Sebagai kesimpulan, mari kita ingat penggunaan kata "ketenangan" Heidegger dalam kuliah yang ditulisnya untuk mahasiswa Universitas Freiburg selama Perang Dunia II, Die Armut : "kemiskinan adalah kegembiraan yang dibayangi karena tidak pernah miskin. [Dan itu] dalam kekhawatiran yang tenang ini terletak ketenangan, terbiasa mengakhiri segala sesuatu yang menyangkut kebutuhan mendesak".
Dan menggunakan istilah "ketenangan" sebagai sikap di mana diakui   sebuah kata tidak pernah mewakili sesuatu, melainkan menunjuk (be-deutet) untuk sesuatu, yaitu dengan menunjukkan entitas dalam amplitudo yang dimiliki oleh speakable. Inilah tepatnya sikap penyair yang jauh dari mencari cakrawala lain untuk "menyanyikan keseluruhan" mendedikasikan dirinya untuk menangkapnya dalam segala kengeriannya dan "menyampaikannya kepada orang-orang yang dibungkus dengan lagu".
Dengan demikian, "ketenangan" penyair, yang menyatakan kembalinya pengalaman puitis-religius, tenggelam dalam pelepasan (Sichloslassen) Â dari representasi. Hanya dengan cara ini kita dapat membuang apa yang telah disajikan hingga sekarang, yang dipaksakan oleh teknologi, sebagai kebutuhan mendesak yang seharusnya: objektifikasi nihilisasi makhluk.
bersambung__
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI