Mohon tunggu...
Bambang Hermawan
Bambang Hermawan Mohon Tunggu... Buruh - abahnalintang

Memungsikan alat pikir lebih baik daripada menumpulkan cara berpikir

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bulan di Mana?

19 Desember 2020   15:56 Diperbarui: 19 Desember 2020   15:58 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Subuh pun tiba.

Fadil bergegas menuju masjid yang berada tak jauh dari rumahnya, untuk melaksanakan shalat berjamaah. Selasai shalat dia langsung kembali lagi ke rumah dan membereskan pekerjaan rumah, dari mulai menyapu rumah dan halaman, mencuci piring, dan mencuci pakaian.

Setelah beres semua pekerjaan rumah, Fadil teringat, hari ini dia harus menemui Bulan untuk minta maaf karena lupa pada janji yang sudah diikrarkan pada Bulan. Dia pun beranjak dari rumah. Perlahan langkah kakinya mulai menjauhi rumah tempat dia tinggal, sampai pada akhirnya rumah tempat dia tinggal tak dapat dijangkau lagi oleh pandang yang kasat.

Selama perjalanan, keriangan hati dia sempat rasakan, dan kadang-kadang kerisauan yang lahir dari kekhawatiran, takut maksud kebulatan hatinya untuk minta maaf tak tersampaikan, dia alami juga. Tapi kondisi batin yang bercampur antara was-was dan riang itu, tidak menyurutkan langkahnya untuk menemui Bulan kekasih hatinya yang dia tanam bukan untuk di dunia saja, melainkan di akhirat juga.

Di luar sangka, dan duga, belum juga sampai di tujuan, langit yang tadinya cerah dihiasi awan gemawan kebiruan, berubah warna kepekatan, seakan memperlihatkan kebengisannya bagi mereka yang jauh dari syukur nikmat. Dia tetap berjalan menuju rumah Bulan, namun belum juga hilang kepekatan warna langit itu, tiba-tiba bumi pun bergoyang kencang. Dan dia pun berucap, "Astagfirullah gempa bumi!".

Goyangan yang dirasakan oleh Fadil saat itu sangat besar, sampai dia pun terjatuh. Tak lama kemudian gempa bumi yang melanda kota itu hilang sama sekali tanpa bekas. Dia pun melanjutkan perjalanannya.

Dari kejauhan, rumah wanita yang Fadil tuju sudah mulai terlihat.

Tiba-tiba gempa bumi menggoyang kota itu lagi, kekuatan gempa yang ini mengalahkan kekuatan gempa yang pertama tadi. Sampai rumah Bulan yang jadi tujuan Fadil ambruk, dan tidak menyisakan kehidupan yang hidup di dalamnya.

Hanya seorang kakek tua yang selamat dari ambrukan bangunan tempat tinggal Bulan dan keluarganya itu. Dengan badan yang lemah, kakek tua itu berjalan perlahan keluar meninggalkan tumpukan ambrukan rumah itu.

Fadil yang melihat kejadian itu, berlari dengan cepat mendekati kakek tua itu. Sampailah dia di hadapan kakek tua itu.

Dan ternyata dia itu adalah kakeknya Bulan. Fadil pun bertanya: "Kek! Bulan di mana? Kek! Kek! Bulan di mana?" Sang kakek masih tertegun, kaget penuh ketercengangan, karena mengalami kejadian yang sangat dahsya.. Saking dahsyatnya, semua isi rumah hancur. termasuk Bulan, pujaan Fadil hilang tak ditemukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun