Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Adaptasi Lintas Budaya

27 September 2023   22:28 Diperbarui: 27 September 2023   22:32 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adaptasi Lintas Budaya

Internasionalisasi ekonomi terlihat jelas di banyak bidang. Pertukaran barang, jasa dan teknologi, serta investasi asing langsung (FDI) dari perusahaan multinasional (MNC), meningkat pesat selama beberapa dekade terakhir. Meningkatnya volume FDI menyebabkan semakin banyaknya ekspatriat yang dikirim dari perusahaan multinasional untuk mengamati dan mendukung keberhasilan pelaksanaan investasi. Ekspatriat bersentuhan dengan budaya baru yang bagi mereka belum dikenal, sehingga dapat menimbulkan masalah dalam interaksi lintas budaya.

Banyak penelitian berbeda menunjukkan   sebagian besar penugasan di luar negeri gagal. Dalam studi tersebut, persentase ekspatriat bervariasi antara 16-40 % yang gagal menjalankan tugas bisnisnya dan/atau tidak mampu beradaptasi dengan budaya dan lingkungan baru. Hal ini dapat menimbulkan biaya yang sangat besar dan hilangnya citra MNC. Dalam kajian budaya, budaya mengacu pada pemrograman kolektif pikiran sekelompok orang yang berbeda dari kelompok lain. Pemrograman mental setiap manusia terdiri dari tiga tingkatan budaya.

Tingkat pertama adalah sifat manusia, yang dimiliki semua manusia secara setara sejak lahir karena kita mewarisinya melalui gen kita. Setiap manusia bisa merasakan emosi seperti rasa takut, cinta, marah, gembira, sedih dan masih banyak lagi. Tingkatan kebudayaan ini memuat segala ciri kebudayaan yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya.

Tingkat kedua adalah budaya kelompok tertentu. Jejak budaya ini dimulai pada anak usia dini melalui lingkungan keluarga dan berkembang atau berubah melalui pengaruh luar lingkungan sosial seperti taman kanak-kanak, sekolah, atau tempat kerja. Bahasa, nilai, dan norma dipelajari dan berbeda dari kelompok budaya lain. Kekhasan kelompok budaya merupakan pembedaan kelompok ini dengan kelompok lain.

Tingkat ketiga mencakup ciri-ciri kepribadian seseorang. Ini berisi kecerdasan genetik serta pengalaman dan pendidikan yang dikumpulkan secara individu. Interaksi ketiga tingkat budaya tersebut bersifat dinamis dan berubah-ubah tergantung situasi dan pengaruh luar. Perbedaan budaya dengan cepat menjadi jelas dalam kontak interpersonal ketika orang-orang berasal dari budaya yang berbeda.

Ekspatriat adalah para profesional berkualifikasi tinggi yang dikirim ke luar negeri oleh majikan mereka. Mereka bekerja untuk waktu terbatas di kantor cabang atau pada proyek yang dialihdayakan. Tidak hanya manajer dan eksekutif yang dikirim ke luar negeri, namun semakin banyak spesialis dari berbagai divisi yang   dikirim oleh perusahaan multinasional. Meskipun terdapat jarak fisik, terdapat hubungan dekat dengan MNC dan negara asal, karena penugasannya bersifat sementara, biasanya satu hingga lima tahun.

Motif pengiriman ekspatriat ke perusahaan multinasional adalah transfer pengetahuan, peningkatan komunikasi, keinginan untuk mengontrol, dan implementasi proses atau proyek. Dari sudut pandang ekspatriat, pengembangan profesional atau pribadi sering kali menjadi fokus. Agar penugasan berhasil di luar negeri, adaptasi cepat terhadap lingkungan hidup dan kerja baru sangatlah penting.

Adaptasi lintas budaya merupakan suatu proses yang menggambarkan perubahan internal dalam kebiasaan budaya individu.

Para ekspatriat harus beradaptasi sampai tingkat tertentu terhadap nilai-nilai dan norma-norma baru dari budaya asing agar dapat berfungsi dengan baik di lingkungan asing yang baru. Proses adaptasi lintas budaya melibatkan dekulturasi sebagian ciri kebudayaan dalam negeri dan akulturasi sebagian ciri kebudayaan asing. Selama penugasan yang lama di luar negeri, kemungkinan besar Ekspatriat tersebut sepenuhnya berasimilasi dengan budaya arus utama negara tuan rumah.

Ekspatriat mempunyai tugas yang jelas dari MNC yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu.   Untuk keberhasilan pelaksanaan tugas bisnis, biasanya diperlukan keterampilan dan dukungan dari karyawan lokal. Adaptasi lintas budaya adalah kunci kerjasama dan komunikasi yang efektif dengan karyawan.

Hal ini   membantu orang-orang di luar tempat kerja untuk beradaptasi dengan lingkungan baru karena proses adaptasi terutama didorong oleh komunikasi dengan kontak asing. Dari sudut pandang ekspatriat, adaptasi lintas budaya dicapai ketika integrasi dalam masyarakat baru berhasil. Perasaan sejahtera telah berkembang dan bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama. Mengukur kesejahteraan psikologis sangatlah sulit. Dibandingkan perasaan pribadi, kesuksesan ekspatriat dari sudut pandang bisnis dapat diukur dengan sangat baik. Biasanya, terdapat jadwal dan indikator kinerja utama (KPI), yang dapat digunakan untuk melacak tugas bisnis secara rutin.

Begitu ekspatriat tersebut bertemu dengan lingkungan baru, terdapat potensi konflik yang dapat membahayakan keberhasilan penyelesaian penugasannya di luar negeri. Berikut ini dibahas kemungkinan konflik di lingkungan kerja dan tempat tinggal.

Di tempat kerja baru, ekspatriat harus terbiasa dengan proses dan prinsip kerja yang lain. Memimpin karyawan di negara asing   dapat menjadi masalah karena gaya manajemen tertentu tidak dapat diterapkan di negara tuan rumah. Selain itu, komunikasi dengan karyawan bisa jadi sulit karena kendala bahasa.

Konflik loyalitas dapat muncul dalam kerjasama internasional jika terdapat perbedaan posisi antara tempat kerja lama dan baru. Ekspatriat bisa terjebak di antara dua sisi. Stres kerja bisa lebih tinggi dibandingkan posisi sebelumnya karena tugas harus diselesaikan tepat waktu dan ekspektasi keberhasilan penyelesaian yang tinggi.

Gangguan dan perubahan dalam kehidupan pribadi dan keluarga   tidak boleh diabaikan. 10 Pada awalnya, integrasi ke dalam lingkungan baru bisa jadi sangat sulit, karena aklimatisasi budaya masih dalam tahap awal. Jaringan yang telah dibangun selama bertahun-tahun sudah tidak ada lagi dan membangun jaringan baru memerlukan waktu dan mungkin sulit karena kendala bahasa dan perbedaan budaya.

Jika keluarga tidak beremigrasi, jarak dengan pasangan dan anak menjadi tekanan psikologis yang besar. Namun, meskipun keluarga tersebut beremigrasi bersama ekspatriat tersebut, terdapat risiko   sebagian anggota keluarga akan mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan baru. Ada risiko   ekspatriat tersebut harus memutuskan tugas di luar negeri karena ada anggota keluarga.

Kejutan Budaya : Model adaptasi kurva W. Model kurva w adalah representasi skematis dari fase-fase yang dilalui ekspatriat selama bertugas di luar negeri dan setelah kembali ke negara asal. Tingkat kepuasan dan interval waktu bersifat individual dan dapat sangat bervariasi. Dalam beberapa kasus, tidak terjadi gegar budaya sama sekali karena lingkungan baru tidak menimbulkan masalah besar bagi ekspatriat selama berada di luar negeri. Alasan lain mengapa tidak ada atau hanya sedikit kejutan budaya adalah sifat pribadi yang kuat atau persiapan yang baik untuk penugasan ke luar negeri.

Di sisi lain, karakteristik pribadi yang lemah dan persiapan tugas yang buruk   dapat menimbulkan kejutan budaya yang kuat. Faktor lainnya adalah jarak geografis atau budaya yang jauh antara kedua negara. Jika kejutan budaya dirasakan terlalu kuat dan ekspatriat tidak dapat pulih darinya, akibatnya adalah pembatalan penugasan lebih awal.

Hal ini menyebabkan masalah serius bagi ekspatriat dan MNC. Dalam kebanyakan kasus, tidak ada pengganti jangka pendek untuk melaksanakan tugas bisnis. Biaya yang dikeluarkan ekspatriat pada tahap persiapan dan selama menginap tidak sebanding dengan hasilnya. Selain itu, proses reintegrasi menjadi sangat sulit karena pembatalan biasanya terjadi dalam waktu singkat dan tanpa banyak persiapan.

Reintegrasi adalah suatu proses yang menggambarkan pemukiman kembali pekerja ke negara asalnya setelah penugasan di luar negeri. Sekembalinya ke tanah air, para ekspatriat harus berintegrasi kembali dengan budaya dan lingkungan kerja yang telah mereka tinggalkan selama bertahun-tahun. Pada   permasalahan budaya yang mungkin timbul setelah kepulangan telah dibahas. Selain pada tingkat budaya, masalah reintegrasi   dapat terjadi pada tingkat profesional.

Seringkali tidak jelas posisi apa yang dapat diambil dalam organisasi setelah kepulangan. Masalah ini menjadi sangat akut jika penugasan ke luar negeri gagal dan dibatalkan sebelum waktunya. Selain itu, reputasi karyawan mungkin menurun, dan perasaan tidak nyaman mungkin timbul.

Setelah berhasil ditugaskan di luar negeri, kembalinya ke posisi yang diduduki sebelum penempatan biasanya tidak memuaskan karena karyawan tersebut telah mencapai kemajuan pribadi dan profesional yang signifikan. 15 Keterampilan yang baru diperoleh karyawan tidak digunakan dan perasaan rendah diri dapat timbul.

Pemilihan kandidat merupakan tugas penting bagi MNC. Penting untuk menemukan atau merekrut karyawan yang paling cocok untuk memaksimalkan peluang keberhasilan tinggal di luar negeri. Dalam proses seleksi, kepribadian, keterampilan, dan pengalaman ekspatriat sangatlah penting.

Selain keterampilan dan keahlian pribadi, keterampilan sosial atau, dalam konteks internasional, keterampilan antar budaya sangat penting untuk bertahan hidup sebagai ekspatriat di luar negeri dan berhasil menjalankan tugas bisnis.

Keterampilan sosial menggambarkan kemampuan yang mendorong kontak interpersonal dalam kehidupan pribadi dan profesional. 18 Pemimpin membutuhkan kompetensi sosial yang sangat tinggi karena mereka berinteraksi dengan berbagai macam orang. Misalnya, dengan pihak eksternal dalam negosiasi, karyawan sendiri dalam kolaborasi sehari-hari, atau berdiskusi dengan manajemen tingkat atas. Setiap kontak sosial harus disesuaikan secara individual untuk mencapai hasil terbaik. Karakteristik yang menggambarkan manajer yang kompeten secara sosial adalah empati, keterampilan komunikasi dan kerja tim.

Keterampilan antar budaya merupakan salah satu bentuk keterampilan sosial yang menambahkan aspek budaya manajemen ke dalamnya. Hal ini mengacu pada kemampuan berkomunikasi dan menemukan solusi dalam interaksi dengan orang-orang dari budaya lain. Ekspatriat memerlukan kompetensi antar budaya yang sangat tinggi karena mereka berinteraksi dengan berbagai macam orang di lingkungan kerja dan tempat tinggal asing.

Ciri-ciri yang menggambarkan ekspatriat yang kompeten antar budaya adalah kemampuan beradaptasi, toleransi, kemauan untuk berubah dan berintegrasi. Komunikasi antar budaya yang merupakan bagian dari keterampilan antar budaya merupakan keterampilan yang sangat penting bagi ekspatriat.   Kemampuan beradaptasi budaya dan pengetahuan hanya akan membantu jika ekspatriat dapat mengekspresikannya dengan cara yang benar. Komunikasi dengan orang-orang dari budaya lain memiliki risiko kesalahpahaman yang cukup besar. Empati, rasa hormat, fleksibilitas peran dan kemauan untuk mendengarkan orang lain adalah keterampilan komunikatif yang berkontribusi pada pemahaman yang baik. Tentu saja, berbicara dalam bahasa negara tujuan ekspatriat itu merupakan suatu keuntungan.

Situasi keluarga para kandidat merupakan faktor kunci lainnya dalam proses seleksi. Hal ini mengacu pada kemampuan beradaptasi budaya dan kesediaan pasangan serta anak untuk tinggal di luar negeri. Oleh karena itu, ekspatriat muda yang tidak memiliki tanggung jawab keluarga yang luas biasanya lebih mudah menjalani hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun