Penggunaannya berasal dari istilah medis katharsis (Yunani: "penyucian" atau "pemurnian"). Aristotle  menyatakan  tujuan tragedi adalah untuk membangkitkan "teror dan belas kasihan" dan dengan demikian mempengaruhi katarsis dari emosi-emosi ini. Maknanya yang tepat telah menjadi bahan perdebatan kritis selama berabad-abad. Dramawan dan kritikus sastra Jerman Gotthold Lessing (1729-81) berpendapat  katarsis mengubah emosi yang berlebihan menjadi watak yang baik.Â
Kritikus lain melihat tragedi sebagai pelajaran moral di mana rasa takut dan kasihan yang dibangkitkan oleh nasib pahlawan yang tragis berfungsi untuk memperingatkan penonton agar tidak mencobai takdir yang sama. Interpretasi yang diterima secara umum adalah  melalui mengalami ketakutan secara perwakilan dalam situasi yang terkendali, kecemasan penonton sendiri diarahkan ke luar, dan, melalui identifikasi simpatik dengan protagonis tragis, wawasan dan pandangannya diperluas. Tragedi kemudian memiliki efek yang sehat dan memanusiakan pada penonton atau pembaca.
Citasi: ebook,pdf:
- Aristotle, Nicomachean Ethics (NE), Eudemian Ethics (EE), De Anima, Parts of Animals, Rhetoric, Politics, fragments of On Poets, and fragments of Homeric Problems; any edition. All translations by the author of this entry unless otherwise noted.
- Else, Gerald F., 1957, Aristotle's Poetics: The Argument, Cambridge, MA: Harvard University Press.
- Â Halliwell, Stephen, Â 2002, The Aesthetics of Mimesis: Ancient Texts and Modern Problems, Princeton, NJ: Princeton University Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H