Coba lagi, coba lagi, coba lagi, suara yang keluar setelah melalui peperangan batin dalam hati Ilham.
Ehm, Ilham menyela lagi dengan deheman.
Namun, masih saja gadis itu asyik dengan suasana batinnya sendiri.
Mulailah perkerutan kulit kening Ilham terlihat. Diluar dugaan, dalam deheman yang ketiga kali akhirnya gadis itu melirikan pandangan kepada Ilham sambil memuntahkan senyuman menawan yang menjadi ciri khasnya.
Hari itu juga terjadilah perkenalan yang mungkin kedua anak manusia itu tidak pernah membayangkan akan saling mengenal lewat sebuah perkenalan yang tak diundang kedatangannya..
Gena, itu nama gadis yang mengusik hati Ilham ketika menjalani pencarian kepekaan rasa dalam separuh perjalanannya. Gena hadir dalam kehidupan Ilham dengan tidak membawa sepucuk undangan pun. Tapi lewat perkenalan dengan Gena ini perubahan warna Ilham pun mulai terlihat menampakan diri dimana kehidupan yang penuh kekerasan, kebrutalan, dan keganasan itu perlahan-lahan Ilham tinggalkan. Tapi tak semudah membalikan telapak tangan.
Setelah melalui proses yang lama, kehidupan itupun Ilham tinggalkan. Namun, bagi Ilham bukan berarti melupakan! Perkenalan Ilham dengan Gena semakin dekat saja apalagi ketika Gena melihat perubahan warna dari diri Ilham layaknya insan yang berlawanan jenis lainnya, Ilham dan Gena mempunayi rasa saling memiliki satu sama lainnya. Namun tak pernah dikemas dalam sebuah status yang disebut jalinan asmara.
Rasa saling memiliki itu, setiap detik, menit, dan jam semakin bertambah, bertambah dan bertambah sampai membuahkan kata perhatian, pengharapan akan memiliki satu sama lain. Getir, sangatlah getir. Kedua insan ini belum bisa menyatu tapi jangan tanyakan alasannya! Soalnya keduanya juga tidak memahami kenapa belum bisa menyatu padahal dan padahal?! . .
Di tengah suasana yang tak jelas tapi mengesankan itu, tiba -- tiba datang masa keduanya untuk saling berjauahan. Tepatnya, Gena harus pergi ke satu tempat mencari arti sebuah perjalanan agar kematangan dan kedewasaan tumbuh menjalar dalam diri dan jiwanya. Pergilah Gena dengan kenangan yang sampai pada saat perginya itu masih belium ada arah kejelasan.
Kini. . .
Tiga silam lamanya dia pergi dan tanpa ada sepucuk surat pun yang dikirim pada Ilham baik lewat mesin berjalan atau pun binatang terbang. Namun Ilham adalah Ilham, yang dalam kesendiriannya dia masih selalu merasa tenang karena selalu merasa bahwa Gena hadir walau secara kasat mata tidak ada. Dan terbiasalah Ilham dengan kesendirian dalam separuh keramaian.