pada hubungan sosial dan tim. Namun, keputusan akhir akan dipengaruhi oleh kombinasi logika, nilai-nilai, dan keterampilan kepemimpinan pemimpin tersebut.
Jadi kalau kita rangkum dari rincian penjelasan di atas, masing-masing memiliki kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangannya. Strategi implikasi dan implementasi taktikalnya dapat menyesuaikan masing-masing SWOT tersebut. Kegagalan atau kekalahan, serta hasilnya tidak sesuai, dikarenakan salah menerapkan strategi dan tidak memaknainya dengan baik. Kelemahan pada umumnya; biasanya penerapan strategi implikasi ini tidak konsisten pada implementasinya. Sehingga para penasihat timses dan tim pendukungnya justru memberikan advis yang keliru. Mereka malah memainkan peranan kubu lain, dengan mencoba memperbaiki positioningnya. Bereksperimen dan mencoba-coba menggeser positioningnya, terlihat ‘wanna be others.’ Akhirnya karakternya gagal terbentuk.