Mohon tunggu...
Baldus Sae
Baldus Sae Mohon Tunggu... Penulis - Dekonstruktionis Jalang

Pemuda kampung. Tutor FIlsafat di Superprof. Jurnalis dan Blogger. Eks Field Education Consultant Ruangguru. Alumnus Filsafat Unwira. Bisa dihubungi via E-mail baldussae94@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Menentang Kooptasi Partai Politik di Tubuh DPD RI

25 Maret 2019   18:52 Diperbarui: 25 Maret 2019   19:15 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak kemunculannya dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia, kiprah DPD macamnya belum terlalu signifikan. Hal ini dikarenakan terbatasnya kewenangan DPD dalam urusan legislasi ketimbang DPR. Oleh karenanya, banyak yang menganggap kehadiran DPD tidak ada efek sama sekali, atau sekedar menjadi staf ahli DPR dan atau co-legisator semata. Dengannya, muncul wacana menghapus saja keberadaan DPD sebab anggaran yang digelontorkan untuk lembaga ini sangatlah besar sementara hasil kerjanya hampir tidak kelihatan.

Dengan demikian, optimalisasi peran DPD yang tepat sasar merupakan ihwal yang sangat urgen.Peran penting DPD sebagai penyalur aspirasi dan kebutuhan politik dan ekonomi dari daerah dalam kebijakan nasional perlu direposisi sesuai dengan tuntutan UU dan eksistensi lembaga itu sendiri.

Elektabilitas lembaga DPR yang kian hari kian surut di mata rakyat dan konglomerasi dan hegemoni partai politik yang partisan serta fakta korupsi yang melukai wajah DPR dalam kaca mata politik telah merongrong vitalitas demokrasi di Indonesia untuk bertumbuh dengan sehat. Dengan membuka ruang keterlibatan non-parpol dalam konstelasi politik, sejatinya menguatkan peran civil society untuk merawat demokrasi yang sehat demi akselerasi kemajuan negara Indonesia.

Selain itu, kelemahan sistem multipartai yang berkiblat partisan tanpa diimbangi ideologi dan dedikasi yang kuat hanya akan memperburuk wajah demokrasi di Indonesia. Audit internal parpol yang buruk dan lemahnya uji kelayakkan tiap parpol yang hanya berlindung di balik narasi kebebasan demokrasi yang tidak kritis serta tendensi high cost democrazy sebagaimana dikeluhkan oleh Prof. Kaelan terhadap mekanisme multi partai di Indonesia, menjadi catatan kritis yang perlu ditinjau lebih jauh.

Dengan demikian, dengan membuka ruang ketelibatan partai politik dalam tubuh DPD hanya akan mempertajam kooptasi politik dan memperbesar kemungkinan praktek korupsi serta menghambat keterlibatan politik dalam skema civil society, halmana justru menjadi indikator sehatnya pertumbuhan demokrasi di negara kita.

[1] MK Larang Pengurus Parpol Jadi Anggota DPD, Antara News 26 September 2018

[2]M. Yusuf, Dewan Perwakilan Daerah (Arsitektur Histori, Peran Dan Fungsi DPD RI Terhadap Daerah Di Era Otonomi Daerah), (Jogjakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm. 35

[3] Masnur Marzuki, "Analisis Kontestasi Kelembagaan DPD dan Upaya Mengefektifkan Keberadaannya" dalam Jurnal Hukum, No.1 Vol.15, Januari 2018, hlm. 82

[4] Khoirotin Nisa, "Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Sistem Perwakilan Rakyat Bikameral yang Mandul" dalam Wahana Akademika Vol. 4 No. 1, April 2017,  hlm. 135

[5] Ryan Muthiara Wasti, "Fungsi Representasi Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Sebagai Lembaga Perwakilan Daerah", dalam Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. 47 No.4, 2017, hlm. 442

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun