Tinjauan Pustaka
Terkait dengan potensi kepemimpinan perempuan, penulis hadirkan hasil telaah dari 3 jurnal penelitian dunia. Pada artikel jurnal pertama, melaporkan hasil penelitiannya; bahwa perempuan sering diabaikan dalam hal pelatihan kepemimpinan (Hopkins et al, 2021).Â
Penyediaan coaching (pembinaan) rekan yang difasilitasi (FPC - facilitated peer coaching) telah dianggap sebagai pilihan strategi dengan biaya yang efisien dan efektif; walaupun masih minimnya penelitian dalam HSO (human service organizations).Â
Area pertumbuhan terbesar termasuk pola pikir individu dan perilaku interpersonal dalam praktik organisasi. Tantangannya termasuk pembatasan waktu dan ketidakberdayaan mengubah budaya organisasi. HSO dapat meningkatkan pembinaan kepemimpinan bagi perempuan dengan menyediakan waktu, sumber daya, dukungan, dan kemitraan dengan organisasi untuk pembinaan di seluruh jaringan.
Sedangkan pada artikel penelitian kedua yang diadakan di Mozambik, bahwa keterwakilan perempuan signifikan dalam pemerintahan di tingkat pengambilan keputusan telah diidentifikasi sebagai langkah kunci menuju pencapaian kesetaraan gender (Lewis et al, 2018).Â
Di dalam penelitian itu dikatakan pada tahun 2015, perempuan menduduki 39,6% kursi parlemen. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi hambatan dan fasilitator terkait gender untuk meningkatkan kebijakan yang berpusat pada perempuan di sektor kesehatan.Â
Pada penelitian ini memiliki 2 temuan utama, yaitu: (1) perempuan yang berpartisipasi umumnya tidak merasakan diskriminasi di tempat kerja dan (2) senior pada sektor kesehatan ini menganggap perempuan lebih dapat menyesuaikan diri dengan isu-isu yang berpusat pada perempuan daripada pria.
Di dalam penulisan penelitian pertama dicantumkan hasil riset sebelumnya; bahwa pada penelitian neuroleadership menunjukkan bahwa pembelajaran difasilitasi dengan baik ketika memungkinkan untuk "momen generatif" - membangun waktu sesuai rencana yang didedikasikan untuk refleksi dan penerapan pembelajaran sesama partisipan, dan kemudian diperkuat melalui dukungan kolaboratif.Â
Pembelajaran ini menjelaskan bagaimana peserta didik memperoleh pengetahuan, dan memaknainya menjadi perubahan perilaku yang dapat ditindaklanjuti (Rock & Ringleb, 2013).
Sedangkan di dalam artikel penulisan penelitian ketiga, dieksplorasikan peran neuroleadership (kepemimpinan berbasiskan neurosains) dalam keterlibatan kerja (work engagement). Walau dalam penelitian ini tidak mengkhususkan atau membedakan gender secara spesifik (Zwaan et al, 2019).Â
Disebutkan juga pada artikel tersebut bahwa pengembangan SDM (sumber daya manusia) kurang fokus dalam penelitian teoritis karena kurangnya kejelasan hubungan penelitian dengan praktek dan kurangnya minat pada isu teoritis (Storberg-Walker, 2006).Â