Jakarta, 26 Oktober 2020. Sering kali kegagalan bisnis atau tidak optimalnya kinerja suatu perusahaan karena tergilas dengan perubahan lingkungan bisnis yang terus terjadi dan semakin cepat.Â
Kebanyakan pebisnis telah menyadari adanya perubahan tersebut yang sifatnya selalu terdisrupsi, bergejolak, penuh ketidakpastian, sangat rumit, dan membingungkan, serta diwarnai semakin banyak perbedaan yang beragam. Namun kurang atau salah memaknai.
Perubahan yang terus berjalan ini merupakan kenormalan baru yang sesungguhnya. Termasuk datangnya pandemi COVID-19. Jika kita berjiwa besar dan lebih berpikir jernih serta tenang (clear mind), kita akan menerima kalimat tersebut.Â
Pertama, situasi dan kondisinya tidak seburuk sekarang bila mana kita jauh-jauh hari telah mempersiapkan mental dan pikiran serta melakukan segera langkah-langkah antisipasinya.
Kedua, tidak ada yang tahu masa pandemi ini kapan akan berakhir. Krisis ekonomi pastinya terjadi. Namun, katakanlah bila tahun depan, atau 2 tahun lagi masa-masa sulit ini berhasil kita lewati, tidak ada yang dapat menggaransi di tahun-tahun berikutnya bebas dari musibah yang bahkan mungkin lebih dahsyat dari sekarang.Â
Walau tentunya tidak seorangpun yang mengharapkannya, atau kita pastinya selalu berdoa meminta kepadaNya agar tidak ada lagi bencana-bencana tersebut. Di sini sangat terlihat bahwa manusia itu sesungguhnya lemah dan sangat tergantung oleh Penciptanya.
Tetapi manusia sebenarnya merupakan mahluk yang paling sempurna dibanding mahluk ciptaan lainnya. Dengan dilengkapi otak cemerlang untuk senantiasa berpikir dan beradaptasi di setiap perubahan dan masing-masing jamannya.Â
Kesadaran atas perubahan-perubahan yang terus berlangsung ini akhirnya ada dan tumbuh berkembang (baca juga tulisan Annie Lennon 21 Oktober 2020: "New Theory Says Consciousness Arises from Electromagnetic Energy, sumber: Neuroscience of Consciousness, Medical Xpress).Â
Namun sering kali para pebisnis terkecoh dalam pemaknaannya. Salah satu contoh signifikannya adalah masih keras kepala bertahan mengaplikasikan ilmu-ilmu dan alat bantu yang telah usang. Selalu membuka diri dan berpikiran bertumbuh merupakan kata-kata bijak yang tepat untuk terus menerus belajar dan mau meningkatkan serta memperbaiki diri (unlock your brain).
Paling sederhana dan akan sangat berdampak yaitu; memulai dengan merenungkan serta memikirkannya kembali (rethinking & reframing).Â
Pada saat kita mendirikan, membangun dan menjalankan bisnis pasti tujuannya ingin sukses tentunya dengan perasaan suasana hati yang menyenangkan, tidak menyiksa diri. Artinya kita memulai kebiasaan baru yang benar-benar menyukai dan mencintai pekerjaan atau bisnis yang akan dijalankan.
Memang ukuran sukses berbeda-beda untuk setiap orang. Namun kita dapat memprediksikannya. Berdasarkan kajian neurosains sirkuit listrik otak kita menyukai sesuatu yang dapat diprediksi.Â
Ciptakanlah bisnis yang kira-kira akan sukses. Tiga capaian utama fokusnya yang pertama; jelas pasti mengejar keuntungan, berapa rupiah yang akan kita hasilkan setiap tahunnya, setiap bulannya, dan setiap harinya.
Kedua; tentunya agar tercapai kebebasan, tidak hanya kebebasan finansial, namun termasuk kebebasan emosional, kebebasan pengaturan waktu, dan kebebasan lainnya.Â
Serta ketiga; yang diinginkan pastinya bisnis yang berdampak positif bagi kehidupan pribadi, keluarga, saudara, komunitas dan lingkungan warga sekitar, serta harapan besarnya bagi masyarakat luas. Bila fokusnya memang kepada tercapainya ketiga tujuan tersebut, berarti kita harus mempunyai model bisnis kuat yang dapat diprediksikan bertumbuh.
Model bisnis yang dimaksud harus memiliki sedikitnya tiga aspek fundamental penting yang diperlukan (John Assaraf, 2019). Pertama, kita harus memiliki pondasi atau dasar-dasar yang kokoh. Kedua, kita harus dapat mengimplementasikan strategi-stategi dan taktik-taktik yang kuat dengan cara yang benar.Â
Ketiga, kita harus berupaya sekuat mungkin untuk dapat mengoptimalisasikan langkah-langkah strategi dan taktik yang telah kita implementasikan ke dalam bisnis atau perusahaan kita, agar tidak hanya baik, tapi juga menjadi yang terbaik.
Yuk kita bahas satu per satu. Pondasi kokoh yang pertama kita harus mempunyai cara berpikir atau "mindset"Â yang tepat. Cara berpikir yang dimaksud bukan hanya sekedar sikap perilaku yang bagus, tidak sesederhana itu. Artinya di sini banyak pebisnis terkecoh dengan kalimat-kalimat definitif, tanpa memaknai dengan baik.Â
Sesuai dengan pengetahuan neurosains yang kita pelajari, mindset dimaksud bahwa segala sesuatu terkait bisnis yang kita jalankan dan dapat diprediksi. Kita yakin secara eksplisit dan implisit. Keyakinan kita yang mengendarai model perilaku kita bekerja dan berbisnis, sesuai dengan kemampuan pengetahuan dan pengalaman kita.
Untuk mampu mengimplementasikan kerangka berpikir dan kerangka kerja yang kita telah uraikan di atas sebelumnya, dengan kapabilitas yang paling tertinggi, kita harus fokus menggunakan mindset dengan dua perspektif.Â
Yaitu; apa-apa yang kita dapat bayangkan secara sadar, dan apa-apa yang kita percaya serta yakin secara sadar dapat kita capai, juga layak memperolehnya. Karenanya menjadi krusial dan merupakan bagian dari pondasi penting yang harus kita tanamkan.
Mindset seorang pengusaha tadi dijalankan baik dalam permainan bisnis keluar maupun ke dalam. Keluar dimaksud adalah "skillset" yang harus dimiliki seorang entrepreneur yang sukses.Â
Karena seorang pengusaha sukses dia akan selalu bekerja dan berbisnis secara tim. Dia akan menempatkan perananan dirinya sesuai kemampuan yang dimiliki. Apakah dia sebagai pemasar yang baik, atau penjual yang baik, atau menguasai teknologi informasi (IT), atau sebagai visioner, atau sebagai manajer, dan seterusnya. Â
Setiap orang memang unik. Setiap connectome otak manusia atau kumpulan neural pathways jalan pikiran setiap orang berbeda, tidak ada satupun di dunia yang sama (Sebastian Seung, 2012).Â
Karenanya kemampuan, kecenderungan pola berpikir dan berperilaku setiap orang pun berbeda. Mereka tidak harus menjadi orang lain. Cukup menemukan dirinya dengan masing-masing kekuatan dan saling mengisi berkolaborasi di dalam suatu tim. (Geil Browning, 2017).
Menurut World Economic Forum, emotional intelligence dan cognitive flexibIlity adalah 2 soft skills baru yang sebelumnya tidak masuk ke dalam 10 besar skill yang diperlukan untuk tahun 2020. Ini menjadi catatan penting, kita memang dituntut untuk terus agile dan beradaptasi terhadap tuntutan jaman.Â
Dengan kemajuan teknologi yang pesat, ada beberapa mata pencaharian pekerjaan yang telah hilang dan akan hilang. Terutama pekerjaan yang sifatnya banyak pengulangan (repetition jobs).
Pondasi ketiga lebih ke dalam adalah "actionset". Setiap orang di dalam tim termasuk kita harus tahu persis apa yang seharusnya dikerjakan setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, setiap kuadran. Sehingga setiap hari, setiap minggu pondasi kita akan lebih baik dan semakin baik (strengthen your neural pathways).Â
Saat kita mengkombinasikan ketiga rencana ini (mindset, skillset, dan actionset) pondasi bisnis kita semakin kuat (repeatable, predictable, duplicatable). Ingat konsep neuroplastisitas; neurons that fire together, wire together! (Carla Shatz, 1992).
Kemudian setelah bisnis kita terus bergulir, perusahaan menghasikan omzet atau pendapatan usaha (revenue streaming) jutaan rupiah, ratusan juta rupiah, bahkan miliaran rupiah, artinya kita berhasil mengimplementasikannya. Implementasi merupakan fundamental sangat penting di tahapan kedua bisnis ini.Â
Apa yang diimplementasikan? Ketika perusahaan mulai mendatangkan uang, penghasilan perusahaan secara konsisten, predictable, dan daftar antrian prospek yang prosesnya dinamakan "leads". Â
Ketika perusahaan tidak memiliki lead indicators ini sangat berbahaya, karena kita tidak tahu posisi kita, agar dapat meningkatkan upaya kita sesuai masing-masing target yang akan dicapai (lag indicators).Â
Apakah yang dicapai harian masih sesuai dengan target mingguan, bulanan, tahunan. Sehingga apa yang kita kerjakan agar tetap solid, predictable, dan konsisten menjadi faktor penting dalam keberhasilan tahapan implementasi ini. Kalau kita berhasil artinya kita telah mempunyai mesin yang menghasilkan leads tadi.
Di dalam tahap implementasi bisnis, proses bagian kedua yang penting (setelah leads) adalah "conversion". Jadi bagaimana leads tadi dikonversikan menjadi pendapatan yang benar-benar menjadi uang arus kas yang masuk. Jadi percuma saja banyak memiliki leads tapi tidak ada yang deal.Â
Contoh; di bagian penjualan berbeda-beda rasio konversi setiap tenaga penjual. Ada yang dari 10 prospek, berhasil hanya 1 yang closing deal. Sementara yang lainnya mungkin dari 10 daftar prospek mampu mendatangkan 2 closing deal, dan seterusnya. Tugas kita memastikan proses konversi ini terus berjalan dan kalau perlu meningkatkan rasio rata-rata konversinya.
Proses ketiga di tahapan implementasi disebut "nurturing".  Di dalam proses ini, prospek yang tadi belum berhasil di-closing, kita rencanakan dan lakukan masing-masing upaya yang mungkin saja berbeda. Seperti tetap menjaga kontak atau hubungan. Melakukan branding, dan transfer pengetahuan serta sosial produk. Tidak harus hard selling. Kita bisa melakukan secara lebih smooth dan jangka panjang.
Memang konsekuensinya akan menimbulkan biaya. Kita harus menyisihkan anggaran untuk ini. Dengan terus menerus kita bisa lihat pertumbuhan melalui lead generation, kualifikasi, konversi dan nurturing.Â
Di tahapan implementasi harus ada seseorang yang aktif melakukan terus menerus, dengan produktivitas yang tinggi mengerjakan dengan benar. Ternyata tidak cukup 'doing the right thing' saja, tapi in the right order, dan at the right time. Di sinilah 'jebakan batman' pada tahap kedua model bisnis prediktif bertumbuh ini.
Setelah kita memiliki kedua tahapan proses (pondasi dan implementasi) yang berjalan dan dapat diprediksikan, mari kita masuk ke tahap berikutnya, tahap ketiga; optimalisasi. Ada 3 proses lagi di tahapan ini, yaitu: [1] metrik (KPI: key perfomance indicator), [2] profit maximizer, serta terakhir [3] akselerasi dan skala.
Proses yang pertama, bahwa bisnis tidak akan terpisahkan dengan matematika. Kita harus tahu semua input data yang menjadi indikator-indikator dan menjadi informasi untuk pengambilan keputusan.Â
Kita harus terus menerus memantau proses bisnis kita. Namun jangan terjebak dengan micromanage. Kita harus berbagi delagasi kerja dengan tim. Tim suka diberikan masukan atau diawasi. Namun terlalu ketat dan detil juga mereka akan merasa tidak nyaman.
Otak manusia pada dasarnya suka menerima feedback. Mereka akan stres manakala tidak memperoleh masukan. Tapi masukan atau kritikan yang membangun, konstruktif tentunya yang diperlukan. Bukan sebaliknya, destruktif (malah semakin stres, banjir kortisol). Cara penyampaian juga harus dicari waktu yang tepat, dan tidak di depan orang lain.
Proses kedua, memaksimalkan profit dengan melakukan upselling atau downselling, menyesuaikan kebutuhan pelanggan. Meningkatkan nilai tambah di mata pelanggan. Namun margin yang lebih baik buat kita sebagai perusahaan. Banyak cara yang mengoptimalkan kepuasan pelanggan, secara bersamaan sebenarnya memaksimalkan keuntungan.
Proses terakhir di dalam tahap optimalisasi adalah bagaimana meningkatkan akselerasi penjualan, akselerasi produksi atau juga produktivitas kerja, meningkatkan skala proses bisnis perusahaan sehingga revenue dan profit meningkat tajam sesuai atau bahkan melebihi target yang kita telah tetapkan di awal.Â
Kenapa tidak - bila skala penjualan, skala bisnis atau skala perusahaan dapat kita naikkan. Ingat bisnis itu accelerating, scalable, dan saleable. Ketiga ini pastinya akan meningkatkan jumlah uang yang datang lebih banyak. Kalau kita fokus bertambahnya uang pastinya akan dapat meningkatkan kebebasan dan mendatangkan impactful terhadap kehidupan kita.
Selalu ingat juga saat kita memulai bisnis adalah ingin memproduksi barang atau jasa yang saleable, yang bakal laku dijual. Sedangkan bila kita ingin membeli bisnis orang lain, senantiasa ada 2 pertanyaan yang harus kita bisa jawab; 1) kita akan beli bisnis itu karena menurut kita bisnis tersebut akan berkembang pesat dan bertambah besar ke depannya, 2) alasan kedua karena kita menginginkan bisnis yang lebih besar dengan perputaran arus uangnya atau cashflow-nya dapat diprediksi.
Pertanyaan ini sama seperti kenapa orang mau membeli bisnis waralaba atau franchise hingga ratusan juta bahkan ratusan milyar? Jawabannya adalah karena bisnis waralaba telah dapat diprediksi dengan baik.Â
Proses bisnis dan sistem semuanya dapat diprediksi atau diperkirakan. Predictability memungkinkan kita untuk melakukan scalability. Scalability artinya kita dapat menjual bisnis lebih besar atau kita akan memperoleh uang lebih banyak dari bulan ke bulan, dari quarter ke quarter berikutnya untuk merealisasikan gaya hidup yang impactful dan meaningful kepada kehidupan kita.
Kemudian bila kita dapat menerapkan dan menjalankan masing-masing proses di ketiga tahap model bisnis bertumbuh yang dapat diprediksi di atas ini, kita dapat menurunkan atau menekan biaya yang tak perlu.Â
Kita dapat meningkatkan kecepatan pertumbuhan bisnis kita, dan akhirnya kita dapat menjadi seorang pebisnis atau pemilik bisnis yang fenomenal.
Ingat, untuk menjadi pengusaha sukses kita harus membuka diri dan berpikir bertumbuh agar dapat dengan mudah meningkatkan listrik sirkuit otak eksekutif kita; working memory, inhibitory, dan cognitive flexibility kita.Â
Agar PFC (prefrontal cortex) kita dapat meregulasi dan mengelola emosi otak limbik kita menjadi smart-limbic; cerdas berahlak mulia. Tidak hanya itu, level of thinking atau kapasitas mental berpikir kita pun perlu ditingkatkan agar bermental baja yang tangguh (resiliensi dan positivity). Siapkah kita bertransformasi; from good to be great? Hanya keberanian yang dapat mewujukan itu semua (BIS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H