Fadil beranjak dari tempat duduk, dan hendak menuju kamarnya lagi. Sesampainya di kamar, dia rentangkan badannya di atas permadani tempat dia tidur. Sambil berusaha keras memejamkan mata, dia mengingat-ngingat apa yang sudah diucapkan ibunya waktu di ruang tamu tadi. Dan dia teringat, Â bahwa siang tadi dia harus mengantarkan Bulan ke toko buku untuk membeli Al-quran dan buku yang bernuansa religi. Namun karena keasyikan dalam berdiskusi dengan teman-temannya tentang " Karya Sastrawan dalam Arus Zaman yang Simpang Siur", dia pun lupa dan tidak mengantar Bulan ke toko buku. Padahal dia sudah berjanji akan mengantar Bulan.
Setelah ingat kejadian itu, dia menganggap ternyata benar apa yang dikatakan ibunya, bahwa mungkin saja dia menyinggung perasaan yang berefek pada sakit hati yang mendalam. Dan Fadil pun berniat menemui Bulan setelah malam telah dia lewati, untuk meminta maaf atas kekhilafannya.
Baru setelah dia tahu, bahwa dia melakukan sebuah perilaku yang tidak diangggap benar dan berniat untuk mempertanggungjawabkannya, sirnalah segala kegalauan yang dia alami di malam itu.
Dia mencoba memejamkan matanya lagi dengan dibarengi doa yang terurai dari mulutnya. Dan lelaplah dia malam itu dengan ditemani suara serangga malam yang tak jelas rupanya, karena hanya suaranya saja yang selalu terngiang di telinga tanpa memperlihatkan perwujudannya.
Bulan adalah seoarang wanita yang bisa dibilang solehah, sehari-hari dia tidak pernah lepas dari pakaian yang selalu menutupi auratnya sebagai wanita muslim. Selain itu juga Bulan adalah seorang wanita yang hendak Fadil jadikan pendamping hidupnya baik di dunia dan akhirat. Itulah yang pernah dirangkai oleh mereka berdua selaku anak manusia yang berhak menyusun rencana walau pada kenyataannya manusia hanya bisa berencana namun tetap kehendak  Tuhanlah yang selalu dan pasti jadi kenyataan.
Fadil dan Bulan adalah lulusan salah satu pondok pesantren yang terkenal di daerah Jawa Timur. Dan di pondok pesantren itulah mereka berkenalan sampai merajut sebuah ikatan kejelasan, lambang mereka adalah  manusia yang mempunyai sisi kemanusiawian, diakui atau pun tidak.
Awalnya mereka satu sama lain tidak saling kenal, tapi lewat sebuah kegiatan pengajian yang dilaksanakan setiap sore di salah satu surau yang ada di dalam bagian bangunan pesantren itu, yang di mana putra dan putri berada dalam satu tempat yang sama -alias tidak dipisahkan ruangannya-, akhirnya mereka saling mengenal.
Dua orang ini, saat di pesantren termasuk orang yang dikenal oleh semua lapisan yang ada di pesantren itu, baik di mata kiai, ustadz, dan para santri. Karena kedua orang ini merupakan orang-orang yang berprestasi, jadi tidak heran kalau mereka dikenal.
Setamatnya dari pondok pesantren, Fadil dan Bulan melanjutkan kuliah di salah satu perguruan tinggi yang berada di daerah Jawa Barat, tepatnya Bandung. Mereka kuliah di kampus yang sama, namun beda jurusan. Fadil kuliah di Fakultas Sastra, sementara Bulan kuliah di Fakultas Ilmu Dakwah.
Saat Fadil sedang lelap dalam keterjagaan malam, tiba-tiba dia terperanjat dari keterjagaannya. Maklum, ada satu kebiasaan yang tidak pernah Fadil tinggalkan dalam waktu sepertiga malam, yaitu shalat tahajjud. Walaupun dia tidur lebih larut dari pada gelapnya malam, namun ketika jam menunjukkan pukul tiga pagi, dia pasti bangun untuk bersuci lalu berdiri di atas sajadah menghadap kiblat dan memulai dengan takbir. Itulah kebiasaan dia yang tidak pernah dia tinggalkan selama dia mampu dan bisa.
Sehabis beres shalat tahajud, dia tidak langsung tidur  sampai waktu subuh tiba berkumandang membangunkan ketulian telinga yang tertutup kelemahan diri.