Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Apakah Nama Penyakit Ekonomi Indonesia Tanpa Ada Obatnya?

5 Januari 2021   14:54 Diperbarui: 5 Januari 2021   15:11 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa itu Penyakit Ekonomi Indonesia Tanpa Ada Obatnya

Ilmu ekonomi adalah "ilmu yang mempelajari perilaku manusia sebagai hubungan antara tujuan dan sarana langka yang memiliki kegunaan alternatif"; ekonomi tidak peduli dengan produksi, pertukaran, distribusi, atau konsumsi. Ini justru berkaitan dengan aspek dari semua tindakan manusia.

Ada dua teori ekonomi yakni ekonomi makro, dan ekonomi mikro. Dua-duanya saling memiliki koreasi antara rumah tangga Negara, dengan rumah tangga perusahaaan, bila dikaitkan dengan bunga, pajak, upah, dan konsumsi. Atau disebut ekonomi dua sector, tiga sector, dan ekonomi empat sector;

Ada banyak sekali diskursus   antara ekonomi dan filsafat yang berkaitan dengan metodologi, rasionalitas, etika, dan filsafat sosial dan politik normatif. Karya ini beragam dan menjawab pertanyaan yang sangat berbeda. Meskipun banyak di antaranya terkait, filsafat ekonomi bukanlah berdiri sendiri, dia merupakan perjalanan rasionalitas sejarah umat manusia pada pengalaman emprik kemudian dibangun system pemikiran yang bersidat apriori. Wancana dan sudut padang selalu  dihubungkan satu sama lain melalui hubungan di antara pertanyaan dan oleh pengaruh dominan  model dan teknik ekonomi arus utama pada mahzab pemikiran.

Gagasan pemikiran ekonomi "terdiri dari pertanyaan: (a) pilihan rasional, (b) penilaian hasil ekonomi, lembaga dan proses, dan (c) ontologi fenomena ekonomi dan kemungkinan memperoleh pengetahuan. Meskipun rerangka ini tumpang tindih dalam banyak hal, dengan cara ini menjadi tiga pokok bahasan yang masing-masing dapat dianggap sebagai cabang teori tindakan, etika (atau filsafat sosial dan politik normatif), dan filsafat sains. Teori ekonomi rasionalitas, kesejahteraan, dan pilihan sosial membela tesis filosofis substantif sering diinformasikan oleh literatur filosofis yang relevan dan minat yang jelas bagi mereka yang tertarik pada teori tindakan, psikologi filosofis, dan filsafat sosial dan politik. Ekonomi menjadi perhatian khusus bagi mereka yang tertarik pada epistemologi dan filsafat sains baik karena keanehannya yang terperinci dan karena ia memiliki banyak fitur terbuka dari ilmu alam, sedangkan objeknya terdiri dari fenomena sosial. Bisa dibaca pada rerangka pemikiran Adam Smith dalam Theory of Moral Sentiments (1759) dan kedua adalah buku  Wealth of Nations (1776).

Adam Smith adalah  termasuk dalam pemikir Ekonom klasik terkenal, sama seperti Jean-Baptiste Say, David Ricardo, Thomas Malthus, dan John Stuart Mill. Periode  ekonomi klasik dimana  masyarakat mengalami banyak perubahan. Pertanyaan ekonomi utama melibatkan bagaimana masyarakat dapat diatur di sekitar sistem di mana setiap individu mencari keuntungan moneternya sendiri. Masyarakat tidak mungkin tumbuh sebagai satu kesatuan kecuali anggotanya berkomitmen untuk bekerja sama. Teori klasik mengarahkan kembali ekonomi dari kepentingan individu ke kepentingan nasional. Ekonomi klasik berfokus pada pertumbuhan kekayaan negara dan mempromosikan kebijakan yang menciptakan ekspansi nasional. Selama periode ini,ahli teori mengembangkan teori nilai atau harga yang memungkinkan untuk analisis lebih lanjut pasar dan kekayaan. Ini menganalisis dan menjelaskan harga barang dan jasa selain nilai tukar.

Pemikiran Smith ini dikembangkan menjadi pemikiran ekonomi neo-klasik adalah aliran ide yang luas dari mana teori ekonomi modern berevolusi. Metode ini dengan asumsi, dan hipotesis dan upaya untuk mendapatkan aturan atau prinsip umum tentang perilaku perusahaan dan konsumen. Ekonomi neo-klasik mengasumsikan bahwa pelaku ekonomi bersikap rasional dalam perilaku mereka, dan bahwa konsumen berusaha memaksimalkan  utility  dan perusahaan berusaha memaksimalkan  profit. Tujuan kontras untuk memaksimalkan utilitas dan keuntungan membentuk dasar teori permintaan dan penawaran. Kontribusi penting lainnya dari ekonomi neo-klasik adalah fokus pada nilai-nilai marjinal, seperti biaya marjinal dan utilitas marjinal, dimana matematika sebagai alat untuk membangun teori yang koheren untuk menjelskan variabel ekonomi.  Tokoh ekonomi yang tak terhindarkan neoklasik adalah Alfred Marshall, Francis Y. Edgeworth, Arthur C. Pigou, Vilfredo Pareto; Irving Fisher, Jevons, Carl Menger, dan Leon Walras pada "The Theory of Political Economy", (1871).

Pergeseran permintaan agregat berdampak pada produksi, lapangan kerja, dan inflasi dalam perekonomian atau di sebut Era Keynesian. Adalah  John Maynard Keynes dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest, and Money, (1936) selama Great Depression. Dokrin Umum rerangka Keynesian adalah (1) Teori Keynesian percaya permintaan agregat dipengaruhi oleh serangkaian faktor dan merespon secara tidak terduga. Pergeseran dalam permintaan agregat berdampak pada produksi, lapangan kerja, dan inflasi dalam perekonomian. (2) pengangguran adalah akibat dari ketidakcukupan struktural dalam sistem ekonomi. Ini bukanlah produk kemalasan seperti yang diyakini sebelumnya. (3) selama resesi ekonomi mungkin tidak kembali secara alami ke lapangan kerja penuh. Pemerintah harus turun tangan dan memanfaatkan pengeluaran pemerintah untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Kurangnya investasi pada barang dan jasa menyebabkan perekonomian beroperasi di bawah potensi keluaran dan tingkat pertumbuhannya. Dan (4) untuk mengatasi depresi ekonomi diperlukan stimulus ekonomi yang dapat dicapai dengan memotong suku bunga dan meningkatkan investasi pemerintah. Model Ekonomi Keynesian: Sebuah aliran pemikiran yang dicirikan oleh kepercayaan pada intervensi pemerintah aktif dalam ekonomi dan penggunaan kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan dan stabilitas.

Ekonomi makro rerangka pemikiran Milton Friedman, dan Robert Lucas, mendiagnosis apa yang gagal dalam kebijakan yang berlaku saat itu. Titik referensi yang berlaku untuk berpikir tentang pembuatan kebijakan ekonomi makro pada 1960-an dan awal 1970-an adalah Kurva Philips. Dalam bentuk aslinya, ini adalah pengamatan empiris bahwa pengangguran dan pertumbuhan upah nominal berhubungan terbalik. Keyakinan lebih dalam yang muncul selama fase ini adalah trade-off antara inflasi dan pengangguran. Tidak adil, karena tidak jelas apa yang sebenarnya mereka yakini, sejarah cenderung menghubungkan tingkat inflasi yang lebih tinggi dapat menghasilkan tingkat pengangguran yang lebih rendah.

Sederhananya, tingkat inflasi yang semakin tinggi bertepatan dengan penurunan pengangguran sementara, dan tren keseluruhan yang meningkat. Pada akhir 1960-an, Friedman memberikan  bantahan cukup ringkas dan meyakinkan tentang premis tersebut. Dia menjelaskan mengapa mengurangi upah riil melalui inflasi   akan mengurangi pengangguran sementara atau untuk mempertahankan penurunan tingkat pengangguran. Pekerjaan Lucas tentang "ekspektasi rasional" (Ratek) telah didahului dalam berbagai bentuk oleh banyak orang, termasuk Friedman dalam komentarnya tentang Amerika Latin.

Tapi Lucas  secara eksplisit tentang ekspektasi yang memandang ke depan. Ini adalah gangguan untuk fokus pada komponen "rasional" pada teori Ratek. Poin utamanya adalah jika pembuat kebijakan mengatakan  akan menaikkan inflasi untuk mengurangi upah riil dan meningkatkan lapangan kerja, apa yang diharapkan akan dilakukan oleh serikat pekerja dan perusahaan? Mereka akan menawar dan bernegosiasi atas dasar inflasi yang lebih tinggi. Jika individu memandang ke depan dan memperhatikan apa yang dikatakan pembuat kebijakan, pembuat kebijakan tidak akan dapat "mengejutkan" mereka dengan inflasi yang lebih tinggi - jadi perkiraan hubungan antara inflasi dan pengangguran berdasarkan sejarah kemungkinan besar akan gagal. .

Ilmu ekonomi yang masuk akal, cerdas, bisa menjelaskan fakta. Friedman juga punya resep yang jelas. Sederhananya, perjuangan pada saat itu bukanlah bagaimana mengurangi tingginya pengangguran akibat resesi. Arus utama menyarankan bahwa apa yang sekarang kita sebut pengangguran "struktural" dapat dikurangi dengan mentolerir inflasi yang lebih tinggi. Penalaran Friedman memperkuat fakta empiris yang menunjukkan hal ini adalah kesalahan. Mengurangi tingkat pengangguran jangka panjang akan membutuhkan reformasi mikroekonomi yang sulit - seperti deregulasi pasar tenaga kerja atau Omnubus Law.

Dau pemikir ekonomi ini yakni Friedman dan Lucas memimpin pembuat kebijakan, bahkan menjadi rule mode di dunia. Dan semua peunggawa ekononom dunia mengikuti mereka. Keyakinan bahwa pengangguran struktural dapat dikurangi dengan inflasi telah ditinggalkan. Dari perspektif politik, kesimpulannya adalah sebaliknya. Pertukarannya bukan antara tingkat inflasi dan pengangguran tetapi kekuatan tenaga kerja dan tingkat pengangguran.

Friedman memenangkan pertarungan intelektual, tetapi resep spesifiknya untuk kebijakan moneter kurang berhasil jika tidak disebut gagal total. Mengurangi pertumbuhan uang secara luas membuat inflasi terkendali, tetapi upaya untuk menargetkan agregat moneter menciptakan terlalu banyak volatilitas dalam output dan suku bunga.

Jadi, apakah Friedman ahli teori ekonomi makro terkait kebijakan terakhir? Pemandangan yang muncul di bawah bayang-bayang Friedman pada 1980-an tetap menentukan. Sejak awal 1990-an, para pembuat kebijakan moneter telah mengejar firasat mereka sendiri, terlepas dari perkembangan teori makroekonomi, yang sebagian besar menanggapi tren ekonomi. Makroekonomi sebagai badan pengetahuan tampaknya hanya berkontribusi sedikit secara substantif. Ini reaktif.  "The Fed" atau Bank Sentarl memiliki serangkaian keyakinan tentang bagaimana menangani gelembung aset setelah ledakan basis teknologi. IMF secara acak bereksperimen selama krisis Asia termasuk Indonesia dan Amerika Latin tidak benar-benar tahu apa yang harus dilakukan dengan rezim uang dalam mengatasi inflasi.   Dan itupun menurut saya tetap mengalami "kegagalan", bahkan menciptakan lebih buruk lagi dari kondisi awalnya;

Landasan theoria ekonomi oleh Ken Rogoff tentang "Bunga dan Harga sebagai  Landasan Teori Kebijakan Moneter, tidak mampu menjawab penyakit ekonomi Indonesia termasuk dunia pada "Inflasi". Saya kira penyakit ekonomi Indonesia termasuk dunia pada "Inflasi" belum ditemukan obatnya hingga saat ini. Ada kemungkinan kedepan tiga masalah penting (1) masalah rekonsiliasi atau dekonstuksi makroekonomi dengan teori mikroekonomi, (2) masalah rekonsiliasi atau dekonstuksi pemahaman bankir sentral tentang apa yang mereka lakukan dengan cara kebijakan moneter dipahami dalam ekonomi moneter teoretis, (3) menjawab paradox kebijakan ekonomi atau apa yang disebut Adam Smith sebagai "invisible hand";

Barangkali apa penyakit ekonomi Indonesia termasuk dunia pada "Inflasi" belum ditemukan obatnya hingga saat ini mewajibkan para punggawa Negara perlu mengkaji lebih dalam lagi tentang Ilmu Manusia,  Ilmu Moral,  Ilmu Yurisprudensi,  Ilmu Ekonomi Politik,  Evolusi Ilmu,  Evolusi Moralitas,  Evolusi Hukum dan Pemerintah, Evolusi Pasar seperti disarankan oleh Adam Smith.

Bahwa tradisi Keynes dan Friedman memulai dengan premis jujur bahwa pembuat kebijakan hampir pasti membuat kesalahan besar, dan menambahkan tambahan  asumsi yang lebih arogansi kekusaan ("Dumeh"). Dan jawaban-jawaban itu mencakup pembalikan kepercayaan yang dipegang teguh dan lazim. Apakah ada yang melakukan itu sekarang?

Ketika mengatakan Keynes "menyelesaikan segalanya", lalu  sekarang di mana-mana ketika ada resesi akibat COvid19,  apakah  penyakit ekonomi Indonesia pada "Inflasi" dilakukan para punggawa Negara dengan melonggarkan kebijakan fiskal dan moneter. Itulah yang telah dilakukan Amerika, Cina, Inggris, dan negara maju lainnya dalam setiap resesi dalam dua puluh tahun terakhir;

Perspektif yang lebih realistis ada dua prinsip sentral  teori makro arus utama ini telah telah gagal.  Inflasi, ekspektasi inflasi, PDB nominal dan suku bunga tidak berada di bawah kendali bank sentral, seperti yang ditafsirkan saat ini. Jika para punggawa negara menerima premis itu - dan saya pikir bukti menunjukkan ke arah itu maka target PDB nominal, target tingkat harga, perubahan target inflasi adalah proposal yang tidak relevan. Mereka tidak tersedia pilihan kebijakan. Kedua, ada alasan yang sangat kuat untuk meragukan bahwa pertumbuhan konsumsi berkorelasi negatif dengan tingkat bunga riil ketika tingkat suku bunga sudah rendah. Bertaruh pada efek dari suku bunga semalam riil negatif yang bahkan lebih rendah adalah palsu dan menipu. Dihadapkan pada perekonomian di mana permintaan resisten terhadap efek suku bunga rendah, populasi menjadi kaya dan menua, dan gangguan teknologi menyebar. Kita mungkin membutuhkan pemikiran yang benar-benar baru untuk menjawab penyakit ekonomi Indonesia pada "Inflasi.

Untuk  menjawab penyakit ekonomi Indonesia pada "Inflasi. apakah langkah-langkah lain, misalnya menggunakan langkah-langkah yang tidak konvensional, seperti "pelonggaran kuantitatif", yang memiliki efek regresif yang kuat, atau "Bansos Pemerintah" yang dibagikan kepada semua warga, menjadi alternatif yang lebih baik? Dan jika langkah-langkah tersebut digunakan, apakah masih tepat untuk menganggap bank sentral sebagai lembaga yang tidak membutuhkan apa pun selain keahlian teknis, atau haruskah ada bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat?.Apakah masih tepat untuk menganggap bank sentral sebagai lembaga yang tidak membutuhkan apa pun selain keahlian teknis sesuai magisterium pemikiran ekonom, atau haruskah ada bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat?.

 Tetapi ada juga pertanyaan penting dalam filosofi politik mengenai pertanyaan di mana, dan oleh institusi macam apa, suplai uang harus dikontrol. Salah satu faktor yang menyulitkan di sini adalah ketidaksepakatan yang luas tentang dasar kelembagaan penciptaan uang. Salah satu bagian dari teori kredit uang menekankan bahwa di dunia sekarang ini, penciptaan uang adalah proses di mana bank komersial memainkan peran penting. Bank-bank ini pada dasarnya menciptakan uang baru ketika mereka memberikan pinjaman baru kepada pelanggan individu atau bisnis;

Adalah benar bahwa bank komersial swasta menciptakan uang, tetapi mereka melakukannya dengan cara yang melibatkan pengaturan dan tunduk pada otoritas bank sentral dalam setiap yurisdiksi moneter, dengan bank sentral tersebut bertindak sebagai "kekusaan tak cukup logis" . Dapat dibayangkan sebuah sistem di mana bank-bank swasta dilucuti dari otoritas untuk menciptakan uang baru, dan sebagai gantinya suplai uang dikontrol secara langsung baik oleh pemerintah atau oleh beberapa badan negara lainnya;

Jika meminjam gagagsan libertarian mempertahankan pandangan bahwa bank sentral seharusnya tidak berperan dalam penciptaan uang, dengan jumlah uang beredar sepenuhnya menjadi urusan pemasok swasta di bawah sistem "perbankan bebas" (pemikiran von Hayek 1978).

Penyakit  ekonomi Indonesia adalah "Inflasi" tidak dapat dihentikan setiap saat, hanya dengan mengurangi peningkatan kuantitas uang, karena kuantitas uang bukanlah besaran homogen yang dapat diukur tetapi terdiri dari berbagai hal yang saling kurang lebih dapat digantikan dengan berbagai tingkat likuiditas.  Nilai uang tidak hanya bergantung pada jumlah total uang yang tersedia, tetapi pada variabel permintaan untuk itu. Kemudian efek i penawaran uang yang berlebihan tidak hanya terdiri dari perubahan tingkat harga rata-rata tetapi dalam distorsi seluruh struktur harga relatif dan akibat kesalahan arah usaha produktif yang ditimbulkannya.

Penyakit inflasi hanya disebabkan oleh peningkatan jumlah uang yang tidak semestinya dan hal itu dapat dan harus dicegah melalui pengaturan yang berlaku hanya dengan pembatasan uang pokok yang disediakan oleh bank sentral. Tidak ada yang namanya inflasi yang mendorong biaya; semua inflasi disebabkan oleh apa yang harus dilakukan oleh badan pemerintah tersebut, tetapi gagal di pahami, dan gagal dalam tindakan. Inflasi jelas tidak dapat berakselerasi tanpa batas waktu, tetapi segera setelah berhenti berakselerasi, semua keuntungan tak terduga karena harga menjadi lebih tinggi dari yang diharapkan,  membuat bisnis dan pekerjaan yang tidak menguntungkan terus berjalan, menghilang. Oleh karena itu, setiap perlambatan inflasi harus menghasilkan kondisi sementara dari kegagalan ekstensif dan pengangguran. Dan tidak ada penyakit ekonomi berupa "inflasi" dapat dihentikan tanpa "krisis stabilisasi". Inflasi adalah menciptakan penderitaan, kesengsaraan, yang berkepanjangan tanpa akhir. Inflasi adalah penyakit ekonomi, menghasilkan penderitaannya luar biasa dan terus berlangsung sepanjang "adanya" dunia ini. Tidak ada kekuatan yang mampu untuk menyembunyikan penyakit inflasi, apalagi mengatasinya.  Inflasi adalah penyakit abadi ekonomi terutama di Indonesia dan dunia.

Pertanyaan akhir apakah ada sebagai "idea fixed",  kongkit nyata dan abadi dalam waktu  untuk mengatasi Inflasi sebagai penyakit abadi ekonomi dengan alasan untuk menggerakkan perekonomian keluar dari keterpurukan, atau  membantu warga negara yang kurang beruntung?. Jawaban nya "Ada" dan hanya saya yang punya "literaturnya_ bersambung....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun