Mohon tunggu...
Bambang Mintorogo
Bambang Mintorogo Mohon Tunggu... Novelis - Penulis, penyair, novelis

Penulis merupakan pengiat sastra di kota Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Black Rose Isabel (Part 1, Halaman 69-85) karya L Mintorogo

25 Maret 2022   01:15 Diperbarui: 25 Maret 2022   12:50 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasukan penyergap selesai memeriksa seluruh ruangan. Pasukan memberi isyarat, bahwa apa yang mereka cari tidak ada, lalu memberi isyarat keluar kamar untuk menyisir tempat yang lain, pintu ditutup.

" Ayo boss, kita ambil berliannya." Red menempelkan telunjuk ke bibir asistennya." Sst. Lanjutkan saja ." Red meneruskan bercinta." Tapi boss berliannya ?." Ia tetap diam dan melanjutkan bercinta. Matanya terus melirik ke arah pintu.

" Diamlah !." Asistennya memilih diam, tanpa di duga, satu tentara tiba-tiba mendobrak  pintu kembali, sembari mengacungkan senjata, kembali keduanya saling menatap." Ah dasar mengganggu saja. "

Red mengacuhkannya dan terus melanjutkan percintaan, pasukan menutup kembali pintu kamar. Setelah tak lagi terdengar suara tembakan Red meninggalkan ranjang, tangannya meraih handuk lalu melipatkannya di pinggang.

Perlahan ia keluar kamar dengan  berjalan mengendap-endap. Ia membuka pintu kamar Jonathan, kosong. Ia  lalu menyisir seluruh ruangan,  ia tidak  menemukan siapa pun. Ia bergegas kembali ke kamarnya saat  kapal di bawa menuju pelabuhan Pontianak Kalimantan Barat.

Memasuki sungai Kapuas. Red berdiri di tepi kapal bersama dua asistennya. Ia memberi isyarat ke arah kanan kapal. Terlihat  enam sosok berterbangan, melompat di antara kapal demi kapal yang bersandar di pinggir sungai.

  • Tiba di Jakarta

 

Lautan yang gelap perlahan menampakkan pulau-pulau nan cantik yang di hiasi cahaya-cahaya lampu yang lambat laun semakin terang terlihat, kerlip-kerlip cahaya itu seperti kilauan permata yang tersebar di pingiran  pantai. 

Para penumpang berlarian kecil ke luar  kapal, lalu berdiri di pinggir-pinggir kapal dengan perasaan suka cita, seakan mereka telah sampai ke pulau harapan, tempat di mana  segala mimpi dan kebahagiaan itu ditambatkan.

Pemandangan indah tampak menghiasi seluruh hamparan pelabuhan Tanjung Priok yang mulai terlihat dari kejauhan. Kapal perlahan merapat pelabuhan, enam bayangan hitam melesat di antara atap-atap kapal, truk dan bangunan-bangunan gudang pelabuhan.

Isabel, Jonathan Gabriel, Fox, Angel dan Pluto terlihat riang ketika menapaki pinggiran kota Jakarta yang di tuju.  Tidak jauh di ujung jalan yang mereka lewati, terdapat kedai kopi yang buka dua puluh empat jam, tempat para supir taksi dan angkot ibu kota nongkrong.

Alunan lagu-lagu dangdut Rhoma Irama terdengar dari arah kedai, tempat para sopir sedang serius bermain catur, di antara kepulan asap kopi yang mulai dingin dan asap rokok yang terus berhamburan di udara.

" Ah, aku tidak yakin Dewo selamat !. " Kata Tejo sembari bangkit dari tempat duduknya, wajahnya lesu menyaksikan kekalahan. Dewo kembali bermain catur dengan John. Mendengar itu wajah Dewo tampak geram.

Ia seperti ingin menumpahkan kemarahan yang besar, sementara yang lain hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. " Skak !." John mengarahkan benteng dan mengunci telak pergerakan raja yang dimainkan Dewo.

 " Ah !." Keluh Dewo sembari membanting sebungkus rokok cerutu di papan catur. " Ini nggak mungkin !." Teriaknya dengan mata melotot. Ia tidak henti-hentinya menatap tajam John, dengan pandangan yang di penuhi rasa curiga.

" Apanya yang tidak mungkin Wo ?." Jawab John ringan, sambil memungut sebungkus rokok cerutu dan membukanya. " Asem  !. sudah satu bulan penuh, aku belajar teknik dan strategi bermain catur lewat internet dan juga pada beberapa master di Jakarta, tapi tetap saja aku kalah denganmu !. siapa sih, gurumu John ?."

" Ah, itu sederhana Wo !,  kau hanya bisa makan teori, tapi praktekmu kecil. Kamu tidak beda dengan para penegak hukum negeri ini yang gemar melanggar hukum atau para professor yang mengajarkan ilmu perdagangan, tapi mereka tidak punya usaha apa pun ." Maki John.

" Jancuk  !." Maki  Dewo,wajahnya  tampak kecut, ia tidak lagi bisa berkata-kata lagi, seolah mengiyakan kata-kata lawan mainnya. Ia bangkit lalu bergegas pergi dengan muka masam. Amir menepuk-nepuk punggung John dan tersenyum.

" John, sampai kapan kau ingin jalani hidup seperti ini ?, sudah enak-enak jadi pegawai negeri, kau malah ke luar jadi sopir taksi ?." Amir menggeleng-gelengkan kepala.

"Apa kau sudah minum obat, kalau terus  bermimpi  punya Ferari, aku katakan padamu John, sampai bangkotan, hingga tujuh turunan, kau tidak akan mampu beli Ferari dengan profesimu sebagai supir taksi ."

John tersenyum, ia  mengangkat wajahnya, diseruputnya kopi hingga habis, matanya memandangi rambut Amir yang telah dipenuhi dengan uban. " Ini soal keyakinan bang. " Amir mengangkat bahu. " Entahlah John, bukan aku ingin menasehatimu ."

Amir terdiam, ia kembali mengangkat  bahu dan sejenak membisu, matanya mengarah ke mobil taksi John yang bertuliskan Ferari. Wajahnya seperti menunjukkan keyakinan bahwa John tidak akan mungkin meraih mimpinya.

" John, dengar kata-kata abangmu ini, aku hanya tidak ingin kau seperti aku, itu saja ." John menggeleng." Bang, aku bukan orang yang hidup dengan sikap pesimis, aku selalu berhitung tentang kegagalan. Biarkan aku bang, biarkan aku berjalan dengan keyakinannku .

" Mendengar itu Eko nyengir. " Makan tuh keyakinanmu John !. Jangan mimpi di siang bolong ! realistis sajalah jalani hidup ini. " Cibir Eko sembari mengambil satu batang cerutu milik John." Kau sendiri bagaimana  ?."

"  Maksudmu apa bang Amir ? ." Amir nyengir."  Ko,  nasehatmu bikin sakit jiwa." Mendengar itu Eko memalingkan wajah. " Jangan gitu bang, aku memang gagal jadi orang, makanya jadi sopir taksi. Kalau aku hebat, setidaknya aku bisa jadi pegawai negeri kayak John. "

Dewo mendekat, pandangannya mengarah pada rombongan yang berjalan mendekat. " Sudah-sudah, jangan ribut, itu ada penumpang. " Tunjuk Dewo ke arah rombongan Isabel. Semua mata melihat ke arah rombongan.

" John ngomong-ngomong apa sih, rahasia kemenangan-kemenanganmu selama ini. Apa catur yang membuatmu kaya ?, hingga kau gemar memakai pakaian-pakaian mahal, seperti yang kau kenakan sekarang ?."

 " Ini soal jam terbang Wo ?. "  Dewo melirik John dan menatapnya serius. " Maksudmu John ?. " John mengisyaratkan Dewo untuk mendekat, ia lalu berbisik. " Kau pikir aku juragan taksi atau direktur televisi nasional yang tidak perlu kerja keras untuk mendapatkan banyak uang, begitu ?. "

 Alis Dewo menukik, pikirannya dipenuhi rasa penasaran. " Lalu bagaimana kau bisa dapat uang banyak untuk shopping John ? ". Ia meminta semua mendekat. " Kemari ku beri tahu kalian semua ." Orang-orang mendekat John.

" Taksi ini hanyalah kedok !. " Semua tercenggang . " Apa !, jadi yang selama ini di cari-cari polisi itu kamu ?."

Semua kepala menggeleng-geleng. Ingatan mereka tertuju pada para perampok kejam yang tengah jadi buron polisi.

" Huss, gila apa !, kau pikir aku ini apa !  tidak mungkin aku memberi makan anak istriku dengan uang haram." Semua terheran." Lalu ?." Semua terdiam menunggu jawaban."

Ya. ini, tunjuk John ke arah papan catur. " Aku bermain catur dengan para bule-bule yang datang ke Jakarta. " Semua terbenggong ." Yang bener John ? ." Tanya Dewo sangsi.

" Kalian tahu, saking tenarnya aku dikalangan  para tamu dan  para diplomat dari kedutaan asing, mereka  memiliki jadwal rutin bertanding denganku. Dari situlah aku dapat puluhan bahkan ratusan dollar di setiap kemenanganku ."

" Gila,  jadi ini rahasia auto kayamu  John ?. " Eko terheran, " Mungkin ini salah satu jalan keberuntunganku, celakanya aku tidak bisa menghindar. Terus terang Aku jadi ketagihan ratusan dollar, sebaliknya mereka bertambah jengkel untuk bisa mengalahkan aku."

John tertawa lepas. " Kuberitahu kalian, ini rahasia, jika aku diam-diam telah beberapa kali mengalahkan para master dunia ." semua terdiam melihatnya tertawa terpingkal-pingkal.

" Beneran John ?. " Dewo sangsi. " Satu monyet tertipu ." Tawa semua orang pecah. " Asem !. Kau John . " Dewo membanting handuk kecil dari lehernya." Wo,  giliranmu narik ." Ia  menggeleng-gelengkan kepala sembari menyeruput kopi.

" Tidak, jatahku buat John. John tamu-tamu itu untukmu.  siapa tahu kau mendapat keberuntungan  besar dari mereka ."

.........

Tidak jauh dari keberadaan John dan kawan-kawan mangkal, Jonathan bersiul memberi isyarat, semua menahan senyum, ketika tiba-tiba puluhan orang muncul dari balik pepohonan. Mereka memegang pedang, sebagian samurai dan beberapa pucuk pistol.

" Serahkan barang-barang kalian ! atau kalian aku habisi ." Gertak seseorang yang berkepala botak dan berbadan tinggi . Fox terpingkal. " Oke. Pilih laut, gunung atau kuburan ?. " Sahutnya dengan bahasa Indonesia dengan logat Inggris yang kental.

Dengan  centil sambil bergaya seperti model.  Ia berjalan mendekat si botak, sembari mengedipkan mata kirinya. Kawanan perampok pun bergerak mundur waspada." Maksudmu ?! ." Tanya si botak nyengir.

" Dengan uang kami, kalian pilih ke mana untuk bersenang-senang. Gunung, laut atau kuburan ?. " Mata si botak melotot sambil mengangkat samurai. " Ah, banyak bacot kamu " Bentaknya. " Sabar bang, ayolah pilih mane ?."

 Fox kembali bertanya sekali lagi dengan logat betawi yang aneh di dengar ."   Semua kawanan perampok tertawa  . " Bisa bahasa betawi juga kamu ? ." Si botak memutar-mutarkan samurainya, semuanya melihat keduanya, seolah itu hanya pertarungan mereka saja.

" Abang jual, aye beli bang ."  Ringan jawab Fox. Kawanan perampok kembali tertawa melihat gaya silat Fox, yang mirip gaya si Pitung jawara Betawi yang selalu di buru keberadaannya oleh Belanda.

" Aku pilih kuburan, kubantai kalian dengan pedangku !. " Teriak si botak sambil terus memainkan pedangnya yang di putar-putar di udara. "  Aku pilih laut, kami biasa habiskan uang untuk bersenang-senang di lautan dengan para wanita, kau akan kukawin sampai klenger ." Teriak si jangkung. Tawa seluruh kawanan perampok pecah.

 " Oke . " Fox  mengangkat bahu sambil tersenyum. Dalam sekejab semua perampok terlempar tinggi ke udara. Sembilan belas perampok tercebur laut, di pelabuhan Tanjung Priok, sedang si botak terlempar di tengah-tengah kuburan kawasan Priok.

Sambil meringis-ringis kesakitan, dengan muka pucat, si botak berusaha bangkit, lalu lari terbirit-birit ketakutan, celananya basah oleh kencing, sementara satu persatu perampok, berusaha menyelamatkan diri dengan berenang ketepian..

" Dasar monyet !. Orang sakti kaya gitu, awake dewe rampok. dasar gemblung !. " Maki pimpinan rampok sembari menampar kepala Si Jangkung yang meringis kesakitan.

......

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun